NovelToon NovelToon
Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Shaa_27

“Gajimu bulan ini mana, Ran? Orang tua butuh uang.”
“Adik butuh biaya kuliah.”
“Ponakan ulang tahun, jangan lupa kasih hadiah.”

Rani muak.
Suami yang harusnya jadi pelindung, malah menjadikannya mesin ATM keluarga.
Dari pagi hingga malam, ia bekerja keras hanya untuk membiayai hidup orang-orang yang bahkan tidak menghargainya.

Awalnya, Rani bertahan demi cinta. Ia menutup mata, menutup telinga, dan berusaha menjadi istri sempurna.
Namun semua runtuh ketika ia mengetahui satu hal yang paling menyakitkan: suaminya berselingkuh di belakangnya.

Kini, Rani harus memilih.
Tetap terjebak dalam pernikahan tanpa harga diri, atau berdiri melawan demi kebahagiaannya sendiri.

Karena cinta tanpa kesetiaan… hanya akan menjadi penjara yang membunuh perlahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shaa_27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perubahan rani

Siang itu, pintu kaca salon terbuka perlahan. Dari dalam, keluar seorang perempuan yang nyaris tak bisa dikenali. Rani—yang tadi masuk dengan wajah sembab, rambut kusut, dan mata sayu—kini melangkah keluar dengan rambut hitam bergelombang indah, kulit yang tampak segar, serta sentuhan riasan tipis yang membuat sorot matanya semakin tajam.

Nadia berdiri di sampingnya, menyilangkan tangan sambil tersenyum puas.

“Nah, lihat dirimu sekarang. Masih mau dibilang perempuan lemah sama mereka?”

Rani menatap bayangan dirinya di kaca mobil yang terparkir. Ada sedikit senyum terukir di bibirnya, senyum yang lama sekali tak ia rasakan.

“Aku… hampir nggak percaya itu aku sendiri,” ucapnya lirih.

Nadia menepuk punggung sahabatnya.

“Percayalah, Ran. Inilah dirimu yang sebenarnya. Mereka yang selama ini merendahkanmu… akan segera menyesal.”

Rani menarik napas panjang. Sisa rasa sakit dari tangisan tadi pagi masih ada, tapi kini ia merasakan sesuatu yang baru—kekuatan. Aura berbeda terpancar dari caranya berdiri, dari sorot matanya yang kini bukan lagi pasrah, melainkan penuh perhitungan.

“Aku sudah terlalu lama jadi korban, Nad. Sekarang giliranku.” kata Rani dengan suara pelan namun mantap.

Nadia tersenyum, matanya ikut berkilat.

“Itu baru sahabatku. Ingat, Ran, balas dendam paling manis bukan dengan teriak atau menangis, tapi dengan membuat mereka sadar… kalau kamu nggak lagi bisa diinjak-injak.”

Rani mengangguk, menatap ke arah jalan pulang. Di pikirannya, ia sudah bisa membayangkan wajah Andi dan ibunya ketika melihat perubahan dirinya. Ia siap—bukan hanya untuk menatap mereka, tapi juga untuk menghadapi dunia dengan dirinya yang baru.

Sore itu, suasana rumah terasa biasa saja hingga suara langkah Rani terdengar dari depan pintu. Andi dan Bu Marni yang sedang duduk di ruang tamu sontak menoleh.

Mata mereka membelalak.

Rani berdiri tegak dengan rambut bergelombang yang tertata indah, wajah segar bercahaya, pakaian sederhana tapi rapi, serta sorot mata yang penuh percaya diri. Bukan lagi Rani yang lusuh, murung, dan mudah ditindas.

Andi refleks berdiri, tatapannya campuran kagum dan tidak percaya.

“Ra… Rani? Kok… kamu…”

Bu Marni langsung menyipitkan mata, nada suaranya sinis.

“Ih, gaya apa ini? Kamu habis dari mana? Salon? Astaga, uang aja pas-pasan masih sempat-sempatnya foya-foya!”

Rani tersenyum miring, langkahnya mantap memasuki ruang tamu. Ia duduk dengan tenang, menyilangkan kaki, lalu menatap mereka bergantian.

“Foya-foya? Hm… mungkin Ibu lupa, selama ini siapa yang kerja banting tulang buat rumah ini. Kalau aku mau sedikit merawat diri, rasanya wajar, bukan?”

Andi terdiam, tak bisa langsung membalas. Rani menatapnya dengan mata tajam, lalu menghela napas panjang.

“Oh iya, Mas…” Rani menekankan panggilan itu dengan nada sarkastis. “Ternyata aku baru sadar. Selama ini aku salah menilai. Kupikir aku menikah dengan lelaki sejati, tapi ternyata… hanya lelaki mokondo.”

Andi tersentak, wajahnya memerah.

“Apa maksudmu ngomong gitu, Ran?!” bentaknya dengan suara meninggi.

Rani mencondongkan tubuh, bibirnya tersenyum tenang.

“Maksudku jelas, Mas. Lelaki mokondo… yang cuma bisa numpang hidup sama istrinya, yang nggak pernah bisa mandiri, apalagi jadi kepala rumah tangga. Lelaki yang keberadaannya cuma bikin beban.”

Bu Marni membanting meja kecil di samping kursi.

“Kurang ajar kamu, Ran! Berani-beraninya ngomong kayak gitu sama suamimu sendiri!”

Rani menoleh perlahan ke arah mertuanya, matanya dingin.

“Kurang ajar? Justru aku sudah terlalu lama diam, Bu. Selama ini kalian pikir aku perempuan bodoh yang bisa diinjak-injak. Kalian lupa… orang sabar ada batasnya.”

Andi mengepalkan tangan, wajahnya menegang. Namun sebelum ia sempat membalas, Rani kembali tersenyum samar.

“Tenang saja. Aku nggak akan bongkar semua kebusukanmu… belum sekarang. Aku masih ingin bermain-main dulu.”

Kalimat itu meluncur dengan tenang, tapi membuat Andi merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya. Bu Marni terdiam sesaat, bingung dengan perubahan Rani yang tiba-tiba begitu percaya diri.

Rani berdiri, menatap mereka dengan tatapan penuh misteri. Untuk pertama kalinya, dialah yang memegang kendali dalam rumah itu. Tanpa banyak bicara Rani melangkah masuk kedalam kamar tanpa memperdulikan mereka.

Malam harinya, meja makan sepi. Hanya ada Rani, Andi, dan Bu Marni yang duduk dengan wajah muram. Biasanya, Rani yang repot menyiapkan makanan, menyingkirkan piring kotor, dan mengurus semuanya. Tapi kali ini berbeda. Rani duduk dengan tenang, sementara makanan sudah tersaji rapi dari hasil pesan antar.

Andi menatap heran.

“Ran… kok tumben beli makanan dari luar? Nggak masak?”

Rani mengangkat alisnya.

“Aku lelah, Mas. Dan mulai sekarang, aku nggak mau lagi buang tenaga untuk orang-orang yang nggak pernah menghargai.”

Bu Marni langsung menyambar, wajahnya masam.

“Astaga, Rani! Kamu itu istri! Tugasmu ngurus rumah, ngurus anak, ngurus suami, juga bantu keluarga besar. Jangan egois!”

Rani tersenyum dingin, lalu menegakkan tubuhnya.

“Salah besar, Bu. Tugas utama istri itu hanya mendampingi suami, bukan jadi mesin uang untuk seluruh keluarganya. Mulai bulan ini, aku berhenti kasih uang bulanan untuk keluarga Andi. Aku juga nggak mau lagi biayai adiknya yang kuliah. Itu tanggung jawab Mas Andi, bukan aku.”

Andi menatap kaget.

“Ran… jangan gitu dong. Kamu tahu sendiri adikku masih kuliah, butuh biaya—”

“Kalau butuh biaya, itu kewajibanmu, Mas.” Rani memotong tajam, matanya menusuk. “Kamu yang harus kasih nafkah. Kamu suami, kan? Atau jangan-jangan aku salah nikah dengan lelaki yang hanya bisa numpang?”

Andi terdiam, wajahnya memerah menahan malu. Bu Marni membanting sendok ke meja.

“Kamu keterlaluan, Ran! Dari dulu kamu yang kerja, kenapa sekarang malah berhenti? Kamu tega sama adiknya Andi? Anak itu kuliah buat masa depannya!”

Rani menoleh, tatapannya penuh ketegasan.

“Masa depan siapa, Bu? Itu masa depan adiknya, bukan masa depanku. Jangan lagi bebankan semua ke aku. Selama ini aku diam, tapi sekarang tidak lagi. Mulai detik ini, aku hanya akan urus diriku sendiri. Kalau Andi mau jadi kepala keluarga, buktikan. Aku menuntut nafkah darimu, Mas.”

Andi mendengus, mencoba membela diri.

“Ran, kamu tahu aku lagi nggak punya kerjaan tetap—”

“Itu bukan urusanku!” Rani membalas cepat, kali ini dengan suara yang lebih keras. “Aku capek, Mas. Bertahun-tahun aku yang tanggung semuanya. Sekarang, giliran kamu yang bertanggung jawab. Kalau nggak sanggup… mungkin kamu memang bukan lelaki.”

Suasana meja makan membeku. Bu Marni hanya bisa menatap Rani dengan kemarahan bercampur tidak percaya. Sedangkan Andi, untuk pertama kalinya, menunduk tanpa bisa membantah.

Rani tahu, ini baru langkah awal. Dan ia sengaja menahan diri untuk tidak menyinggung soal perselingkuhan Andi. Masih ada waktu… ia ingin permainan ini berjalan lebih lama, sampai Andi benar-benar jatuh di hadapannya.

Hening sejenak sebelum Bu Marni memecah suasana.

“Rani, kamu jangan macam-macam. Uang bulanan untuk rumah ini tetap harus ada. Ibu nggak mau tahu. Adiknya Andi juga butuh biaya kuliah. Jangan egois!”

Rani menaruh sendoknya perlahan, menatap mertuanya dengan dingin.

“Bu, aku sudah bilang. Mulai malam ini, aku berhenti. Aku nggak akan lagi menanggung semua kebutuhan keluarga Andi. Adik kuliah? Itu tanggung jawab Mas Andi, bukan aku.”

Andi segera menimpali, wajahnya tegang.

“Ran, kamu jangan begitu. Aku ini suamimu, kamu wajib patuh. Selama ini nggak ada masalah kan? Kenapa sekarang tiba-tiba berubah? Aku minta kamu tetap kasih uang hasil kerjamu untuk keluarga. Kalau nggak, gimana Ibu? Gimana adikku?”

Rani mendongak, menatap Andi tajam.

“Mas, kamu salah besar. Wajibku sebagai istri adalah taat pada suami yang benar-benar menafkahi. Tapi kamu? Nafkah pun tidak pernah. Apa pantas aku masih menanggung semua beban, sementara kamu bahkan nggak bisa jadi kepala keluarga?”

Andi terdiam, wajahnya memerah, tapi Bu Marni segera membela.

“Kurang ajar kamu, Ran! Kalau bukan karena keluarga ini, kamu bukan siapa-siapa! Jangan kira kamu bisa sombong hanya karena bisa cari uang!”

Rani menatap tajam ke arah mertuanya, lalu berkata pelan tapi penuh tekanan.

“Kalau bukan karena aku yang kerja, keluarga ini sudah lama kelaparan. Semua dari keringatku, Bu. Tapi mulai malam ini, selesai. Aku hanya akan urus anakku dan diriku sendiri. Kalian jangan lagi anggap aku sapi perah.”

Andi mengepalkan tangan, menahan amarah.

“Ran, kamu keterlaluan!”

Rani tersenyum tipis, lalu menatapnya lurus.

“Keterlaluan? Tidak, Mas. Justru aku baru mulai melawan. Kalau kamu memang lelaki, buktikan. Kasih aku nafkah. Jangan terus numpang hidup. Karena kalau kamu masih memaksa…” ia berhenti sejenak, suaranya berubah dingin, “…aku yang akan buka semua kebusukanmu.”

Sendok di tangan Bu Marni jatuh menimbulkan bunyi nyaring di meja makan. Malam itu, bukan hanya lauk yang dingin—tapi juga hati Andi dan ibunya yang terasa dicekik. Untuk pertama kalinya, mereka benar-benar merasakan ancaman dari Rani.

1
Sulfia Nuriawati
nodoh keras kepala lg, g bs dengar pendpt y udah jd aja hamba cinta kamprett km Rani bego🐯🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
jd cwek kok bodoh nya minta ampun, g nyadar cm jd ATM bkn cinta oon🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
pny kerja ngapain bertahan dg suami yg kyk gt, mn mertua merongrong lg toxic bnget ni kluarga, cm org bodoh yg mw bertahan, cinta nlh bidoh jgn y dek
penulis_pena: jangan salah kak 🥹banyak banget di dunia nyata kayak Rani 🥹apalagi kakakku beh bodohnya ngalah ngalahin Rani udah dibilang juga masih ngeyel😭dan terbitlah kisah Rani dari kisah nyata kakakku😭
total 1 replies
Ma Em
Rani saja sdh tau kelakuan Andi dan bu Marni msh saja mau pulang kerumah Andi segitu cinta kah Rani pada Andi walau sdh dijual dan hampir dilecehkan bahkan sampai celaka msh saja mau pulang ke rumah Andi , Rani cuma omong doang yg besar tapi tetap saja msh mengharapkan pada Andi si laki mokondo .
Wanita Aries
Haha iya maya km menang tp siap2 aj menderita tinggal sama benalu
Ma Em
Apa hukuman yg akan diterima Surya, Andi dan Bu Marni jgn sampai bebas dari hukuman mereka bertiga apalagi keluarga benalu dan lelaki mokondo berikan dia hukuman yg berat yg akan Andi dan Bu Marni menyesal seumur hidupnya begitu juga dgn si Melati .
Wanita Aries
Rasakan nohh suryo
Nasibmu bakal tragis marni andi ma melati
Wanita Aries
Siap2 tdr di hotel prodeo si suryo marni sama andi
Wanita Aries
Mampuslah itu mereka masuk penjara
penulis_pena: 😭iya ih suka kesel bngt sama keluarga Bu marni
total 1 replies
Wanita Aries
Cerita bagus dan gak membosankan, bikin greget
Wanita Aries
Wah wahh menang lgi si marni tp blm tau jg itu bner hamil ank juragan atau bkn
Wanita Aries
Rasakan noh marni
Ma Em
Biar si Andi dan Bu Marni dapat hukuman yg berat bila perlu hukum seumur hidup , juga pak Surya didakwa dgn pelecehan dan dihukum seberat beratnya biar si Andi dan Bu Marni merasakan hidupnya seperti
di neraka .
penulis_pena: 😭orang licik pasti ada aja akalnya
total 1 replies
Wanita Aries
Semangat trus ran hancurkan hidup andi dan ibunya
Ma Em
Semoga Rani bisa segera benar dari Andi suami mokondo keluarga benalu hdp cuma numpang belagu , lbh baik usir si Andi dan biarkan Andi bertanggung jawab pada Maya karena Maya sdh hamil anaknya Andi biar beban yg Rani tanggung nanti diganti sama si Maya , biar Maya merasakan punya suami Andi dan tdk akan merasakan kesenangan seperti yg Maya impikan .
Wanita Aries
Lanjut thor
Wanita Aries
Rasakan noh si andi dan marni
Wanita Aries
Mantap thor
Wanita Aries
Buat menyesal tu mertua dan suami dajjal
Wanita Aries
Semangat rann
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!