Pernikahan Paksa Natta Elizah

🍃🍃🍃🍃🍃

Husna banyak merenung dan mengunci diri di kamar setelah penolakan itu. Ibunya menjadi khawatir, membujuk dengan berbagai cara juga tidak mempan. Husna juga tidak menceritakan apa yang sudah dia alami. Dia malu karena sudah begitu yakin bahwa Natta menyukainya tapi ternyata Natta tertarik pada Elizah.

Sementara Natta, dia juga banyak merenung karena Elizah benar-benar dikurung tidak diizinkan pergi. Mirza tidak mau Elizah diganggu lagi oleh Faruq ataupun bertemu lagi dengan Natta si pendatang itu. Mirza bahkan masih terpukul dengan kejadian perjodohan yang dibatalkan, berbanding terbalik dengan Elizah. Gadis itu sedang berbahagia karena sebentar lagi Ali akan pulang dan akan melamarnya.

Natta bahkan tidak pernah sekalipun melihat Elizah di balkon rumahnya. Natta yang merasa bosan pun akhirnya memutuskan keluar dari rumah. Menenteng kameranya, mungkin dengan berjalan-jalan bisa membuat kejenuhan sedikit sirna.

🍃🍃🍃🍃

“Apa aku bilang. Pria itu menyukai Elizah,” tutur Faruq dan membuat Husna semakin sedih. “Aku sudah hampir mendapatkan Elizah laki-laki idamanmu itu mengganggu usahaku.”

Mata Husna memicing mendengarnya.

“Apa kamu belum sadar diri juga, Faruq? Mana mau Elizah sama kamu. Miskin, pengangguran, pekerjaan luntang-lantung ngga jelas!” celaan Husna membuat Faruq meradang, Husna meringis ketika dagunya diremas. “Sakit,” pekik Husna.

“Mau seburuk apa pun aku! Kamu tidak berhak berbicara begitu!” tegas Faruq memperingatkan, mendorong Husna sampai mundur hampir terjatuh.

“Dasar gila!” maki Husna lagi, memegangi dagunya yang terasa ngilu.

Faruq mendengus, berbalik untuk pergi tapi Husna mengejar langkahnya.

“Kenapa kamu tidak mencoba cara lain untuk mendapatkan Elizah? Cara yang membuat keluarganya sendiri pun tidak bisa menolak kamu sebagai suaminya Elizah,” seru Husna dan Faruq membalikkan badannya.

Faruq berjalan mendekati Husna.

“Apa maksud kamu?” tanya Faruq dan Husna mengukir senyuman licik di bibirnya.

Obrolan keduanya tidak sadar didengarkan oleh Natta yang sedang berjalan-jalan sambil sesekali mengarahkan kameranya.

Natta sangat khawatir dan dia tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Elizah.

🍃🍃🍃🍃🍃

Elizah bersama keluarganya sedang menikmati makan malam bersama. Mirza tidak banyak bicara setelah kejadian itu. Hasan dan Anita beberapa kali melempar tatapan, prihatin dengan heningnya Mirza. Sementara Elizah yang sedang berbunga-bunga tidak menyadari keseriusan di sekitarnya.

“Abi, mau tambah lagi?” ujar Anita.

“Sudah kenyang. Kalian saja lanjutkan, Abi mau istirahat.” Mirza bangkit, meninggalkan meja makan dan semuanya menatap kepergiannya.

“Abi benar-benar berbeda setelah kejadian itu,” lirih Hasan sedih.

Anita berkaca-kaca dan Elizah berhenti mengunyah makanannya.

“Pak Imran menyinggung soal masalah keluarga kita dalam acara rapat kebersihan desa kemarin. Abi sangat merasa malu, Abi bahkan pulang sebelum acara rapat selesai.” Anita mulai menjelaskan, Hasan berdecak kesal dan Elizah baru menyadari separah apa masalahnya.

Ini semua gara-gara kamu, Zah,” kecam Hasan.

Elizah tersentak karena dibentak Hasan.

“Andai kamu bisa menjaga diri, Abi nggak bakalan dipermalukan. Kamu juga malah bahagia ketika perjodohan kamu dibatalkan!” Hasan berbicara dengan begitu kasar.

“Hasan, cukup,” tegur Anita.

“Biar aku bicara, Bu. Biar dia sadar kalau apa yang dia lakukan itu salah!” timpalnya semakin emosi.

“Mas..... Mas juga tahu aku nggak kayak begitu, Elizah nggak dekat sama Faruq apalagi kenal sama laki-laki itu. Untuk masalah perjodohan, itu di luar kehendak Elizah, Mas.” Suaranya gemetaran mencoba membela diri.

Hasan membelalakkan matanya.

“Belum sadar juga kamu,” kecam Hasan sambil pergi.

Anita mencoba memanggil tapi Hasan tidak mau kembali. Sementara Elizah hanya bisa menangis tanpa suara.

Makan bersama berjalan dengan tidak baik. Mereka semua bubar dengan perasaan tak karuan. Terlebih Elizah yang selalu disalahkan Hasan merasa sangat terpuruk. Elizah terus menangis di kamarnya, sampai kemudian ponselnya berdering.

Wajah Elizah tampak serius ketika melihat nomor asing menelepon. Satu panggilan Elizah abaikan tapi ketika ponselnya berdering untuk kedua kalinya, dia langsung mengangkat telepon tersebut.

Alisnya mengerut ketika ia mendengar suara tangisan perempuan, sejenak diam berusaha mengenali siapa sosok di seberang sana.

“Hus,,,Husna?” ucapnya  ragu-ragu.

“Apa kamu sudah puas, Elizah?” Suara Husna sangat bertenaga.

“Puas? Puas apanya? Kamu kenapa menangis?”

Husna terus terisak.

“Kamu berhasil merebut Natta dari aku, Zah.”

Elizah mengusap wajahnya kasar, dia bangkit, mondar-mandir mendengarkan makian Husna.

“Asstagfirullah hal adzim, Husna. Kamu melantur! Kamu salah tempat membahas laki-laki itu sama aku, kenal juga enggak,” kata Elizah dengan yakin tapi Husna terus menangis. Tangisannya membuat Elizah tak nyaman.

“Bohong kamu, Zah! Sosok kamu yang alim selama ini cuman topeng belaka! Kamu bersikap menjadi gadis salihah hanya untuk menjaga nama ayah kamu, kan? Sebenarnya kamu kan pasti yang menggoda Natta.”

Elizah terbelalak kaget.

“Jaga ucapan kamu, Husna!”

“Kamu yang nggak bisa menjaga sikap dan perasaan aku! Perasaan mas Ali juga, aku tahu rencana mas Ali yang mau melamar kamu. Bagaimana jadinya jika dia tahu kalau kamu di sini dekat dengan laki-laki lain, kamu benar-benar menghancurkan aku sekaligus mas Ali.”

Elizah menggeleng keras.

“Husna! Jangan bawa-bawa mas Ali. Mas Ali nggak tahu apa-apa, semuanya salah paham, hanya sebatas gosip!”

“Dasar munafik kamu, Zah!” teriak Husna dan Elizah hampir menangis mendengarnya.

“Kalau aku nggak bisa mendapatkan Natta, jangan harap kamu bisa!” Ucapannya terkandung sebuah ancaman yang membuat Elizah panik bukan main.

“Apa.....maksud kamu, Husna? Sudah aku bilang, aku nggak kenal dia.”

“Aku mau mati saja, Elizah! Aku mau mati. Setelah aku nggak ada, jangan harap kamu bisa menikah sama mas Ali.” Ancamnya dan membuat Elizah ketakutan.

“Istighfar, Husna! Apaan sih kamu, bawa-bawa kematian, istighfar!”

Husna hanya terus menangis, tangisan dan ucapannya membuat Elizah yakin bahwa Husna akan nekad mengakhiri hidupnya.

“Dimana kamu sekarang?” tegas Elizah karena dia mendengar suara kereta api sangat jelas di telinganya. Tanpa membalas, Husna mematikan ponselnya. Semakin dibuat panik Elizah sekarang. Elizah bingung, berusaha menelepon Susan tapi tidak ada jawaban. Memberitahu Ali tidak mungkin, mengadu kepada keluarganya juga tidak bisa, keadaan benar-benar kacau sampai terlintas di benak Elizah untuk pergi mencari Husna sendiri.

🍃🍃🍃

“Kamu ngapain bawa teman-teman kamu? Ini urusan kita, kita yang merencanakan ini berdua.” Husna jengkel melihat Faruq datang dengan keempat teman-temannya.

Faruq hanya menyengir lebar, dan Husna memukul bahunya.

“Kita cuman mau menakut-nakuti Elizah. Menjebaknya supaya mau menemui kamu, sisanya aku yang atur supaya kalian kepergok berdua dan diarak warga, kan! Kenapa kamu bawa mereka?” kesal Husna terus mencerocos.

“Berisik!” bentak Faruq dan Husna menciut ketakutan.

“Terlanjur sakit hati, terlanjur semua orang tahu. Kenapa aku nggak merusak sekalian aja si Elizah itu,” kata Faruq dan Husna ketakutan mendengarnya. Dia merasa bodoh karena sudah percaya bahwa Faruq bisa diajak kerjasama. Husna sekarang malah takut dia juga akan menjadi korban.

“Kamu bisa di penjara!” tegas Husna dan pria bejat seperti Faruq dan teman-temannya tidak peduli.