Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabur
Acara khitbah pun di laksanakan hari ini, tepat di hari Sabtu. Semua orang sibuk mempersiapkan semuanya untuk menjamu tamu. Di mulai dari mendekorasi rumah yang di sulap menjadi sangat indah dengan bunga-bunga berwarna putih dan pink yang menghiasinya. Dan juga makanan yang sudah siap di hidangkan untuk menjamu tamu istimewa.
Ummi Salma paling ceria sejak tadi, ia seperti tidak ada capenya menyiapkan acara khitbah ini dari malam sampai pagi.
Sedangkan Amira kini sedang bersiap-siap, lebih tepatnya di paksa bersiap-siap. Wajah ayunya di rias oleh MUA yang Ummi Salma pilihkan. Kali ini Amira terlihat sangat cantik dengan memakai Dress berwarna putih yang elegan dan mewah menghiasi tubuh indahnya. Di lengkapi dengan jilbab berwarna putih yang senada, membuat Amira tampak terlihat cantik dan bercahaya.
Namun tak ada rona kebahagiaan di wajah cantik itu, bibir Amira sejak tadi tak bisa tersenyum. Bahkan matanya sesekali mengeluarkan cairan bening. Hatinya porak-poranda ingin berontak dengan semua perjodohan ini.
"Mashaallah, cantik sekali putri Abii!" Abi Rafiq menatap wajah sang anak dari pantulan cermin di depannya. Ia sampai pangling sendiri melihat kecantikan putrinya.
Amira hanya terdiam dengan bibir yang cemberut sejak tadi. Wanita muda itu tampak terlihat bersedih dan murung.
"Senyum dong, sayang. Dari tadi cemberut terus!"
Amira tersenyum yang di paksakan, Abi Rafiq pun mencium puncak kepala putrinya.
"Sebentar lagi Rayhan datang beserta orang tuanya. Kamu siapkan diri yaa, bicara yang sopan nanti. Jangan tunjukan wajah masam apalagi sampai berkata tidak suka di depan Rayhan."
Amira mengangguk lemas, "Iya, Abi."
"Anak pintar, Abi tunggu di bawah yaa."
"Iya."
Amira menitikan air mata, ia tak tahu harus berbuat apa hari ini. Tubuhnya sudah lemas karena sebentar lagi ia akan resmi menjadi calon dari Rayhan. Ia akui bahwa Rayhan sangatlah tampan, tinggi, mapan, dokter pula. Tapi hatinya sudah terjerat oleh pria bernama Noah. Laki-laki lain sudah tidak menarik di matanya walau sesempurna apapun pria itu.
"Noaahh, please help me!" Amira mengirimkan voice not pada sang kekasih lengkap dengan suara tangisannya.
Tak lama kemudian Noah pun menelfon dirinya.
"Aku sudah ada di bawah!"
"Di bawah mana?"
"Di bawah kamar kamu, liat ke luar!"
Amira melihat ke arah jendela kamar. Benar saja disana terlihat Noah yang sedang menatap ke atasnya.
***
Amira kini berada di dalam mobil bersama dengan Noah. Pria itu membawa Amira ke sebuah hotel untuk Amira istirahat disana. Amira pun sudah berganti baju dengan memakai dress dan jilbab Pashmina yang di pakainya.
"Sayang, makasih yaa udah selamatin aku!" Amira memegang lengan Noah. Menatap pria itu penuh cinta dan kekaguman.
"Sama-sama, sayang. Aku akan lakukan apapun demi kita selalu bersama. Aku mencintaimu dan aku tidak mau kamu menikah dengan laki-laki lain."
Amira tersenyum, lalu kepalanya menyender ke lengan Noah. Kini keduanya sudah berada di kamar hotel.
"Sayang!" Noah menghampiri Amira, pria itu hendak menangkup pipi Amira di dekatkan dengan wajahnya.
"Noah, Maaf. Aku belum bisa!" Amira menepis tangan Noah saat ia tahu pria itu mau menciumnya.
"Kenapa? Kita saling mencintai kan, Amira? Aku juga janji akan menikahimu!" Noah menatap kecewa.
"A-aku takut, Noah. Aku takut dosa!"
"Aarrgghh!" Noah mengacak rambutnya kasar, perasaanya kesal, "Mumpung ada kesempatan, Amira. Kapan lagi kita bisa berduaan seperti ini. Aku udah sabar menunggu untuk menyentuh mu satu tahun lamanya. Aku hanya mau mencium kamu, gak lebih dari itu."
Amira menunduk, "Boleh, tapi kamu harus nikahin aku dulu, Noah. Aku mau menikah dalam keadaan suci tidak pernah ternodai!"
"Lalu apa gunanya pacaran!"
"Banyak hal yang bisa di lakukan selain seperti itu, Noah. Itu perbuatan dosa. Senakal-nakalnya aku, aku masih ingat Tuhan!"
Amira menaruh tasnya di atas kursi. Ia bergerak menjauhi Noah. Namun pria itu kembali menggenggam tangannya dan memaksa untuk memeluk wanita cantik itu. Refleks, Amira mendorong keras dada bidang Noah. Ia tak mau pria itu berbuat lebih padanya.
"Oh shiitt!" Noah menatap kesal Amira.
"Noah, please. Hargai keputusan aku."
"Cuman peluk dan cium. Astaga, Amira. Itu tidak akan terlihat!"
"Tapi Allah maha melihat, Noah. Itu dosa besar!" Amira menggeleng, teguh dengan pendiriannya.
Noah memalingkan wajahnya dari Amira. Ia mengusap wajahnya gusar. Sebagai laki-laki normal ia tak tahan berduaan dengan wanita cantik seperti Amira di dalam hotel seperti ini.
"Maaf, jangan marah!" Amira memegang lengan Noah. Menatap pria yang menjadi kekasihnya itu dengan raut wajah sendu.
Noah menghela nafas, ia mengatur emosinya untuk bisa stabil kembali. Matanya menatap teduh Amira. Ia pun mengangguk dan kembali tersenyum. Tangannya menggenggam tangan mungil Amira.
"It's okay, aku menghargai mu. Maaf tadi aku terbawa nafsu!"
"Makasih, sayang!" Amira menatap Noah penuh cinta.
***
Amira melihat ada beberapa panggilan tak terjawab di handphonenya. Namun ia sengaja mematikan handphonenya agar tidak ada yang mengganggunya.
Ia kini duduk berdua dengan Noah, menatap layar kaca menonton film favorit bersama. Mulutnya sibuk mengunyah cemilan kesukaannya yang di belikan Noah. Begitupun Noah yang terlihat sangat Asyik menikmati waktu berdua.
"Lihat, sayang. Lucu banget si Frans!" Amira tertawa renyah melihat adegan lucu dalam film tersebut.
"Hahahaha!" Noah tertawa keras.
Amira menyenderkan kepalanya di bahu gagah Noah, "Seneng deh bisa berduaan sama kamu, sayang!"
"Apalagi aku, jarang-jarang kita bisa berdua gini kan, apalagi di hotel." Noah mengusap lembut pipi Amira.
"Kenapa yaa perjalanan kita rasanya sulit sekali. Aku maunya sama kamu, Noah. Karena menikah itu seumur hidup, jadi aku gak mau menghabiskan waktuku dengan orang yang aku tidak cintai."
"Hmmm, mungkin ini ujiannya. I don't Know. Yang pasti orang tuaku selalu welcome siapapun orang yang menjadi pacarku." Noah menghela nafas.
"Maafkan orang tuaku yaa, sayang."
"Of course!" Noah mengangguk menyematkan senyuman hangat pada Amira. Amira pun kembali bersandar di bahu kokoh itu.
Suara ketukan pintu yang keras mengagetkan keduanya. Suara laki-laki terdengar sampai ke dalam ruangan. Amira dan Noah saling menatap terkejut. Terutama Amira, rasa takut seketika menyelimuti hatinya.
"Siapa?" Noah berteriak.
"BUKAAA!"
Suara seorang pria berhasil membuat tubuh Amira bergetar ketakutan. Dengan berani Noah mengayunkan langkahnya untuk membuka pintu kamar itu. Dan baru saja ia membukanya, satu Bogeman kini bersarang di rahang kokohnya membuat ia tersungkur ke lantai.
"Laki-laki kurang ajar!"
Buk buk
Noah tak bisa berdiri, ia di hajar habis-habisan hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Kakak, udah!" Amira bergetar ketakutan. Ia berusaha menghentikan Rasyid yang saat ini seperti sedang kesurupan.
Rasyid menatap marah padanya. Pria tampan dan sabar itu kini mencengkram lengan Amira.
"Beraninya kamu pergi bersama pria nakal ini ke hotel, Amira!" Teriak Rasyid dengan wajahnya yang memerah menahan amarah.
"Awsshh, sakit, Kak." Amira meringis.
"Sakit ini tak seberapa di banding sakitnya, Ummi. Dia masuk ke Rumah Sakit karena kamu, Amira!"
Untuk pertama kalinya Rasyid marah besar. Ia hendak melayangkan pukulan pada adik perempuannya tersebut karena rasa kecewa yang teramat dalam. Namun ia urungkan, karena ia masih punya hati dan tidak mau melukai adik perempuan satu-satunya.
"U-Ummi masuk ke Rumah Sakit?" Amira mendadak lemas mendengarnya. Air matanya luruh membasahi pipinya.
"Iyaa, puas kamu!"
"Gimana keadaan Ummi sekarang, Kak. Ayo kita lihat Ummi!" Rengek Amira panik.
"Pulang sekarang!" Teriak Rasyid.
Amira pun membawa tasnya seraya mengusap kasar air matanya. Ia keluar dan menatap Noah sekilas karena Rasyid menyeretnya dengan cepat.
"Jangan pernah dekati adik saya lagi, atau saya akan membuat pelajaran lebih dari ini!" ujar Rasyid menatap Noah penuh kebencian. Telunjuknya tak henti menunjuk-nunjuk wajah Noah yang saat ini terlihat lemas karena pukulan yang sangat keras di seluruh bagian wajahnya.
"Maafkan aku, Noah!" Amira melambaikan tangan dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya. Noah pun hanya bisa mengangguk seraya mengusap sudur bibinya yang berdarah.
***
Di mobil Amira tak henti menangis, wanita muda itu merasakan khawatir pada sang Ibu yang kini sedang di rawat di Rumah Sakit. Belum juga ia harus menghadapi kemarahan Rasyid yang sejak tadi tak berhenti memarahinya. Rasanya saat ini dunia seperti menimpanya hidup-hidup. Tubuh Amira mendadak lemas, ia tak menyangka semua ini akan menjadi serumit ini.
"Kakak gak nyangka kamu keterlaluan, Amira!" Rasyid terlihat marah. Pria itu bahkan memukul setirnya beberapa kali melampiaskan amarahnya.
"Maafin aku, Kak." Amira menatap sendu penuh rasa penyesalan.
"Kamu pikir pakai otak, Amira. Laki-laki baik mana yang mengajak seorang wanita ke dalam hotel?"
"Tapi aku gak ngapa-ngapain, Kak. Kita cuman cari tempat buat istirahat!"
Rasyid menggelengkan kepalanya, "Bohong kamu, sudah di apakan kamu sama pria itu? Jawab jujur!"
"Amira gak bohong, Kak. Amira gak ngapa-ngapain."
"Kamu keterlaluan, Amira. Astagfirullahalaidzim!" Rasyid mengusap wajahnya gusar, ia tak tahu lagi harus bagaimana cara mendidik adik perempuannya itu. Baru saja belum genap satu bulan di Indonesia, adiknya itu sudah banyak bikin ulah.
"Kamu gak mikir jauh, Amira. Kamu itu sebentar lagi akan menikah. Bagaimana jika terjadi apa-apa padamu. Kita gak tahu Rayhan akan menerima mu apa nggak. Kalau melakukan tindakan itu pikir pakai logika."
"Kakak gak mau tahu, rahasiakan ini dari Ummi dan Abi, terutama dari Rayhan," sambungnya.
"Iya, Maafin aku, Kak!" Amira memegang lengan Rasyid. Menatapnya penuh permohonan.
"Kakak gak tahu lagi harus gimana ngasih tahu kamu. Kamu pikir dong, bagaimana kalau laki-laki itu macam-macam sama kamu. Kamu bisa apa?"
"Noah baik, Kak. Dia udah tahu kalau Amira gak mau di sentuh!"
"Astagfirullah, kamu itu polos dan juga oon. Kakak mu itu laki-laki, Amira. Kakak tahu isi otak laki-laki."
"Tapi Noah beneran baik, Kak. Dia janji mau nikahin Amira sebentar lagi. Tunggu satu tahun lagi aja, Kak. Amira cuman gak mau nikah sama laki-laki yang gak Amira cintai, Kak. Menikah itu seumur hidup!"
"Maka dari itu nikah itu seumur hidup. Dan kakak ngga mau kamu menikah dengan laki-laki yang menyesatkan kaya dia!" Rasyid memukul setirnya, ia menyandarkan tubuhnya menatap jalanan yang tampak macet itu. Ia membuang nafasnya kasar, lalu menatap Amira penuh kecewa.
"Berhenti membahas laki-laki itu lagi, Amira. Ini kesempatan terakhir kamu. Kalau kamu berhubungan lagi dengan laki-laki itu sudah Kakak pastikan akan memberikan mu hukuman berat. Kalau perlu kamu Kakak kurung di kamar selamanya."
"Kakak jahat!" Amira menangis sesegukan.
"Terserah kamu menganggapnya apa." Rasyid melajukan kembali mobilnya menuju Rumah Sakit. Tak memperdulikan Amira yang menangis. Rasa kecewanya teramat besar pada adik perempuannya tersebut.
***
Amira sudah berada di Rumah Sakit, ia melihat Ibunya tengah terbaring lemah di atas ranjang dengan infusan yang menghiasi tangannya. Amira duduk di samping sang Ibu lalu memeluk wanita yang telah melahirkannya itu.
"Maafin Amira, Mi. Amira udah buat Ummi sakit!" Amira menitikan air matanya.
"Abi kecewa sama kamu." Abi Rafiq menatap Amira penuh penekanan. Ia berdiri di sebelah putrinya itu yang selama ini selalu ia sayangi ternyata mengecewakannya.
"Maaf, Bi. Sekali lagi maaf!"
"Kamu bikin malu Ummi dan Abi. Untungnya calon mertua kamu itu masih keluarga kita. Jadi mereka bisa memaklumi semuanya. Jadi kamunya yang harus tahu diri, Om Basir dan Tante Asma sangat menyayangimu. Mereka memaklumi semuanya sifat kekanak-kanakan mu. Kamu harusnya bersyukur, Amira. Astagfirullah!"
Tak lama kemudian seorang pria bertubuh tinggi kini datang dengan jas putih yang di kenakan nya. "Assalamualaikum."