Dijodohkan dengan pria kaya raya? Kedengarannya seperti mimpi semua perempuan. Tapi tidak bagi Cloe.
Pria itu—Elad Gahanim—tampan, sombong, kekanak-kanakan, dan memperlakukannya seperti mainan mahal.
“Terima kasih, Ibu. Pilihanmu sungguh sempurna.”
Cloe tak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi siapa peduli? Dia hanya anak yang disuruh menikah, bukan diminta pendapat. Dan sekarang, hidupnya bukan cuma jadi istri orang asing, tapi tahanan dalam rumah mewah.
Namun yang tak Cloe duga, di balik perjodohan ini ada permainan yang jauh lebih gelap: pengkhianatan, perebutan warisan, bahkan rencana pembunuhan.
Lalu, harus bagaimana?
Membunuh atau dibunuh? Menjadi istri atau ... jadi pion terakhir yang tersisa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Wanita merepotkan.
Mentari pagi di ufuk timur akhirnya memulai hari yang tak diinginkan Cloe tiba. Gaun putih yang seharusnya melambangkan kebahagiaan terasa begitu berat di tubuhnya.
Di sampingnya, Elad berdiri dengan senyum palsu yang membuat Cloe semakin geram. Tatapan matanya dingin, berusaha menyembunyikan gejolak amarah yang membakar hatinya saat bersanding dengan pria yang telah merenggut kebebasannya.
Akad nikah terucap, janji suci yang terasa seperti rantai mengikatnya. Sepanjang resepsi, Cloe memasang topeng keramahan, menyembunyikan bara dendam yang kian membara.
“Kenapa kau mau menghianati pacarmu?” tanya Cloe kala mereka luang dari tamu yang datang menyapa. “Kau menginginkan dia, kan?”
“Apa ini gadis yang kutemui di desa waktu itu? Kenapa tampak berbeda sekali, ya?” singgung Elad sekaligus menghindari pertanyaan Cloe, gadis yang minta dikasihani kemarin memiliki api di matanya sekarang.
Kelembutan yang menghilang begitu saja.
“Karena tidak ada alasan memandangmu dengan baik setelah aku lihat keburukanmu.”
“Baguslah kau sudah tahu, aku tidak perlu bersusah payah untuk akting.”
Pernikahan mereka hanyalah transaksi kotor, pertukaran status dan kekayaan. Setiap kali mata mereka bertemu, Cloe hanya melihat sorot dingin tanpa cinta. ‘Bajingan!’ umpatnya dalam hati yang terluka, ‘Dia memperlakukanku seolah aku tidak lebih berharga dari seekor anjing kurapan.’
Cloe membencinya, tak dipungkiri dia merasa terhina. Begitu cepat perasaan berubah. Mau bagaimana lagi? Sebelumnya dia tidak tahu seperti apa sosok Elad.
Setelah seharian berlagak bagaikan pasangan paling bahagia di dunia, tibalah waktu untuk mengakhiri drama tersebut. Cloe dan Elad duduk di kamar yang dihiasi kelopak mawar, telah melamun cukup lama masing-masing sembari memainkan kelopak merah hingga bentuk indahnya hancur lebur di lantai.
“Aku tidak ada melihat kekasihmu tadi.”
“Dia tidak ingin menyaksikan aku bersanding dengan wanita lain.”
“Siapa namanya?”
“Jasmin.”
“Kulihat dia tidak lebih cantik dariku. Bagaimana menurutmu?”
Elad mengangkat alis, batinnya bertanya-tanya; ada apa dengan wanita ini? Melihat Cloe tidak kunjung merasa malu setelah mendapat tatapan heran, Elad tertawa. Bagaimana bisa sifatnya berbanding jauh dibandingkan Zeline yang terkesan lebih merendah untuk meroket?
“Yah, kau benar. Tapi aku menyukai dia.”
“Kalau begitu nikahi dia, ceraikan aku sekarang juga.”
“Seandainya aku bisa maka akan aku lakukan tanpa kau minta.” Elad menghempaskan punggungnya, mawar di kasur berterbangan oleh guncangan. “Masa lalu Jasmin tidak dapat diterima masuk ke dalam keluargaku, tapi dia tidak masalah menjadi simpanan.”
“Waw, ternyata masih ada yang lebih bodoh dari aku.” Cloe menggeleng-gelengkan kepala. “Terserah kau, intinya kau enggak boleh menyentuhku.” Cloe mengacungkan jari, mengancam.
Entah apa yang lucu, Elad malah tertawa. Dia tiba-tiba duduk kembali, tiba-tiba membuka baju membuat Cloe tercengang.
Elad melirik. “Apa yang kau pikirkan? Aku hanya ingin berganti pakaian.”
“Jangan di depan akulah!”
“Di mana lagi? Di tengah lapangan? Kalau kau tak ingin lihat, tutup saja matamu.”
“Sedang kulakukan.”
Malam yang seharusnya menjadi saksi bisu cinta dan keintiman. Namun, Cloe bersyukur dia tidak mengalaminya malam ini. Sedikit lega. Elad, dengan tanpa rasa bersalah, meninggalkannya seorang diri di kamar pengantin usai berganti pakaian ke gaya yang lebih santai.
Tak lama kemudian seorang staf hotel yang ditugaskan untuk mengantarkan makan malam, memberi kabar dengan maksud membuat Cloe marah: Elad pergi menemani jasmin di malam pernikahannya.
“Untuk apa kau memberitahu aku hal yang tidak berguna itu?” kata Cloe pada staf hotel yang Cloe yakini adalah teman Jasmin. Pasalnya dia kelihatan bangga memamerkan cerita tersebut.
“Nona tidak marah? Suamimu terang-terangan mencintai wanita lain.”
“Itu mudah. Aku tinggal terang-terangan menunjukkan bahwa aku tidak menginginkan pria itu.”
Si staf, lunar namanya, mengangkat kepala memandang Cloe yang tampak acuh tak acuh. Wah, benar-benar si nona satu ini, pikirnya. Lunar mulai merasa salah mengundang obrolan tersebut, ia pikir Cloe akan terprovokasi setelah itu Cloe akan bertindak gegabah dan memalukan.
Lunar membungkuk hormat, tidak ada lagi kepentingannya di sini, karena pada akhirnya akan percuma. “Saya pamit keluar, Nona. Jika ada yang dibutuhkan lagi, silahkan hubungi resepsionis.”
“Ya, pergilah keluar.”
Namun, di balik pengkhianatan tersebut, Cloe memandang ini sebagai kesempatan yang tidak boleh di sia-siakan. Dia melihat jam digital di atas meja, 21.37. Seketika dia tersenyum, mungkin ini waktu yang sempurna.
“Dia pergi malam ini, kenapa aku tidak?”
Dalam sunyi dan kegelapan malam, Cloe bergerak cepat dan diam-diam. Memakai pakaian serba hitam, ia menghilang, lenyap ditelan malam dari kamar yang seharusnya menjadi saksi awal kehidupannya yang baru.
Ya, dia melarikan diri.
Keesokan paginya, kehebohan melanda kediaman keluarga Elad. Berita tentang menghilangnya Cloe dari kamar hotel, bagai bom yang meledak.
“Maaf, aku lupa memperingatkan kalau Cloe berusaha melarikan diri jika ada kesempatan.” Aida yang datang sebab kabar tersebut merasa bersalah. Duduk di antara keluarga besar sang besan yang sebagian besar belum pulang ke rumah masing-masing.
Ibu, ayah, dan kerabat lainnya berkumpul di ruang keluarga. Mereka menghakimi Elad yang meninggalkan Cloe di malam pengantin. Mengecam bahwa tindakan Elad keterlaluan, bahkan tidak bisa menahan diri untuk waktu semalam saja.
Kuping Elad panas. Elad terperangah. Ia tak menyangka gadis yang tampak menyerah pada keadaan dan mengobrol ringan padanya tadi malam, berani melakukan tindakan senekat ini.
Keangkuhan Elad runtuh seketika. Ia yakin Cloe akan menerima nasibnya, tunduk pada kehendaknya. Ternyata, dugaannya salah besar. Harga dirinya tercoreng, dan amarahnya bercampur dengan rasa malu.
“Tenanglah, aku akan menemukan Cloe secepat mungkin.”
Tak ada pilihan lain, Elad terpaksa turun tangan sendiri. Pagi itu, di bawah awan gelap, Elad memulai pencarian, memburu bayangan istrinya yang telah berani menentangnya.
Di dalam mobil, dia memukul stir. “Kalau tahu begini repotnya, lebih baik aku menekan untuk menikah dengan Zeline saja!” Menyesal menerima tawaran Aida karena ia pikir gadis desa yang ia temui lalu lebih mudah dikendalikan.
Dia menelusuri jalan, setiap detik melihat ponsel, memastikan Miko sekertarisnya, memberitahu kabar dari hasil melihat CCTV kota. Karena hal tersebut polisi ikut campur, tertulis dalam laporan bahwa Cloe adalah orang hilang.
Ponsel Elad berdering, nama Jasmin tertera di layar. Lekas dia mengangkatnya daripada wanita itu merajuk nanti.
“Ada apa, Sayang?” sapa Elad setelah menggeser ke tombol hijau di layar ponsel.
“Kau pulang tergesa-gesa, ada apa sebenarnya?”
“Cloe melarikan diri, aku harus mencarinya.”
“Jadi lebih penting Cloe daripada aku?”
Nada manja dicampur kesedihan ini ... Elad yakin Jasmin tidak ingin mengerti bahkan setelah dijelaskan secara rinci. Sungguh membuat frustrasi, semua gara-gara Cloe. Elad tak henti-hentinya menggusar rambut, berurusan dengan wanita sungguh rumit.
“Begini saja, nanti setelah masalah ini selesai, aku akan membawamu berbelanja. Kau bisa membeli apa saja.”
“Jangan pikir hal seperti itu bisa meluluhkan aku!”
Tut.
Panggilan diputuskan oleh Jasmin. Elad memandang layar. “Sudahlah, pikirkan Jasmin nanti.” Dia melempar ponsel ke kursi sebelah, lanjut menyetir semberi meneliti sisi jalan.
Bersambung....