"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TICO
Sial..
Alle merutuk dalam hati ketika mendapati mobilnya mogok ditengah jalan yang cukup sepi, dia terlalu larut dalam kesedihan hingga tak ingat waktu dan alhasil dia kemalaman ditamba lagi nasib sial yang dia terima, dia yang tidak tau otomotif tentu saja tidak tau apa yang terjadi dengan mobilnya yang tiba-tiba macet.
Bensinnya masih penuh, dia rutin membawah mobilnya ke bengkel, rasa kesalnya bertambah ketika ingin menghubungi montir langganannya namun ponselnya lowbet dan dia lupa membawah powerbank.
Dia menatap sekeliling, jalannya sangat sepi dan banyak pepohonan yang cukup banyak, bahkan hanya beberapa motor yang lewat padahal baru jam 8 malam.
Dengan rasa takut Alle menuju mobilnya dan buru-buru masuk.
Tubuhnya gemetar, dia bingung harus bagaimana dia takut jika ada orang jahat berbuat tidak baik padanya.
"Kak Ares tolong aku." gumamnya dengan mata terpejam, dia sangat takut dengan keadaan ini, tidak bisa berbuat banyak. Rumahnya masih jauh jika pun berjalan kaki jalan didepannya cukup gelap dan pastinya sepi.
Jika dia dulu bersama Ares, jika Alle tidak bisa dihubungi pasti Ares mencarinya dan alhasil dia pasti menemukan belahan jiwanya, tapi itu dulu. Sekarang dia berharap bantuan pada siapa, sekarang Ares sudah ada yang harus dia jaga.
Tubuhnya masih gemetar.
Tok.... Tokkk... TOkk...
Tubuh Alle semakin gemetar dengan hebat, gadis itu memejamkan matanya erat sembari meremas ujung dress-nya sangat kuat.
"Alle."
Mendengar orang itu memanggil namanya membuatnya menoleh, ditengah cahaya dari lampu jauh dari sebrang jalan dia melihat wajah yang tak asing meskipun tidak terlalu terlihat.
"Kak Tico." cicit Alle takut-takut, dengan tangan yang masih gemetar gadis itu membuka pintu.
Ketika pintu dibuka Alle sedikit bernafas lega ketika melihat laki-laki itu benar-benar orang yang dikenalnya meskipun wajah laki-laki itu begitu datar.
"Kenapa?"
"Ngak tau, tiba-tiba mati kak."
Alle menyingkir ketika Tico ingin mengecek mencoba menstater mobilnya beberapa kali, namun tetap tidak bisa. Lalu laki-laki dingin itu keluar dan membuka bagasi mencoba mengecek, baru beberapa detik laki-laki itu kembali kedalam mobilnya dan membawah sebuah kotak yang diyakinkan Alle adalah sebuah kotak yang berisi perkakas alat untuk memperbaiki mobil.
Alle mendekat ke arah Tico, sedikit kepo dengan apa yang dia lakukan itu.
Hingga disuatu titik dia terpaku pada wajah Tico, laki-laki itu tidak begitu akrab dengannya, selain dia yang tak biasa berteman dan akrab dengan laki-laki lain, Tico juga type laki-laki yang cuek dan tidak peduli dengan sekitar.
Wajah tampan, bahkan sangat tampan seperti Ares tak heran mereka dijuluki Most Wanted dikampusnya.
"Tunggu didalam aja."
Alle sedikit tersentak ketika didalam lamunan tiba-tiba saja suara Tico memecah keheningan.
Gadis itu sedikit menunduk malu, ketika ketahuan melihat wajah Tico sampai melamun namun laki-laki itu terlihat tak mengahlikan pandangannya sedikitpun dari aktifitasnya.
Alle segera masuk kedalam mobil, seperti yang di perintahkan Tico.
30 menit berlalu, Alle merasa bosan dan ngantuk. Jam ditangannya menunjukkan pukul 9 malam.
Dilihatnya kepala Tico yang sedikit terlihat menandakan laki-laki itu belum selesai dengan pekerjaannya, Alle sangat bersyukur dengan adanya Tico yang tiba-tiba mungkin tidak sengaja melihatnya dan dengan baik hati menolongnya.
Baru saja memejamkan matanya yang sudah cukup berat tiba-tiba Alle dikagetkan dengan suara sesuatu yang ditutup dengan cukup keras.
Tico berjalan disisi kemudi Alle.
"Coba nyalain." perintahnya tanpa basa basi.
Alle segera menyalakan mobilnya kembali dan alhasil langsung bisa tanpa percobaan kedua dan ketiga.
Alle tersenyum senang, baru saja akan berucap terima kasih, Tico telah berjalan kemobilnya yang berada dibelakang Alle. gadis itu segera menyusul.
"Kak terimakasih."
"Hem, Lo diluan."
Alle segera mengangguk dengan wajah bersinar karna mobilnya bisa digunakan kembali.
Tanpa diketahui Alle, diam-diam Tico mengikuti Alle dari belakang, dia cukup kasihan dengan gadis itu takut terjadi apa-apa dijalan mengingat ini sudah malam dan jalanan dilewati cukup sepi.
Tadinya dia baru pulang dari Bar, dimana Andre, Leo dan juga Ares ada disana. Mereka terbiasa minum meskipun tidak sampai mabuk dan tidak main perempuan.
Dia pulang lebih awal dari teman-temannya karna mendapat telpon dari Mamanya ingin makan martabak, dia yang memang hanya mempunyai Mama pun segera pulang dan menuruti kemauan Mamanya. Namun siapa sangka ditengah jalan dia melihat mobil yang tak asing dimatanya tengah dipinggir jalan malam-malam dan ditempat yang sepi, dan benar saja ketika melihat kedalam dia melihat Alle yang sangat ketakutan.
Mengenai urusan asmara sahabatnya sebenarnya dia tak cukup peduli, selama bersama Ares dia sering sekali membawa Alle ketempat tongkrongan mereka, yang dia ketahui Alle cukup tertutup, dan pernah sekali Andre tak sengaja menyentuhnya dia sampai gemetar sangat takut.
Dan Tico yakin, dia sempat trauma dengan laki-laki. Kecuali Ares. Yah mungkin karna Ares yang cukup dekat dengannya dan mampu membuat traumanya sedikit berkurang.
Setelah dirasa Alle tempat yang dilalui cukup ramai Tico segera berbalik dan mencari penjual martabak yang masih buka.
*********"
Ares termenung ditaman rumahnya, dia menatap ponsel yang baru saja dihubungi Kara jika wanita itu menginginkan brownies yang didekat kampus. Setelah menghela nafas yang cukup dalam, akhirnya Ares bangkit menuju garasi dan mengambil mobil untuk membelikan apa yang Kara inginkan.
Setelah beberapa menit menjalankan mobilnya, akhirnya Ares sampai ditempat langganan brownies yang sebenarnya dia dan Alle sering kesini.
Mengingat nama itu Ares kembali direndung perasaan bersalah, namun dia memang tidak menyesal karna memang ini jalan yang seharusnya yang jadi utamanya sekarang adalah Kara dan calon anaknya.
"Ini den browniesnya."
Ares tersentak lalu mengambil dompet untuk membayar pesanan yang telah diberikan kepadanya.
"Ini bi, terima kasih."
"Iyah den, tumben ngak sama Non Alle?"
"Ah." Ares terlihat gelagapan. "Ah, Alle sedang dirumahnya bibi."
"Oalah, biasanya juga berduaan Mulu kayak prangko." canda wanita parubaya itu lagi.
"Yaudah bi, saya diluan."
"Iyah den, hati-hati."
Setelah berpamitan pada bibi pemilik warung, Ares segera mengemudikan mobilnya menuju rumah Kara yang memang cukup jauh dari rumahnya.
Setelah sampai pagar rumah wanita itu Ares segera menelponnya, dan langsung diangkat oleh Kara.
"Hallo Kara, aku sudah sampai di depan rumah kamu, kamu bisa ambil?"
"Ah, maaf Ares kaki aku lagi kebas, kamu bisa ngak antar dirumah aku."