NovelToon NovelToon
Bu Fitri Guru Terbaik

Bu Fitri Guru Terbaik

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Karir
Popularitas:880
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Guru Baik dan Guru Galak

"Anak-anak, ada yang ingin ditanyakan mengenai unsur-unsur novel yang sudah Ibu jelaskan tadi?" tanya Fitri, menyapu pandangan ke seluruh kelas.

Beberapa siswa mengangkat tangan, antusias ingin bertanya. Fitri menunjuk salah satu dari mereka. "Ya, silakan."

"Bu, saya masih bingung tentang perbedaan alur dan plot dalam novel," ujar seorang siswa.

"Pertanyaan bagus," puji Fitri. "Alur itu adalah rangkaian kejadian yang membentuk cerita, sedangkan plot adalah cara pengarang menyusun kejadian-kejadian tersebut menjadi sebuah cerita yang utuh dan menarik. Alur bisa maju, mundur, atau campuran, sementara plot lebih fokus pada bagaimana cara pengarang menyampaikan cerita."

Siswa itu mengangguk-angguk, tanda mengerti. Fitri kemudian beralih ke pertanyaan lain.

"Bu, apakah semua novel harus memiliki tokoh utama yang baik?" tanya seorang siswi.

"Tidak harus," jawab Fitri. "Tokoh utama dalam novel bisa saja memiliki kekurangan atau kelemahan, bahkan bisa jadi antagonis. Yang penting, tokoh tersebut harus memiliki peran penting dalam cerita dan mampu membuat pembaca tertarik untuk mengikuti kisahnya."

Suasana kelas semakin hidup dengan pertanyaan-pertanyaan dari para siswa. Fitri dengan sabar dan komitmen menjawab semua pertanyaan, membuat para siswa semakin memahami materi yang ia ajarkan.

Bel pergantian jam , menandakan jam pelajaran telah selesai. Fitri menutup pelajarannya dengan memberikan motivasi kepada para siswa untuk terus belajar dan berkarya.

"Anak-anak, jangan pernah berhenti untuk membaca dan menulis. Siapa tahu, salah satu dari kalian nanti ada yang menjadi penulis novel terkenal," ujar Fitri, tersenyum hangat.

Para siswa bertepuk tangan, mengungkap rasa terima kasih atas pelajaran yang telah mereka dapatkan. Fitri meninggalkan kelas dengan hati senang, merasa bangga telah menjadi bagian dari perjalanan para siswa.

****

"Siapa yang bisa mengerjakan soal ini?" tanya Bu Vivi, matanya melotot tajam, menyapu seluruh kelas XII IPA 3. Sunyi. Tak ada satu pun siswa yang berani mengangkat tangan. Mereka semua tahu betul bagaimana "galaknya" guru matematika yang satu ini.

"Baiklah, kalau begitu Ibu tunjuk saja," ujar Bu Vivi, sambil menunjuk seorang siswa yang duduk di bangku paling depan. "Kamu, maju ke depan!"

Siswa yang ditunjuk itu, dengan wajah pucat pasi, berjalan perlahan ke depan kelas. Tangannya gemetar memegang spidol. Ia mencoba mengerjakan soal geometri ruang yang diberikan Bu Vivi, namun pikirannya Blank. Ia tidak mengerti sama sekali.

"Ayo, cepat!" bentak Bu Vivi, membuat siswa itu semakin gugup.

Siswa itu mencoba menjawab soal tersebut, namun jawabannya salah. Bu Vivi dengan keras menggebrak papan tulis dengan penghapus, membuat semua siswa terkejut.

"Salah!" bentak Bu Vivi. "Bagaimana bisa kamu tidak mengerti soal seperti ini? Ini kan sudah dipelajari di SMP!"

Siswa itu hanya bisa menunduk, tidak berani menjawab. Ia merasa sangat malu dan takut.

Suasana kelas semakin mencekam. Semua siswa menahan napas, tidak berani bersuara. Mereka semua takut menjadi sasaran kemarahan Bu Vivi selanjutnya.

Bel istirahat berbunyi. Para siswa dengan cepat keluar dari kelas, ingin segera menjauhi suasana yang mencekam itu. Namun, tidak bagi siswa yang tadi maju ke depan. Ia masih harus berhadapan dengan Bu Vivi.

"Kamu, jangan ke mana-mana!" perintah Bu Vivi. "Kamu harus bisa mengerjakan soal ini sampai benar!"

Siswa itu pasrah. Ia tahu, ia tidak akan bisa lolos dari "neraka" ini sampai ia bisa mengerjakan soal geometri ruang tersebut dengan benar.

****

Bel istirahat berbunyi, Fitri melangkah menuju ruang guru dengan senyum ramah di wajahnya. Namun, senyumnya langsung memudar saat melihat Bu Ida, guru senior yang terkenal sinis, duduk di pojok ruangan.

"Wah, Ibu Fitri sudah datang," sapa Bu Ida dengan nada mengejek. "Habis tebar pesona di kelas ya? Sampai semua siswa pada nempel begitu."

Fitri hanya menghela napas, berusaha sabar menghadapi sikap Bu Ida. Ia sudah seringkali menjadi sasaran sindiran guru senior tersebut.

"Bu Ida, saya hanya berusaha menjalankan tugas saya sebagai guru," jawab Fitri dengan tenang. "Saya senang bisa berbagi ilmu dengan para siswa."

"Alah, jangan sok artis begitu," balas Bu Ida. "Mentang-mentang disukai siswa, jadi besar kepala. Ingat, Bu, kita ini guru, bukan artis."

Fitri tidak ingin terpancing emosi. Ia memilih untuk diam dan tidak menanggapi perkataan Bu Ida. Ia tahu, berdebat dengan Bu Ida hanya akan membuang-buang energi.

"Sudahlah, Bu," ujar Fitri. "Saya permisi dulu, mau istirahat."

Fitri meninggalkan Bu Ida yang masih sinis menatapnya. Ia menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan sikap Bu Ida yang selalu mencari kesalahan orang lain.

Fitri duduk di mejanya, mencoba menenangkan diri. Ia teringat akan kata-kata bijak yang pernah ia baca, "Jangan biarkan omongan negatif orang lain merusak kebahagiaanmu."

Fitri memutuskan untuk tidak mempedulikan omongan Bu Ida. Ia akan tetap fokus pada pekerjaannya sebagai guru dan memberikan yang terbaik untuk para siswa.

Fitri percaya, dengan kerja keras dan dedikasi, ia akan bisa membuktikan bahwa ia adalah guru yang berkualitas, bukan hanya sekadar "cari muka" seperti yang dituduhkan Bu Ida.

****

Bel istirahat usai, namun para siswa kelas XII IPA 1 terlihat enggan untuk kembali ke kelas. Mereka masih trauma dengan "keganasan" Bu Vivi yang baru saja memarahi siswa di kelas sebelah.

"Aduh, gimana nih? Jamnya Bu Vivi lagi," bisik seorang siswa kepada temannya.

"Iya, nih. Takut banget kalau dimarahin kayak tadi," timpal siswa lainnya.

Namun, mau tidak mau, mereka harus tetap masuk kelas. Pelajaran matematika Bu Vivi sudah menanti.

Tepat saat bel masuk berbunyi, Bu Vivi muncul di ambang pintu kelas XII IPA 1. Langkah heels-nya berderap tegas, kacamata tebal bertengger di hidungnya, tatapan mata tajam menusuk, dan wajahnya yang galak membuat suasana kelas langsung hening.

"Anak-anak, cepat duduk di tempat masing-masing!" perintah Bu Vivi dengan suara lantang.

Para siswa dengan patuh segera berlarian menuju tempat duduk mereka, tidak ada yang berani membantah. Mereka semua sudah hafal betul dengan karakter Bu Vivi yang galak dan tidak kenal ampun.

Bu Vivi berjalan menuju meja guru, meletakkan buku-bukunya dengan kasar. Ia kemudian menatap seluruh siswa dengan tatapan mata yang tajam, membuat mereka semakin ciut.

"Siapa yang tidak mengerjakan PR matematika?" tanya Bu Vivi, suaranya menggelegar di dalam kelas.

Beberapa siswa dengan ragu mengangkat tangan. Mereka tahu, Bu Vivi pasti akan memberikan hukuman yang berat bagi siapa saja yang tidak mengerjakan PR.

"Kalian ini, sudah kelas XII masih saja malas belajar!" bentak Bu Vivi. "Kalian mau jadi apa nanti kalau tidak pintar matematika?"

Para siswa yang tidak mengerjakan PR hanya bisa menunduk, pasrah menerima omelan dari Bu Vivi. Mereka berjanji dalam hati, tidak akan lagi malas mengerjakan PR matematika.

1
Nusa thotz
aku tidak akan pernah kembali....copy paste?
Mika Su
kasihan kena omel guru galak
Mika Su
aku suka banget karena ceritanya beda sama yang lain
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!