Berkorban Demi Cinta

Kelly berjalan sambil menyeka air matanya, Sakit yang dia rasakan seakan membuatnya sulit untuk bernafas.

Setiap kedekatan Morgan dan Zoanna membuat Kelly semakin sakit.

Kelly berjalan sambil menyeka air matanya yang tak henti-hentinya mengalir. Sakit yang dia rasakan begitu memilukan, seakan membuatnya sulit untuk bernafas. Setiap kali ia teringat akan kedekatan Morgan dan Zoanna, perasaannya semakin tercabik-cabik.

Setelah berjalan hampir satu jam, tidak jauh dari terminal. Kelly singgah ke sebuah warung tepi jalan yang diramaikan oleh pengunjung. Dia memesan semangkok mie, makanan khas negara itu, berharap bisa melupakan kesedihan yang mendera hatinya sejenak. Namun, tangisan Kelly tetap tidak bisa tertahan, matanya sembab merah.

Di satu sisi, seorang pria yang duduk di meja lain melihat kehadiran gadis itu. Ia mengenali wajah Kelly dan tak bisa menyembunyikan keheranan melihatnya di sana. "Bukankah dia adalah Kelly? Kenapa dia ke sini? Bukankah seharusnya dia ada di acara kepala batu itu?" gumam pria itu sambil mengamati Kelly yang duduk dengan menunduk.

Pria itu yang tak lain adalah Markus, merasa penasaran dan ingin mengetahui apa yang terjadi pada Kelly. Dari tatapannya yang terpaku pada gadis itu, ia bisa merasakan betapa mendalam luka yang dirasakan Kelly.

"Pasti kepala batu itu yang membuatnya sedih, Gadis semanis itu masa diabaikan. Aku harus cari kesempatan untuk mendekatinya," gumam Markus.

Markus mengambil mie-nya dan menghampiri Kelly, ia duduk berseberangan dengan gadis itu.

"Maaf, apakah aku bisa duduk di sini?" tanya Markus dengan senyum ramah.

Kelly menatap pria itu dan merasa tidak asing," Bukankah kamu adalah supir taksi itu?" tanyanya.

"Bukan! Dia adalah adik kembarku, wajah kami memang mirip sehingga banyak yang salah kenal," jawab Markus yang menyantap mie-nya dengan lahap.

"Apakah kalian memiliki 3 kembar?" tanya Kelly dengan penasaran.

Markus mengangguk dan menjawab dengan tenang agar bisa menyakinkan gadis itu," Iya, benar. Kami bertiga dan profesi kami beda-beda!"

Tak lama setelah pesanan Kelly tiba di meja, ia mulai menyantap mie pesanannya dengan lahap. Setiap suapan yang masuk ke mulutnya seolah menjadi pelampiasan kesedihan yang sedang ia rasakan.

Markus, yang duduk di seberang meja, hanya bisa termenung sambil memperhatikan selera makan gadis itu yang begitu kuat. Tidak hanya satu mangkuk, Kelly bahkan berhasil menghabiskan dua mangkuk mie dan satu mangkuk sayur.

"Apakah kamu kelaparan? Sudah berapa hari kamu tidak makan?" tanya Markus dengan nada khawatir, sambil diam-diam merekam aksi Kelly yang sedang menyantap makanannya dengan lahap.

Kelly menoleh ke arah Markus, lalu menjawab sambil tersenyum, "Makan adalah hal yang utama. Ketika ingin makan, tidak perlu ditunda. Karena kita tidak tahu kapan kita akan mati." Ungkapan itu membuat Markus terdiam sejenak.

Sementara itu, Kelly terus melahap makanannya, seakan-akan kesedihan yang membebani hatinya perlahan sirna seiring dengan setiap suapan yang ia telan.

Markus masih merekam gadis itu," Di mana orang tuamu?" tanyanya yang sengaja mencari topik.

"Aku sebatang kara," jawab Kelly sambil menyantap sayur dengan lahap.

"Mana suamimu atau pacar?" tanya Markus lagi.

"Apakah kamu tidak tahu, kalau sebatang kara itu berarti tidak memiliki siapa pun?" tanya Kelly yang menatap Markus.

Markus langsung menurunkan kamera ponselnya, agar tidak diketahui oleh gadis itu. Akan tetapi pembicaraan mereka tetap terekam.

"Sayang sekali, gadis semanismu, masa tidak ada pacar," ucap Markus.

"Tidak ada uang, hanya pekerja restoran, sebatang kara, tidak memiliki apa pun. Pria mana yang sudi bersamaku," jawab Kelly sambil fokus pada makanannya.

"Paman, minta semangkok mie lagi!"pinta Kelly pada penjual itu.

Markus menatap binggung pada Kelly, yang masih belum kenyang," Apakah tidak terlalu banyak yang kamu makan? Dua mangkok mie dan semangkok sayur."

"Kenyang, Tapi aku masih mau makan. Selagi aku sanggup bayar. Makan seberapa banyak juga tidak masalah," jawab Kelly.

Markus memperhatikan mata gadis itu yang sembab," Apakah dia baru menangis? Kasihan sekali, dia hanya bisa mengunakan cara ini melampiaskan kesedihannya. Apa yang telah dilakukan kepala batu itu," gumamnya.

Setelah selesai makan, Kelly meninggalkan warung itu sesudah melakukan pembayaran. Ia kemudian naik ke dalam bus dan duduk di salah satu bangku penumpang. Terlihat sepi dan tanpa siapa pun di sana.

"Nona, apakah mau pulang?" tanya supir bus itu yang tak lain adalah Markus.

Kelly lagi tersentak melihat pria itu," Kenapa kamu ada di sini?"

"Aku adalah supir bus, hari ini adalah malam pertama bagiku," jawabnya dengan alasan. Padahal dia hanya mengikuti perintah Morgan.

"Ke tempat perhentian bus saja, setelah itu aku bisa pulang jalan kaki," kata Kelly yang duduk dengan menunduk sedih.

Markus duduk di kursi pengemudi, matanya tidak lepas dari gadis yang duduk di belakang melalui cermin di atas kepalanya. Dia melihat Kelly menundukkan kepalanya dan terdengar isakan tangis yang pelan. Raut wajah Markus berubah sedih, merasa kasihan pada gadis itu. "Apakah dia menangis? Dasar Morgan tidak berguna," gumam Markus dengan nada kesal. Ia merasa kesal pada Morgan yang membuat gadis itu menangis.

Kelly yang mendengar gumaman supir itu, ia pun mengangkat kepalanya dan bertanya, "Morgan?"

Markus menyadari bahwa Kelly mendengarnya, ia pun berpikir cepat untuk mencari alasan yang masuk akal. "Ah...Morgan adalah kangguru peliharaanku. Aku adopsi dari sejak dia masih bayi," jawab Markus dengan alasan yang terdengar lucu.

"Bukankah kangguru ada di Australia, kenapa bisa ada di Los Angeles?" tanya Kelly dengan rasa penasaran, ia sedikit teralihkan dari kesedihannya.

"Sebenarnya, di adopsi oleh temanku, dan karena dia sibuk maka aku yang membawanya pulang," jawab Markus sambil tersenyum, berusaha membuat suasana menjadi lebih ringan.

Kelly mencoba tersenyum mendengar cerita Markus tentang kangguru peliharaannya, meskipun masih terasa perih di hatinya. Markus merasa lega melihat Kelly sedikit terhibur, ia berharap bisa membantu gadis itu melupakan kesedihan yang sedang ia rasakan.

"Apakah dia bisa tinggal di rumahmu?" tanya Kelly.

"Bisa! Dia sangat pintar dan jinak. Walau terkadang menjengkelkan," jawab Markus.

"Kenapa menjengkelkan?" tanya Kelly yang semakin penasaran

"Dia nakal dan keras kepala, dan mirip kepala batu," jawabnya yang merujuk temannya, Morgan.

"Ternyata begitu!" ucap Kelly.

"Untung saja dia tidak curiga, Dasar kepala batu. dia yang bermasalah dengan gadis ini. dan aku yang harus menyamar sebagai supir taksi dan bus," batin Markus

Mansion Zavierson

Morgan melangkah masuk ke mansionnya dengan langkah berat dan muram. Ia segera menuju ke kamarnya, melepaskan dasi yang terasa sangat mengikat di lehernya. Setelah itu, ia melepaskan jam tangan pemberian Zoanna yang tadi ia kenakan di pergelangan tangannya.

Dengan penuh emosi, Morgan meletakkan jam tangan itu di atas meja dengan keras, seakan menyalurkan segala kekesalannya melalui benda itu.

Ia kemudian duduk di tepi kasur, menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan amarah yang memuncak di dadanya.

Dari saku jasnya, Morgan mengeluarkan sebuah box kecil. Ia membukanya dengan perlahan, dan di dalamnya terdapat sebuah jam tangan sederhana. Jam tangan itu adalah kado dari Kelly, yang dibuang gadis itu ke tong sampah. Morgan mengambil kembali jam tangan tersebut, memegangnya erat di tangannya sambil menatapnya dengan tatapan sayu. "Harga jam tangan ini walau tidak mahal bagiku, tapi sudah menghabiskan 3 bulan gajimu. Gadis bodoh," ucap Morgan dengan suara bergetar, terasa sesak di dadanya.

Jam tangan itu kini menjadi simbol dari perasaan Kelly yang tulus dan pengorbanannya.

Morgan menatap jam tangan itu penuh dengan perasaan.

Keesokan harinya, di sebuah restoran yang cukup ramai, seorang pria paruh baya berjalan masuk dengan langkah mantap. Ia duduk di salah satu meja dan melambaikan tangan untuk memanggil pelayan. Kelly, yang tengah membantu melayani pelanggan, segera menghampiri pria tersebut dengan senyum ramah di wajahnya.

"Tuan, silakan dipesan!" sapa Kelly sambil menyerahkan menu makanan kepada pria itu. Namun, begitu melihat wajah pria tersebut, Kelly tiba-tiba terdiam. Matanya membelalak, dan raut wajahnya berubah menjadi penuh kebencian.

Pria itu pun menatap Kelly balik dengan tatapan sinis, seolah mengejeknya. "Kelly Thompson, ternyata kamu bekerja di sini," ujar pria itu dengan nada sinis, membuat Kelly semakin geram.

Dengan menahan amarah, Kelly menggigit bibirnya dan berusaha tetap profesional. "Tuan, silakan pesan menunya!" ucapnya dengan nada datar, berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan benci yang membara di dalam hatinya.

Pria itu tersenyum miring, menikmati situasi tersebut, seolah tahu bahwa Kelly kesulitan menahan emosinya.

"Tidak kusangka, Kamu masih tinggal di kota ini, dan begitu mudahnya mendapatkan pekerjaan. Sebagai seorang mantan narapidana masih bebas berkeluyuran," ucapnya dengan nada sinis.

"Kalau bukan karena hukum dikalahkan oleh kekuasaan, Mana mungkin aku menjadi mantan narapidana," jawab Kelly yang mulai kesal.

Hai, teman-teman! silakan mampir ke Karya tamat dengan judul: Mantan Dijadikan Pemuas Sang Psikopat"