Sinopsis Singkat "Cinta yang Terlambat"
Maya, seorang wanita karier dari masa depan, terbangun di tubuh Riani, seorang wanita yang dijodohkan dengan Dimas, pria dingin dari tahun 1970-an. Dengan pengetahuan modern yang dimilikinya, Maya berusaha mengubah hidupnya dan memperbaiki pernikahan yang penuh tekanan ini. Sementara itu, Dimas yang awalnya menolak perubahan, perlahan mulai tertarik pada keberanian dan kecerdasan Maya. Namun, mereka harus menghadapi konflik keluarga dan perbedaan budaya yang menguji hubungan mereka. Dalam perjalanan ini, Maya harus memilih antara kembali ke dunianya atau membangun masa depan bersama Dimas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon carat18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 – Langkah Kecil Menuju Perubahan
selamat membaca guys ❤️ 🐸 ❤️ ❤️ ❤️ ❤️
*******
Pagi-pagi buta, suara kokok ayam membangunkan Maya dari tidur nya. Tubuh nya terasa pegal luar biasa, terutama di lengan dan punggung. Ia menggeliat di atas kasur kayu keras yang selama ini belum bisa ia biasakan. Astaga, badan ini seperti habis di tabrak truk!
Maya menoleh ke sisi lain kamar. Dimas masih tertidur di atas tikar dengan posisi miring, napas nya teratur. Wajah nya tetap tenang, seolah tidak ada yang bisa mengusik nya. Bagaimana mungkin orang ini selalu terlihat tanpa beban? pikir Maya kesal.
Perlahan, ia bangkit, menahan nyeri di tubuh nya. Kalau aku tetap diam di tempat, aku bisa malas seharian. Dengan tekad itu, ia segera bangkit dan berjalan keluar kamar.
Di dapur, Ibu mertua nya, Bu Lastri, sudah lebih dulu bangun. Wanita paruh baya itu sedang menyiapkan sarapan dengan cekatan. Bau nasi yang baru matang menyebar di udara.
"Ah, kau sudah bangun, Riani?"
Maya mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, Bu. Ada yang bisa aku bantu?"
Bu Lastri menatapnya sebentar, mungkin masih belum terbiasa dengan menantu yang tiba-tiba rajin. Dulu, Riani adalah wanita yang selalu malas-malasan, bangun siang, dan jarang menyentuh dapur. Tapi sekarang, ia menawarkan bantuan tanpa diminta.
"Ambilkan piring dan sendok. Kita akan segera sarapan," kata Bu Lastri akhir nya.
Maya segera bergerak mengambil peralatan makan. Saat ia sedang menata piring, Dimas muncul dari kamar, masih dengan wajah mengantuk.
Tanpa bicara, pria itu duduk di kursi dan menuangkan air ke gelasnya. Maya melirik nya sekilas. "Selamat pagi," sapa nya ringan.
Dimas menoleh sebentar, lalu hanya mengangguk sebagai jawaban.
Dingin sekali, batin Maya. Tapi ia tidak mau ambil pusing.
Setelah sarapan, Maya segera bersiap ke sawah lagi. Tubuh nya memang masih pegal, tetapi ia ingin membuktikan bahwa ia bukan wanita manja. Lagi pula, semakin ia terbiasa, semakin mudah bagi nya untuk beradaptasi.
Saat ia hendak keluar rumah, suara Bu Lastri menghentikan nya.
"Kau benar-benar ingin ke sawah lagi hari ini?"
Maya menoleh dan tersenyum. "Iya, Bu. Kalau aku menyerah sekarang, rasa nya sia-sia usaha kemarin."
Bu Lastri terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Baiklah, hati-hati di sana."
Maya mengangguk dan melangkah keluar. Di luar, Dimas sudah berdiri di dekat pintu, tampak siap berangkat.
"Kau mau ke sawah juga?" tanya Riani.
Dimas menatap nya dengan ekspresi datar. "Memang nya aku bisa libur?"
Maya terkekeh pelan. "Benar juga."
Tanpa bicara lebih lanjut, mereka berjalan bersama ke sawah. Meski Dimas tidak banyak bicara, Maya tidak merasa canggung. Ia mulai terbiasa dengan keheningan di antara mereka.
Saat tiba di sawah, para petani lain menyambut mereka dengan anggukan dan senyuman kecil.
"Riani kembali lagi," ujar seorang pria tua sambil tertawa kecil.
"Kupikir kau akan menyerah setelah kemarin."
Maya tersenyum percaya diri. "Aku tidak semudah itu menyerah, Pak."
Dimas menatap Maya sekilas, tetapi tidak berkata apa-apa. Namun, dari sorot matanya, ada sedikit penghargaan yang muncul.
Hari itu, Maya bekerja lebih baik daripada kemarin. Meski pun tubuh nya masih terasa lelah, ia mulai memahami cara mencangkul dengan lebih efisien, bagaimana cara menyesuaikan posisi agar tidak cepat pegal, dan bagaimana mengikuti ritme kerja para petani lain.
Saat siang menjelang, ia duduk di pematang sawah, mengusap keringat di dahi nya. Dimas duduk tak jauh dari nya, meneguk air dari botol bambu.
"Kau benar-benar serius soal ini," gumam Dimas tiba-tiba.
Maya menoleh, sedikit terkejut karena Dimas memulai pembicaraan.
"Tentu saja. Aku ingin bisa bertahan di sini," jawab nya jujur.
Dimas menatapnya lama, lalu mengalihkan pandangan ke hamparan sawah di depan mereka. "Baiklah. Kalau kau ingin bertahan, kau harus tahu sesuatu."
Maya mengerutkan kening. "Apa itu?"
Dimas menoleh pada nya, tatapan nya sedikit lebih dalam. "Di sini, kerja keras adalah segala nya. Orang tidak akan menghormati mu hanya karena kau istri ku. Jika kau ingin dihormati, kau harus membuktikan dirimu sendiri."
Maya tersenyum kecil. "Itu memang rencanaku."
Dimas tidak menjawab, tetapi ada sedikit senyum tipis di sudut bibirnya sebelum ia berdiri kembali. "Ayo lanjutkan pekerjaan."
Maya menatap nya sesaat sebelum ikut berdiri. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang baru—langkah kecil menuju perubahan.
*****
Terima kasih sudah membaca guys ❤️🐸❤️❤️❤️