Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tetangga Apartemen
Akhirnya Dinda dan Ghea tiba juga di Jakarta dan mereka sudah akan berpisah di pintu kedatangan bandara karena tempat tinggal mereka yang berbeda arah.
"Besok jangan sampai terlambat masuk kantor," ujar Dinda.
"Mbak Dinda ini, baru selesai liburan udah diingetin aja soal besok masuk kerja," keluh Ghea.
Dinda dan Ghea akhirnya berpisah di pintu kedatangan bandara di mana Ghea memilih naik kereta sementara Dinda memilih untuk naik taksi saja.
"Boleh saya ikut menumpang dengan kamu?" tanya Alex yang masih setia mengikuti ke mana pun Dinda pergi.
"Kamu punya uang kan? Kenapa harus nebeng sama saya?" ketus Dinda.
"Karena kita satu arah pulangnya."
"Tahu dari mana kamu kalau kita pulangnya bakal satu arah?"
Alex menyebutkan nama apartemen di mana Dinda tinggal dan membuat wanita itu sontak menoleh pada Alex dengan raut wajah terkejut.
"Kamu kok tahu?"
"Saya juga tinggal di sana."
Dinda makin tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex barusan, dia tinggal di sana juga? Alex kemudian membantu Dinda memasukan barangnya ke dalam taksi yang sudah menunggu mereka saat ini.
"Ayo jangan malah begong sendirian di sini."
Setelah teguran Alex barusan maka Dinda pun tersadar dan buru-buru masuk ke dalam taksi. Di dalam taksi tak ada obrolan yang terjadi di antara mereka berdua hingga pada akhirnya mereka tiba di apartemen. Dinda sama sekali tak ada niat basa-basi dengan Alex dan langsung menuju unit apartemennya.
"Kenapa sih kamu selalu ngikutin saya? Sana ke unit apartemen kamu!"
"Siapa juga yang ngikutin? Saya tinggal di sini," tunjuk unit apartemen yang ada di sebelah Dinda yang makin membuat wanita itu terkejut bukan main.
"Selama ini kamu tinggal di sini?!"
"Memang selama ini saya tinggal di sini, kenapa wajahnya seperti terkejut sekali?"
"Bukan apa-apa."
Dinda buru-buru masuk ke dalam unit apartemennya dan meredakan gemuruh di dalam dirinya. Kejutan dari Alex sungguh membuat jantungnya tidak aman, entah apa lagi ke depan yang akan terjadi padanya.
****
Dinda baru saja selesai mandi dan mendapatkan video call dari sang bunda. Herlin tersenyum melihat wajah putrinya yang muncul di layar ponselnya saat ini.
"Kamu sudah pulang, Nak?"
"Sudah Bunda, baru satu jam yang lalu tiba di sini."
Setelah ada jeda beberapa menit di antara mereka maka Herlin pun mengatakan sesuatu pada Dinda.
"Dinda, kamu tidak apa-apa kan kalau Melvin menikah terlebih dahulu?"
"Tentu saja Bun, bukannya aku sudah mengatakan bahwa aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu?"
"Bunda hanya ingin memastikan saja."
"Bunda mau mengatakan apa lagi? Bunda seperti tengah menahan sesuatu."
"Sebenarnya memang ada hal lain lagi yang ingin Bunda bicarakan namun sepertinya kamu tidak akan suka mengenai hal ini."
"Apakah soal Bunda yang ingin menanyakan aku soal pacar?"
"Bunda tahu bahwa ini adalah pertanyaan yang sensitif untuk kamu namun sebelum Bunda meninggal dunia, Bunda ingin mengantarkan kamu pada gerbang pernikahan seperti wasiat almarhum papa kamu."
"Sudahlah Bunda, lebih baik kita jangan bahas soal masalah itu dulu. Lebih baik fokus saja pada acara pernikahan Melvin."
Setelah berbasa-basi sebentar, Dinda menutup sambungan video call dengan sang bunda. Tak berselang lama ada notifikasi di ponselnya yang mana ada pesan dari Alex.
****
Alex mengundang Dinda untuk makan bersama di unit apartemennya namun Dinda menolak dengan alasan dia kenyang. Alex kemudian menelpon Dinda berulang kali hingga membuat Dinda kesal.
"Mau apa sih dia?"
Dinda tak mau menjawab panggilan dari Alex lagi dan mengabaikan saja ponselnya yang terus saja berdering dan kemudian pintu unit apartemennya diketuk.
"Siapa lagi?"
Dinda membuka pintu apartemennya dan menemukan Alex tengah berdiri di sana dan sebelum Dinda menutup kembali pintu, pria itu langsung merangsek masuk ke dalam apartemen Dinda.
"Keluar dari apartemen ini sekarang!"
"Kenapa menolak ajakan saya?"
"Karena saya nggak kenal kamu."
"Bukannya kita sudah saling berkenalan sebelumnya? Kenapa masih bilang nggak kenal?"
"Bukan itu, maksud saya adalah saya nggak kenal dengan kamu secara personal."
"Jadi kamu mau tahu lebih jauh soal saya?" tanya Alex menaik turunkan alisnya.
Dinda wajahnya memerah dan kemudian memukul lengan pria itu dan menyuruh Alex untuk keluar dari apartemennya namun pria itu menolaknya.
"Kamu udah makan? Saya buatin makan malam, gimana?" tawarnya.
"Saya nggak ada bahan makanan di kulkas."
Alex tak langsung percaya dan ia berjalan menuju kulkas untuk melihat apakah benar apa yang dikatakan oleh Dinda barusan.
"Lantas selama ini kamu tidak pernah masak makanan?"
"Selalu beli di luar."
****
Dinda duduk menatap Alex yang sibuk di dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam untuk mereka. Pria itu tadi membawa beberapa bahan makanan dari unit apartemennya yang ada di sebelah ke sini padahal Dinda mengatakan bahwa ia tak mau mencicipi masakan pria itu namun Alex ini memang bebal dan tak mau mendengarkan Dinda.
"Nih, coba kamu cobain masakan saya."
Dinda melihat piring yang ada di depannya, ia mengagumi masakan Alex yang sepertinya sangat lezat karena dari baunya saja sudah sangat menggoda.
"Ayo cobain."
Dinda perlahan menyuap makanan itu ke dalam mulutnya dan seketika ia langsung berbinar mencicipi masakan enak yang sebelumnya belum pernah ia makan.
"Bagaimana, kamu suka kan?"
"Lumayan."
"Lumayan tapi makanan di piring kamu sudah mau habis."
Dinda jadi malu sendiri karena apa yang dikatakan olehnya malah bertentangan dengan apa yang dilakukan olehnya dan hal itu malah jadi bahan candaan bagi Alex.
"Ngomong-ngomong, kamu sudah punya pacar?"
"Kenapa jadi ngomong soal masalah personal?"
"Saya cuma mau tahu saja. Saya sekarang lagi sendiri juga. Mungkin kamu tertarik sama saya."
Dinda nampak tak percaya dengan ucapan Alex barusan, pria ini begitu percaya diri sekali rupanya jika Dinda akan bertekuk lutut padanya.
"Siapa yang tertarik padamu?"
****
Alex menyunggingkan senyum dan kemudian ia berjalan menghampiri Dinda, degup jantung Dinda berdegup lebih kencang saat Alex berdiri sangat dekat dengannya bahkan kini Dinda bisa mencium dengan jelas bau parfum pria itu yang membuatnya jadi lebih tak karuan.
"Apa yang mau kamu lakukan?"
"Kamu yakin tidak mau jadi pacar saya?"
"Minggir! Saya bukan wanita murahan!" seru Dinda mendorong tubuh Alex namun Alex masih tetap ada di tempatnya.
"Kamu yakin bisa menolak pesona saya, Dinda?" bisik Alex.
Alex makin mencondongkan tubuhnya semakin dekat pada Dinda yang membuat Dinda menjadi panik bukan main, ia langsung menutup matanya saat wajahnya dan wajah Alex sudah sangat dekat dan mereka saat ini nyaris berciuman namun tiba-tiba saja pintu apartemen Dinda terbuka dan ada sosok yang memergoki mereka berdua.
"Apa yang kalian lakukan?"