"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Adel tersenyum manis melangkah dengan penuh percaya diri, mengenakan rok pendek yang membalut tubuhnya dengan sempurna, memamerkan keindahan kakinya yang jenjang. Tanktop ketat yang sedikit menggantung di atas pusarnya semakin menonjolkan lekuk tubuhnya, memperlihatkan kulitnya yang mulus. Setiap langkahnya diiringi dengan dentingan halus high heels yang ia kenakan, menambah kesan elegan sekaligus menggoda. Di tangannya, sebuah tas berdesain feminin bergelayut santai, menjadi pelengkap sempurna bagi penampilannya yang memancarkan daya tarik tanpa usaha berlebihan. Pandangan mata yang lewat tak bisa tidak tertarik,
sementara dia tetap melangkah dengan anggun, hingga tiba didepan pintu kamar bima. Gadis itu berdehem dan.
Tok!
Tok!
Adel mengetuk pintunya. "Ayah! Ayah!" Teriak Adel dari luar sambil terus menggedor pintu kamar sekencang-kencangnya.
"Sabar del! Ini bentar lagi!" Sahut bima berteriak dari dalam kamar,
"Lama banget sih, yah! Aku aja yang cewek gak selama ayah!" Teriak Adel lagi marah-marah dari luar.
"Bentar! Sabar dikit Napa del!" Balas bima dengan nada kesal dari dalam kamar.
"CK, lama banget sih yah! Kayak cewe-"
Ceklek!
Ucapan Adel terpotong, saat Bima membuka pintunya. Tatapan Adel menelisik penampilan bima dari atas sampai bawah, mata gadis itu tak berkedip, ia terpesona dengan penampilan bima, bahkan mulut sampai mengganga lebar, sangking kagumnya. ayahnya itu mengenakan kaos putih polos yang melekat pas ditubuhnya, sebuah jaket kulit berwarna hitam stylish, membalut tubuhnya, menciptakan kesan keren dan misterius. Sebuah topi yang dikenakannya menutupi rambutnya yang gondrong. Adel si gadis ini tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah bima yang terlihat tampan, bahkan ketampanan ayahnya itu semakin berlipat-lipat disaat berpenampilan seperti ini.
"Kamu kenapa lihat ayah sampe segitunya del? Awas tuh ilernya tumpah!" Canda bima, Adel tak menyahut, ia masih tersihir oleh pesona ayahnya.
"Ta-tampan!" Ucap Adel terbata-bata.
Bima menautkan kedua alisnya dan berdehem keras menetralisir rasa gugupnya, hingga Adel yang sedang terpana dengannya, terperanjat.
"Kamu kenapa muji-muji ayah del?" Tanya bima memicingkan matanya.
"Ehh, siapa yang muji-muji ayah, jangan geer ya, jadi orang! Aku lagi.... Lagi haluin idol aku yang tampan tadi!" Elak Adel membuang mukanya yang memerah kesembarang arah.
Bima mendesah pelan. "Makanya, jangan kebanyakan halu jadi orang! Del, gini kan jadinya kalo kebanyakan ngehaluin artis favorit kamu itu.cepet-cepet cari pacar sana, biar gak halu lagi!" Kata bima geleng-geleng kepala.
Adel mendelik sinis kearahnya. "Ayah saja sana yang cari istri, gak usah nyuruh-nyuruh Adel cari cowok!"
Bima melotot sempurna. "Serius ayah boleh cari istri nih? Wahhh, sebuah kesempatan langka yang gak boleh ayah sia-siakan ini! Makasih udah ngizinin ayah cari istri del!" Jawabnya dengan senyuman merekah.
"Cari aja kalo berani, palingan aku gantung ayah pake tali!" Ancam Adel tak suka, sontak senyum bima lenyap bak ditelan bumi.
"Ka-"
"A-ayo kita berangkat yah! Jangan bikin aku tambah kesel deh!" Ajak Adel menarik tangan bima dengan wajah geram. Bima menghela nafas pasrah, mengikuti setiap langkah Adel hingga keluar rumah.
Tatapan bima menelisik penampilan Adel disela langkahnya. Dengan cepat bima memberontak, sampai menghentikan langkah Adel, gadis itu berbalik, mendongak bima dengan dahi berkerut.
"Yang bener aja kamu pake baju kayak gini! Kamu niat belanja atau apa del?" Ujar bima, sorot matanya tajam.
Adel menurunkan pandangannya mengamati penampilannya. "Emang kenapa sih yah? Penampilan aku biasa-biasa aja kok! Normal-normal aja, salah ya?" Tanya Adel dengan senyuman penuh arti.
"Normal? Kamu bilang normal? Del sadar! Penampilan kamu itu bisa menggoda banyak laki-laki diluar sana! Ayah tahu cara pandang laki-laki itu seperti apa! Karena ayah juga seorang laki-laki!" Tegas bima yang gregetan sama anaknya ini, ia saja hampir tergoda dengan pakaian Adel. Apalagi laki-laki lain diluar sana, pasti mereka akan menatap Adel dengan tatapan lapar. Untung saja bima masih punya akal sehat, dan menggangap Adel itu anak gadisnya yang harus ia jaga.
"Tadi ayah ngomong tau cara pandang laki-laki, berarti Ayah tergoda sama Abel?" Tanya Abel memicingkan matanya.
Bima mendesah pelan, ia tak menjawab, dengan kekeselam yang memuncak, bima menarik pergelangan tangan Adel, membuat anaknya itu meringis dan berteriak-teriak, namun bima tak peduli, ia tetap menariknya. Setibanya didalam rumah, bima menyeret Adel kedepan pintu kamar milik anaknya.
"Yah! Kenapa sih yah! Apa salahnya kalo Adel pake pakaian kayak gini!" Rengek Adel.
"Kalo kamu mau pergi sama ayah! Ganti bajunya!" Nafas bima memburu.
"Yah!" Rengeknya lagi.
"Ganti atau kita gak jadi berangkat! Pilih mana!" Ancam bima, serius.
Adel menghela nafas kasar, ia berbalik seraya menghentakan high heelsnya kelantai, sampai masuk kedalam kamar, gadis itu menatap tajam bima dan membanting pintu secara kasar. Bima terperanjat dan mengelus dadanya berulang kali.
'gini amat punya anak cewek! Bisa stress lama-lama gue kalo tinggal seumur hidup sama dia!' gerutu bima dalam hati.
Adel keluar dari dalam kamar, dengan pakaian yang lebih tertutup. Wanita itu berdiri, raut wajahnya cemberut tanpa mau menatap sang ayah yang sedang tersenyum mengamati penampilannya.
"Nah, gini kan! Cantik!" Kata bima menepuk-nepuk kepala Adel.
Adel tak menjawab, ia masih ngambek. Bima menghela nafas panjang melihat wajah anaknya yang masih bete. Dengan gerakan lembut, ia menggenggam tangan anaknya, Membawanya keluar rumah tanpa banyak berbicara. Disepanjang melangkah, tatapan Adel terus menerus memerhatikan tangannya yang digenggam oleh ayahnya, senyum tipis terbit dari wajah cantiknya, dengan penuh perasaan, Adel mengeratkan genggamannya, tubuhnya merapat, menyandarkan kepalanya dibahu sang ayah.
Setibanya di supermarket, Adel dan bima masuk kedalam. Bima mengambil troli dan mendorongnya, sedangkan, Adel berjalan disebelahnya.
"Yah! Rangkul pinggang adel dong!" Rengeknya manja.
"Emang ayah pacar kamu apa, pake rangkul-rangkul pinggang kamu!" Sahut bima memutar bola matanya.
Adel menggerutu kesal, meraih tangan kiri bima, memaksanya untuk merangkul pinggangnya, bima ingin menarik tangannya, namun, Adel menahannya dengan kedua tangannya. Tak membiarkan rangkulan itu terlepas, bima hanya bisa menghela nafas pasrah. Ingin sekali ia mengumpat dan berteriak-teriak disini, karena, anak gadisnya itu yang makin hari, makin menyebalkan. tetapi niatnya untuk berteriak ia urungkan. Malu dengan para customer yang sedang berbelanja.
Disela-sela berbelanja, bima terus didatangi oleh para wanita muda, seumuran dengan Adel. Pria itu digoda-goda oleh para perempuan, ada yang meminta nomornya, ada yang genit dan menembaknya untuk dijadikan pacar dan banyak lagi godaan dari para wanita yang menghampirinya, membuat Adel kesal dan marah-marah, hingga ribut dengan para wanita yang menggoda ayahnya itu. Adel mengaku bahwa bima itu suaminya sendiri kepada kaum hawa, bima yang mendengarnya, hampir tersedak ludahnya, sangking tak percaya.
'ah, mungkin, dia sengaja, biar gue gak digodain sama orang lain.' batin bima positif thinking.
Adel memilih kebutuhan pokok sambil terus menggerutu sengit, wanita itu sampai melempar barang-barang secara asal kedalam troli.
"Del, jangan dilempar-lempar, nanti rusak!" Tegur bima yang mendapat tatapan tajam dari Adel.
"Ayah senengkan digoda-godain sama cewek-cewek tadi? Hah?" Tuduh Adel berteriak, membuat tatapan para pengunjung mengarah pada keduanya. Bima yang ditatap seperti itu tersenyum canggung dan menoleh kearah Abel dengan raut wajah kesal.
"Del! Kamu apa-apaan sih! Jangan teriak-teriak disini dong! Kamu gak lihat banyak orang disini?" Marah bima.
Adel memegang dadanya sangking terkejut, hatinya sakit sekali, seolah dihantam sembilu. ia tak percaya dengan bima yang berani memarahinya didepan umum.
Air mata mengenang dikelopak matanya, sekuat tenaga ia menahannya. "Ayah jahat!" Teriak Adel, melonggos pergi meninggalkan bima yang memegang troli.
"Del!" Teriak bima menyusulnya dan mencekal pergelangan tangannya.
"Lepasin! Aku gak mau belanja lagi! Aku mau pulang aja!" Pekik Adel dengan tubuh gemetar.
Bima terdiam dengan raut wajah bersalah, perlahan ia menarik Adel, membawanya kedalam pelukannya, tangannya mengelus-elus kepala sang anak yang sedang menangis tersedu-sedu. Bima berusaha menenangkan anaknya itu. Setelah dirasa tenang, bima dengan lemah lembut, meminta maaf, namun Adel tak menyahut ya,
"Del, maafin ayah!" Kata bima lagi dengan raut wajah memelas.
Adel mendesah pelan. "Ayo kita belanja lagi!" Ajak Adel tanpa mau menjawab permintaan maaf bima.
Bima mengusap wajahnya kasar dan mengayunkan langkahnya kembali. Pria itu mendorong trolinya kembali, dengan satu tangannya yang merangkul pinggang Adel yang terus menahannya sedari tadi. Tangan bima terus ditahan olehnya. Anak dan ayah itu jadi pusat perhatian pengunjung, mereka menggangap kedua orang itu, pasangan romantis. Bisik-bisikan demi bisikan tertuju pada kedua orang itu, namun bima tak peduli, sedangkan, Adel terus tersenyum penuh arti.
"Del, tangan ayah pegel banget deh! Udah ya rangkul-rangkulnya!" bima yang merasa tangannya pegal dan keram, dengan cepat hendak menariknya.
"Jangan dilepas, gini terus yah! Biar gak ada yang goda-godain ayah lagi!" Kata Adel memegang dan menahan tangan bima.
'argggghhhh!! Pegel banget tangan gue set4n!' keluh bima mengumpat dalam hati, sangking emosinya.
Bima dan Adel berjalan menyusuri lorong-lorong supermarket, memilih dengan cermat kebutuhan pokok yang mereka perlukan. Sesekali, Adel meraih barang dari rak, menyerahkannya kepada Bima, yang memasukkannya ke dalam troli. Setelah memastikan semua yang mereka butuhkan sudah lengkap, mereka menuju kasir, membayar, lalu berjalan keluar dengan kantong belanja di tangan.
Namun, sebelum mereka benar-benar meninggalkan tempat itu, sebuah suara memanggil.
"Bima?"
Bima menoleh, begitu pula Adel. Dua pria paruh baya berdiri tak jauh dari mereka—sosok yang tak asing bagi Bima. Keduanya adalah pebisnis sukses, lebih berpengaruh darinya. Sebuah senyum ramah terukir di wajah mereka saat mereka melangkah mendekat.
"Eh, pak Albert, Bu Vera!" Sapa bima menggulurkan tangannya.
Albert dan Vera menjabat tangan bima bergantian.
"Kamu lagi belanja juga disini Bim?" Tanya Albert basa-basi.
"Iya, pak! Saya lagi belanja. Sama..... Anak saya!" Kata bima melirik Adel.
Albert dan Vera mengikuti arah pandangnya. Mengamati Adel dari atas sampai bawah.
"I-ini anak kamu bima?" Tanya Albert hampir tak percaya. Bima mengganguk pelan.
"Anak kamu cantik juga ya, Bim!" Kata Vera tersenyum manis. Adel membalas senyumannya.
"Boleh kenalan dek?" Tanyanya yang diangguki Adel.
Kedua perempuan itu menjabat dan berkenalan, Adel hanya sebatas berkenalan, karena, dirinya canggung sekali dengan orang baru. Vera mengajak Adel bercakap-cakap, Adel menjawab singkat dan apa adanya membuat Vera kesusahan mencari topik. Disela-sela percakapan, tatapan Vera tak sengaja menangkap sebuah liontin yang terpasang dileher adel.
Vera terdiam, dahinya mengerut, matanya memicing, mengamati sebuah liontin itu. Tatapannya sejenak membeku, bibirnya sedikit terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu.
"Yah! Pulang yuk!" Rengek Adel mengguncang lengan bima.
Pria itu tersenyum canggung. "Del!" Tegur bima tak enakan.
"Om, Tante, kita pamit dulu ya, byeee! Semoga bisa bertemu kembali!" Kata Adel berpamitan, setelahnya menarik bima dan meninggalkan kedua orang itu yang melambaikan tangannya.