Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5 Mati Rasa
Hari-hari Moza jalani dengan penuh kesabaran. Pagi hari dia berangkat kuliah dan sepulang kuliah, dia akan bekerja di sebuah cafe kopi sebagai barista. Moza memang gadis cantik tapi tidak ada yang berani mendekati Moza karena Moza sangat dingin dan tidak pernah tersenyum sama sekali.
Pengalaman hidup yang sangat menyakitkan membuat Moza mati rasa bahkan dia tidak tahu apa itu cinta. Tidak ada cinta dalam hidup dia, dan dia tidak percaya lagi akan yang namanya cinta. Bahkan cinta pertamanya pun berubah hanya karena cinta baru membuat Mamanya stres dan memilih bunuh diri.
"Moz, hari ini kita gajihan rencananya kamu mau ke mana pulang kerja?" tanya Dita.
"Gak ke mana-mana, aku mau pulang saja," sahut Moza dingin.
"Ih, gak asyik banget langsung pulang. Bagaimana kalau kamu ikut aku sama yang lainnya happy-happy dulu," ucap Dita.
Moza mengerutkan keningnya sambil menatap Dita. "Kita mau ke bar, untuk menghilangkan stres. Kamu mau ikut gak? dijamin kalau pergi ke sana rasa stres kita akan hilang," ucap Dita dengan senyumannya.
Moza terdiam, dia sama sekali belum pernah datang ke tempat seperti itu tapi mendengar ucapan Dita membuat dia sedikit tertarik. "Memangnya tempat itu bakalan membuat stres kita hilang?" tanya Moza.
"Tentu saja," sahut Dita.
"Baiklah, nanti aku ikut," ucap Moza.
"Nah, gitu dong," sahut Dita sembari merangkul pundak Moza.
Malam pun tiba.....
Moza dan teman-temannya datang ke sebuah bar ternama. Sesampainya di sana, Moza terlihat meringis dan menutup telinganya karena suara musik yang sangat kencang dan memekakkan telinga. "Ayo, kita masuk!" ajak Dita.
Dengan ragu-ragu, Moza pun masuk. Moza sangat risih karena di dalamnya banyak sekali orang-orang yang mabuk. "Dit, kayanya aku mau pulang gak jadi masuk," ucap Moza.
Dita menahan. "Ngapain pulang? sudah tanggung, mending kita nikmati saja dulu sebentar saja," bujuk Dita.
Akhirnya Moza pun luluh dan ikut duduk di sana. Dita dan teman-temannya memesan minuman yang sedikit beralkohol membuat Moza meringis. "Kalian mau mabuk?" seru Moza.
"Sedikit saja Moza, gak bakalan bikin mabuk kok," sahut Dita.
Lisna memberikan segelas minuman kepada Moza. "Cobain, nih enak loh," seru Lisna.
"Enggak," sahut Moza.
"Ayolah, cobain sedikit," paksa Dita.
Lisna dan Dita seperti sudah biasa dengan minuman itu. Setelah minum, mereka pun mengeluarkan rokok. Moza sampai melongo melihat kedua teman barunya yang di cafe terlihat polos dan baik.
"Kamu tahu Moza, hidup tanpa kasih sayang itu sangat menyakitkan dan ini adalah satu-satunya cara supaya aku tenang untuk sejenak tanpa beban," seru Dita.
"Kamu pasti mikir kalau kehidupan kita baik-baik saja 'kan? padahal hidup kita itu hancur, hanya saja kita pura-pura bahagia supaya tidak ada yang curiga," sambung Lisna.
Dita dan Lisna bangkit dari duduknya, lalu mereka maju ke depan dan berjoged bersama. Moza hanya bisa memperhatikan keduanya, lalu tatapannya beralih ke gelas kecil yang berisi minuman keras itu. Perlahan Moza mengambilnya, dan terus melihat gelas itu.
"Apa benar minuman ini bisa menenangkan?" batin Moza.
Moza sebenarnya tidak mau meminum itu tapi dia penasaran karena kedua temannya terlihat santai dan menikmati. Akhirnya setelah cukup lama berpikir, Moza pun tergoda juga dan mencoba minuman itu. Moza terbatuk-batuk, dia memegang lehernya yang terasa panas.
"Astaga, kenapa tenggorokan aku panas begini?" batin Moza.
Anehnya walaupun rasanya pahit dan tidak enak tapi Moza masih ingin mencicipinya. Dia pun kembali meneguknya sampai tandas. Kepala Moza mulai terasa pusing, tapi yang dikatakan teman-temannya benar kalau pikirannya terasa melayang.
Dari kejauhan, seorang wanita memperhatikan Moza. Wanita itu bernama Una, dia merupakan Manager sekaligus pimpinan bodyguard di sana. Tubuhnya seksi, tapi jangan dikira jika wanita seksi dan cantik itu jago dalam hal bela diri.
"Sepertinya gadis itu pemula, terlihat sekali dengan cara dia minum," batin Una.
Moza mulai hilang kendali, dia pun ikut maju ke depan dan bergabung dengan kedua temannya. Moza sangat senang karena di depan sana ada seorang DJ yang merupakan kesukaan dia. Tanpa sadar, dia naik ke atas dan menghampiri DJ itu.
"Kamu bisa nge-DJ?" tanyanya.
Moza mengangguk. Akhirnya DJ itu memberi kesempatan untuk Moza mencobanya bahkan Una yang dari tadi memperhatikan Moza terlihat kaget sekaligus kagum. "Ternyata dia bisa nge-DJ juga," batin Una.
Dita dan Lisna mabuk parah bahkan keduanya lupa kepada Moza. Keduanya keluar dari bar itu dengan sempoyongan lalu memesan taksi. Walaupun mereka mabuk tapi mereka masih sedikit sadar dan bisa pulang.
Setelah puas nge-DJ, kepala Moza semakin berat dan pusing hingga tidak lama kemudian Moza pun jatuh pingsan. Una berlari menghampiri Moza dan menyuruh anak buahnya untuk membawa Moza. "Masukan saja dia ke dalam mobil saya!" perintah Una.
Una merupakan orang kepercayaan yang punya bar itu. Pemilik bar mewah itu sedang berada di luar negeri dan bar itu sudah legal makanya tidak akan ada polisi yang menggerebek tempat itu. Yang datang ke bar itu sebenarnya kebanyakan kalangan atas bahkan minuman yang disediakan juga merupakan anggur terbaik dari berbagai negara.
Una memperhatikan Moza yang tergeletak di bangku belakang mobilnya. "Ini anak sepertinya banyak masalah banget, dari wajahnya ini anak baik-baik tapi kenapa dia bisa masuk ke bar?" batin Una.
Una terdiam sejenak, dia mengambil tasnya dan mencari KTP di dompetnya dan ternyata KTPnya masih alamat rumah dulu. Una yang memang tidak tahu apa-apa, memutuskan untuk mengantarkan Moza pulang tanpa tahu kalau Moza sudah diusir dari rumah itu. Tidak membutuhkan waktu lama, Una pun menghentikan mobilnya di depan rumah yang terlihat sepi itu.
Una keluar dari dalam mobilnya dan mencoba mengetuk pintu rumah itu. Beberapa saat kemudian, seorang ibu-ibu keluar. "Maaf, mau cari siapa?" tanya Ibu itu ramah.
"Maaf Bu, saya mau mengantarkan anak ibu soalnya anak ibu mabuk," sahut Una dengan polosnya.
"Hah, anak saya? anak saya ada kok di kamar sudah tidur," ucap Ibu itu.
"Lah, terus yang di mobil saya siapa dong? di KTP alamatnya ini kok," sahut Una.
"Coba, saya lihat KTPnya," pinta si Ibu.
Una pun menyerahkan KTP milik Moza, ibu itu melihatnya. "Iya, ini memang alamat rumah ini tapi maaf ini bukan anak saya. Mungkin ini anak pemilik rumah ini sebelumnya karena saya dan keluarga baru saja menempati rumah ini satu bulan yang lalu," jelas si Ibu.
"Oh gitu, kalau begitu maaf saya sudah ganggu," seru Una.
"Tidak apa-apa."
Una pun pamit dan kembali masuk ke dalam mobilnya. Dia menoleh ke belakang, dan Moza masih terlihat belum sadarkan diri. "Aku harus antar dia ke mana? mana gak ada petunjuk lain," gumam Una.