Tolong " teriak seorang wanita bercadar itu ketika mulut berlapis cadar itu didekap seorang pria. setelah berhasil menutup pintu itu ia langsung melempar perempuan itu ke sofa.
Pria asing itu membuka paksa cadar perempuan yang menjadi mangsa saat ini. Ia mendekam wanita ini dengan tubuh besarnya.
pria itu mulai mencium leher wanita itu, gadis itu terus saja memberontak dengan memalingkan wajahnya. Ciuman yang sangat begitu kasar dan sangat brutal.
Ia membuka paksa baju panjang yang perempuan ini kenakan. Dan sekarang nampak perempuan ini itu sudah menampakkan tubuh polosnya tanpa busan.
Gadis itu terus saja memberontak, ia mencoba memukul dan semau cara ia lakukan tapi tidak berhasil. Tenaga pria ini lebih kuat dari dirinya.
Gadis itu terus menangis dan meminta pertolongan. tapi tidak ada sama sekali yang datang menolongnya.
" aku mohon jangan lakukan itu " ucapnya dalam tangisnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon limr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 [ revisi]
Bab Enam
"Dia sangat pandai mengarang cerita... Ummi, Abi, maafkan Aira."
Aira menunduk dalam-dalam. Rasa bersalah menyesakkan dadanya. Ia tak sanggup menatap kedua orang tuanya, apalagi menyela pembicaraan mereka dengan laki-laki yang telah menyakitinya.
"Aira, lihat ke Abi. Apa benar yang dikatakan pria itu?" tanya sang Abi dengan suara dalam dan tegas, nada penuh penekanan.
Aira menggigit bibirnya. Lidahnya kelu. Ia tidak ingin berbohong pada kedua orang tuanya, tapi berkata jujur hanya akan menghancurkan hati mereka. Dan Aira... tak sanggup melukai orang tuanya.
"Iya, Abi," jawabnya pelan, nyaris seperti bisikan, namun cukup untuk didengar.
"Apa kamu siap untuk menikah?" tanya sang Abi lagi. Pertanyaan itu bagai palu godam menghantam dada Aira. Ia ingin diam saja, seandainya itu memungkinkan.
Aira menarik napas panjang.
"Aira siap, Abi."
Ucapannya tegas... tapi hatinya gemetar.
Abi menatap putrinya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.
"Baiklah kalau begitu. Pernikahan kalian lebih baik dipercepat. Kalau niatnya baik, tidak seharusnya ditunda."
Deg.
Aira langsung menatap Abi.
Kenapa terburu-buru? Tapi jika ia membantah, pasti akan muncul pertanyaan baru yang bisa membongkar semuanya. Ia hanya bisa menggenggam gamisnya erat, menahan sesak di dada.
Kenzo mengamati gerak-gerik Aira. Tatapannya tajam, namun sudut bibirnya terangkat sedikit. Senyum tipis muncul, melihat bagaimana semua berjalan sesuai rencananya. Bahkan kedua orang tua Aira tidak menyadari ketegangan putrinya.
"Bagaimana, anak muda?" tanya sang Abi pada Kenzo.
"Saya bersedia. Dan... kapan pernikahan ini akan dilangsungkan?" tanya Kenzo, tenang, seolah ini hanya urusan bisnis baginya.
Aira tercekat.
Astaga, kenapa dia sangat yakin? Kenapa tidak ada keraguan sedikit pun di wajahnya?
"Minggu depan. Di rumah kami," ucap Abi tanpa ragu.
"Baik. Saya setuju. Untuk semua keperluan, biar saya yang urus," jawab Kenzo.
Aira hanya bisa terdiam. Tak ada ruang untuknya menyanggah. Dua laki-laki itu mengatur pernikahannya seolah ia tak ada.
"Kalau begitu, kami akan menunggu kedatanganmu di hari H," ujar sang Abi.
---
Selesai makan malam, Aira dan kedua orang tuanya pulang ke apartemen. Sepanjang perjalanan, tak ada satu pun kata yang terucap. Hanya ada kesunyian yang terasa menusuk di dalam mobil.
Kenapa secepat ini...? Tapi mungkin lebih baik cepat, sebelum semuanya terbongkar. Tapi... apa aku bisa menjalani ini? Hidup bersama pria yang tak kukenal... bahkan mungkin orang yang paling kubenci saat ini...
Air mata Aira jatuh begitu saja, tanpa bisa ditahan. Ia telah berkata jujur, namun dengan cara yang justru membuat semuanya lebih sulit.
Tok tok...
Suara ketukan terdengar dari luar kamar. Aira buru-buru menghapus air matanya, lalu membuka pintu. Ternyata... Ummi.
"Nak, boleh Ummi masuk?" tanya sang Ummi lembut.
Aira mengangguk dan mempersilakan masuk.
"Apa kamu benar-benar siap dengan keputusanmu ini?"
"Iya, Ummi. Aira siap. Aira akan bertanggung jawab dengan semua keputusan ini."
Ummi menatap mata putrinya. Ia mengenal benar sorot mata itu. Ada sesuatu yang disembunyikan.
"Tidak ada yang kamu sembunyikan dari Ummi?" tanyanya pelan.
"Aira tidak menyembunyikan apa pun dari Ummi... maupun Abi," jawab Aira sambil berusaha tersenyum, menyembunyikan luka yang belum kering.
Senyuman itu seakan tulus, seakan penuh kebahagiaan. Tapi hanya Aira yang tahu, itu adalah topeng.
Hebat ya, perempuan... bisa menyembunyikan luka paling dalam hanya dengan senyuman. Walau palsu.
Kadang, perempuan tidak butuh banyak kata. Ia hanya butuh sandaran... dan pelukan hangat.
Sesederhana itu.
***
terimakasih sudah mampir 🤍
jangan lupa like vote and comments 🤍
jangan lupa GIF 🔥
semoga suka 🤍
Lanjut Thor...