Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Rasanya Aini sudah tak berpijak di bumi. Melainkan sudah terseret ke jurang yang dalam. Saat matanya yang sayu, bertatapan dengan Arjun. Pria yang malam itu sudah mengambil kesuciannya.
"Ehm, Pak Manajer. Aini lagi gak enak badan. Makanya dia gak fokus hari ini. Tolong, Pak. Jangan hukum dia," pinta Fena memohon.
"Gak usah didengerin, Pak. Fena sama Aini pasti udah sekongkol," timpal si karyawati sombong, Greta.
"Hei, wanita usil. Kamu gak usah ikut campur. Aini memang gak enak badan. Ngapain aku harus bohong!" Fena membela sahabatnya.
"Kamu beneran gak enak badan?" tanya Arjun serius. "Ya udah, kalau begitu saya antar ke rumah sakit," tawarnya tanpa ragu.
"Ti-dak usah! Saya masih kuat kok!" sahut Aini takut.
"Ya sudah, kalau begitu ikut saya sekarang. Saya perlu bicara sama kamu!" Arjun menarik tangan Aini. Membuat semua yang ada di sana keheranan.
"Tapi..."
"Kamu mau ikut saya atau mau dipecat?" ancam Arjun menakuti Aini.
"Iya, deh. Saya akan ikut bapak. Tapi tolong, jangan pecat saya. Karena saya masih butuh pekerjaan ini," ucap Aini memelas.
"Nah, seharusnya kamu nurut dari tadi. Kan saya gak akan pakai ancaman segala."
Akhirnya, Aini pun luluh. Dia nampak menoleh ke arah Fena yang juga penasaran, alasannya Aini dibawa oleh sang CEO.
"Huh, pasti si Aini mau menggoda Pak Arjun. Kalian berdua itu sama aja. Sama-sama centil sama cowok tajir dan tampan kayak Pak Arjun itu," tukas Greta kesal.
"Ya, kalau centil memang sifatnya cewek. Tapi kalau kamu, gak tahu malu. Udah jelek, sok lagi!"
"Kamu bilang apa barusan? bilang sekali lagi!" Greta sudah siap memukul Fena.
"Aku bilang, kamu itu jelek. Udah gitu hidup lagi!" tantang Fena tanpa rasa takut.
Greta tidak terima atas ucapan Fena. Dia pun berniat memberikan peringatan terhadap wanita barbar itu. Tapi, kejadian itu sudah lebih dulu dilerai oleh Manajer.
"Greta, Fena. Tolong jangan bikin masalah. Kantor ini sedang kedatangan tamu dari pihak pusat. Apa kalian mau, kalau semua teman kalian gak gajian, gara-gara kekacauan yang kalian buat ini."
"Dia yang duluan, Pak!" tunjuk Greta pada Fena.
"Apaan, sih. Gak Sudi deh gangguin kamu, kalau bukan kamu yang duluan nyenggol aku!" balas Fena tidak mau kalah.
"Kalau gitu, bulan ini gaji kalian berdua dipotong. Habis itu, kalian juga akan didenda karena udah bikin keributan di sini!"
"Huh, rasain kalian berdua. Makanya, jangan suka bikin rusuh!" ejek salah satu karyawan.
"Ini semua gara-gara, Fena. Pokoknya, aku gak mau bayar denda. Kamu aja sendiri yang bayar!" imbuh Greta.
"Ih, ya udah. Tapi aku gak bakal bayar punya kamu ya. Dasar pelit, maunya minta tanggung."
"Gak bisa begitu, Fena. Kamu kan yang bikin semuanya jadi ribet."
Tapi Fena tak peduli sama sekali. Dia meninggalkan Greta yang hanya bisa melongo.
***
"Duduk, Aini!" titah Arjun menunjuk ke kursi.
"Dari mana anda tahu nama saya?" tanya Aini gemetar.
"Kan tadi teman-teman kamu yang bilang. Memangnya kamu kenapa sih? Saya lihat dari tadi kamu memang tidak fokus. Pikiran kamu sedang tidak ada di sini. Apa benar, kalau kamu punya utang?"
"Ti-dak!"
"Jawab yang jujur, Aini. Atau kalau tidak..."
"Kalau tidak apa? Bapak akan memecat saya?" Aini langsung berdiri tegak.
"Bukan! Saya akan cium kamu. Dan akan saja lakukan sesuatu hal, seperti halnya kita berdua di hotel malam itu," ucap Arjun menyeringai.
Cepat-cepat Aini menguasai dirinya. Tidak mau, berlama-lama berada di ruangan ini.
"Pak Arjun, saya minta maaf atas kejadian malam itu. Saya mohon sekali, agar Bapak bisa melupakannya," pinta Aini membuang muka.
"Memangnya kenapa? kamu sendiri kan yang sudah menggoda saya. Bahkan meminta saya, buat menghamili kamu!" timpal Arjun jujur.
"Apa? saya ngomong gitu ke Bapak?" Aini ternganga. "Gak mungkin! itu pasti bohong. Saya memang mabuk, tapi mana mungkin saya akan bicara seperti itu."
Arjun tersenyum, lalu menarik Aini hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya.
"Coba kamu lihat saya baik-baik. Apakah ada kebohongan di wajah saya saat ini? Asalkan kamu tahu, kamu begitu bergelora malam itu. Bahkan saya begitu ketagihan dengan..."
"Cukup, Pak Arjun! Jangan merendahkan saya lagi. Baiklah, saya akui kalau saya khilaf. Sekarang, kalau memang Bapak ingin memecat saya, silahkan. Hidup saya udah gak ada gunanya lagi. Saya harap, ini adalah terakhir kalinya kita bertemu!" tegas Aini bangkit dan meninggalkan Arjun yang membeku.
Pria itu tak habis pikir. Mengapa Aini sangat membencinya. Padahal dia sudah bersusah payah mencari keberadaannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Aini. Kenapa dia seperti sudah tak punya harapan lagi," gumam Arjun.
Melihat sahabatnya keluar dalam keadaan cemas, Fena segera mengejar. Ingin mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi.
"Aini, kamu kenapa? kok malah menangis sih?" tanya Fena lembut.
"Fena, Aku dipecat..." ucapnya sambil menutup wajahnya.
"Apa? dipecat? kok bisa. Memangnya apa salah kamu?" Fena ikut terkejut.
"Dia merasa aku tidak menghormatinya tadi. Sekarang aku benar-benar tak punya apa-apa lagi. Mungkin, ada baiknya aku menerima perjodohan ini."
"Jangan gila, Ai. Aku gak bakalan rela melihat kamu menikah dengan tua bangka itu. Ayo kita temui Pak Arjun. Pasti beliau masih memiliki toleransi."
"Percuma, Fen. Dia malah memaksa aku..."
"Memaksa apa? ngomong yang jelas."
Aini terdiam, dirinya bingung apakah akan jujur dengan Fena.
"Fen, sebenarnya aku dan Pak Arjun sudah..."
"Sudah apa, Ai?"
"Kami berdua..."
"Aini, kamu dipanggil sama Pak Arjun. Ihh, ngapain sih kamu terus yang diajak ketemuan. Kayak gak ada orang lain aja," celetuk seorang karyawati yang nampak kesal.
"Fen, gimana nih. Aku mesti ngomong apa?"
"Kamu jelaskan, kalau kamu butuh pekerjaan ini. Bilang, kalau saat ini ayahmu sedang sakit."
"Hm, baiklah. Semoga saja, Pak Arjun bakal ngerti."
Dengan perasaan galau, Fena mengantarkan Aini. Dia menunggu di luar, memastikan sahabatnya itu baik-baik saja.
Tok tok
"Masuk!"
Ceklek
Wajah Aini memucat manakala memandang Arjun. Gadis itu merasa kalau pria itu masih marah padanya.
"Ada apa, Bapak memanggil saya lagi?" tanyanya tertunduk.
"Kemarilah, Ai. Saya cuma ingin bicara lebih dekat dengan kamu," ucap Arjun dengan suara lembut.
"Bapak tidak akan memecat saya kan? Asalkan Bapak tahu, kalau saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Ayah saya sedang sakit dan butuh biaya operasi."
"Ya, saya paham. Maafkan saya, kalau tadi saya sempat memaksa kamu."
Perlahan Aini mendekat dan duduk di dekat Arjun.
"Aini, sekarang jujur sama saya. Apakah benar kalau kamu gak ingat siapa saya. Coba ingat baik-baik, pernahkah kamu bertemu saya sewaktu kamu masih sekolah dulu?" tanya Arjun mengingatkan Aini
Bersambung...