NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Malam itu, Yura dan Hana sedang duduk santai di ruang tengah sambil menonton drama favorit. Tiba-tiba, suara bel rumah berbunyi.

Mereka saling berpandangan, lalu sama-sama mengangkat bahu.

"Tolong dong liatin," pinta Yura dengan senyum tipis.

"Ogah, lu aja lah," tolak Hana cepat. Ia sedang menikmati makan malamnya, jelas tidak ingin diganggu.

"Dih," gerutu Yura sambil bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan rumah.

Begitu membuka pintu, Yura berjalan ke arah pagar. Namun saat melihat siapa yang berdiri di depannya, ia langsung terkejut.

"Oh!" serunya refleks.

Di depannya berdiri pria yang tadi dilihatnya di rumah tetangga, masih dengan senyum manis yang sama. Senyum Yura langsung mengembang, dan wajahnya terasa hangat, seolah pipinya memerah tanpa bisa dikendalikan.

"Saya minta maaf soal motor tamu saya tadi sore," ucap pria itu dengan ramah sambil menyodorkan nampan berisi makanan.

"Oh, yang punya rumah. Maaf, saya tadi gak ngenalin bapak," jawab Yura gugup, ia memanggil 'bapak' karena mengingat ibunya tadi sempat bilang bahwa anaknya sudah mengajar. Ia pikir, mungkin pria ini jauh lebih tua darinya walaupun wajahnya masih terlihat muda.

Pria itu tampak sedikit terkejut, lalu tertawa pelan. "Terima kasih banyak Pak. Harusnya gak perlu repot-repot nganterin," lanjut Yura cepat, berusaha menutupi rasa canggung sambil menerima nampan makanan.

"Tidak repot sama sekali," balas pria itu, senyumnya tak hilang dari wajahnya. "Dan tidak usah panggil 'Pak'. Saya masih muda. Panggil nama aja. Kenalkan, saya Ardhan," ucapnya sambil menjulurkan tangan.

Yura kikuk sejenak, lalu buru-buru menyambut uluran tangan itu, meski agak kesulitan karena satu tangannya memegang nampan penuh makanan.

"Saya Yura Pak—eh, Kak... Mas? Atau... Abang?" ucap Yura bingung sambil tertawa kecil, membuat Ardhan ikut tersenyum.

"Apa aja boleh, yang penting jangan 'Pak'," candanya.

Yura hanya tersenyum dan mengangguk pelan.

"Itu titipan dari Ibu, silakan dimakan. Katanya jangan sampai gak nyicip," kata Ardhan sambil memberi isyarat sopan.

"Sampaikan terima kasih saya ke Ibunya, dan terima kasih juga kak sudah repot-repot banget nganter makanan ke rumah," balas Yura tulus.

“Siap. Gak masalah kok. Saya pamit dulu.” Sebelum pergi, Ardhan sempat membantu Yura menutup pagar rumah.

“Terima kasih sekali lagi,” ucap Yura sambil membalas senyumnya.

Dengan langkah ringan, Yura masuk kembali ke dalam rumah, masih dengan senyum mengembang di wajahnya.

Melihat itu, Hana langsung penasaran. "Widih, dari mana itu?" tanyanya sambil cepat-cepat membantu membawa nampan makanan.

"Itu dari rumah yang punya acara tadi," jawab Yura sambil duduk. "Dan lo tau gak, pria yang gue lihat tadi sore itu anak ibunya! Dan dia lebih cakep dari yang gue kira!" ucap Yura bersemangat.

"Demi apa?!" seru Hana tak kalah antusias. "Tau gitu, mending gue yang keluar tadi!"

Yura tertawa kecil. "Hehe, bukan rezeki lo berarti."

"Banyak banget ini makanannya," ujar Hana sambil membuka tutup nampan. "Mana gue udah kenyang lagi."

"Ya udah icip aja dikit, sisanya masukin kulkas. Biar gak basi," saran Yura.

"Iya juga," jawab Hana sambil mengambil sendok dan mulai mencicipi satu demi satu makanannya.

Yura pun juga ikut menyicip makanannya, tapi Yura bukan hanya sekedar nyicip tapi sudah ditahap makan malam untuk kedua kalinya.

"Laper apa doyan Bu?" tanya Hana saat melihat Yura makan dengan lahap.

"Dua-duanya," jawab Yura lalu tertawa kecil.

Selesai makan malam, Yura membereskan meja makan dan menyusul Hana yang masih menonton drama.

...****************...

Yura terbangun mendadak ketika suara bel rumah terdengar nyaring dari luar.

Ia memang tipe orang yang sangat sensitif, sedikit suara saja bisa membuyarkan tidurnya, belum lagi kalau ada cahaya masuk ke kamar, tidur nyenyak pun jadi misi mustahil.

“Siapa tuh?” gumam Yura setengah sadar sambil membuka matanya perlahan.

Ia meraih ponsel di samping bantal. Begitu melihat layar, matanya langsung membelalak.

“Hah?! Jam sebelas?!”

Yura sontak duduk, panik. Ia segera bangkit dan membuka pintu kamar dengan niat mengecek siapa yang datang. Tapi begitu pintu terbuka...

“ASTAGA!” jerit Yura terkejut dan langsung jatuh terduduk.

Ruang tengahnya sudah penuh dengan suara dan tawa teman-temannya yang ternyata sudah datang.

“Heh?!”

Tawa pun pecah.

“Yura... Yura... ada-ada aja,” ucap Aldin sambil tertawa geli namun langsung membantu Yura berdiri.

“Aduh bokong gue sakit,” keluh Yura sambil mengusap bagian belakang tubuhnya yang terbentur lantai.

“Lo pada dateng pagi banget sih, buset dah,” ucapnya dengan wajah masih setengah bingung.

“Pagi darimana? Tuh, liat jam udah mau jam sebelas!” celetuk Febi sambil menunjuk jam dinding.

“Ini kan weekend, waktunya tidur sepanjang hari,” balas Yura sambil bersungut-sungut, lalu dipapah Aldin ke sofa.

“Ya udah, lo tidur aja lagi. Kita mau keluar,” sahut Hana sambil keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi.

“Kemana? Kok gak ngajak gue?” tanya Yura, sekarang sudah agak sadar.

“Kita mau beli daging, buat bakar-bakar sore nanti,” jawab Hana.

“Oke deh, kalian aja. Gue masih mau sarapan dulu.”

“Jangan belanja berlebihan ya,” pesan Yura.

“Aman... aman...” sahut Rizki sambil nyengir lebar.

“Kita cabut dulu ya,” ucap mereka hampir serempak sambil melangkah ke luar rumah.

“Hati-hati di jalan! Jangan lupa pagar ditutup!” teriak Yura dari dalam.

“Iyaaa!”

Setelah pintu tertutup, suasana rumah kembali sepi. Yura pun menarik napas panjang, lalu berjalan kembali ke kamarnya. Ia bersiap membersihkan diri. Perutnya sudah keroncongan hebat, cacing-cacing di dalam sana seolah sedang berdemonstrasi minta jatah sarapan.

Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan mandinya, Yura yang sudah selesai langsung menuju dapur.

Sambil berjalan, ia mengusap perutnya yang sudah tak bisa diajak kompromi.

“Makan apa ya?” gumamnya pelan.

Begitu masuk dapur, matanya langsung teringat sesuatu.

“Oh iya! Makanan dari Kak Ardhan kan masih ada!” serunya dengan senyum yang langsung merekah di wajahnya.

Tanpa menunggu lama, Yura membuka pintu kulkas dan mengambil piring berisi makanan yang semalam diberikan. Ia menatapnya dengan antusias.

“Masih banyak. Hana gak makan apa ya,” ucapnya terheran karena makanannya masih sama saat Yura memasukkan kedalam kulkas.

Ia pun langsung meletakkan makanan itu ke dalam microwave untuk dipanaskan. Sambil menunggu, Yura duduk di meja makan dan tak henti tersenyum sendiri.

“Untung aja masih ada. Sekarang jadi penyelamat sarapan,” bisiknya pelan.

Begitu makanan selesai dipanaskan, aroma sedap langsung memenuhi dapur. Yura buru-buru mengambil sendok dan mulai menyantap sarapannya dengan lahap.

“Hmm… enak banget,” ucapnya puas sambil mengunyah.

Sambil makan, pikirannya sempat melayang ke momen semalam saat Ardhan tersenyum di depan pagar. Pipinya sedikit memanas.

“Kenapa harus semanis itu sih senyumnya,” gumam Yura, lalu buru-buru menggeleng. “Duh, jangan halu Yura…”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!