Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.
Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.
Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Althena Atr Pavilion
Pukul 21:00, Minggu malam, dan acara sudah dimulai.
Taeri berdiri di ruang direktur yang dikelilingi dinding kaca. Dari sana, ia bisa melihat jelas seluruh aula yang dipenuhi oleh para tamu undangan. Suara tawa dan dentingan gelas sampanye memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang hidup dan mewah. Taeri mengamati layar monitor, menyimak setiap poin yang dijelaskan oleh sang host. Jantungnya berdebar kencang, rasa gugup dan antisipasi bercampur aduk.
"Malam ini, kita menyambut era baru seni di kota ini, dengan koleksi yang memadukan keagungan masa lalu dan inovasi masa kini," suara host menggema ke seluruh aula. Taeri bisa melihat raut wajah penuh tanya dari para tamu elite yang hadir. Mereka tampak penasaran dan terkesan dengan apa yang mereka lihat.
"Siapa pemilik galeri seni ini sebenarnya? Desainnya sangat visioner, aku tidak sabar ingin bertemu," bisik salah satu tamu, yang disahut oleh tamu lain. Tatapan takjub dan rasa penasaran jelas terlihat di mata mereka. Apakah mereka akan menyukai Taeri? Apakah ia pantas mendapatkan ini semua?
"Ternyata yang diberitakan International News itu benar," gumam seorang tamu lainnya. "Pemilik galeri ini punya Number 17A dan Salvator Mundi. Ini sungguh gila, orang seperti apa yang bisa mengakses benda seperti itu?"
Taeri masih menyimak serius, menahan napas. Semakin host menjelaskan, semakin besar rasa penasaran orang-orang. Siapa sebenarnya ratu galeri seni ini? Siapa wanita yang berhasil mengumpulkan koleksi seni yang begitu menakjubkan?
Dari kursi depan, Taeri melihat Azey tersenyum sinis. Ia menoleh ke arah monitor, matanya memancarkan kebanggaan dan cinta.
"Lihatlah, Sayang," taeri bergumam, dengan suara yang hanya bisa ia dengar . "Padahal kau bermimpi jadi seniman, dan kamu menjadikan ku ratu art gallery. Sekarang, bagaimana aku menjelaskan kekacauan ini pada semua orang?" Ia tertawa pelan, senyum senang menghiasi wajahnya.
Taeri merasa terharu dengan dukungan dan cinta
Kekasihnya. Azey selalu percaya padanya, bahkan ketika ia sendiri meragukan dirinya. Malam ini adalah malam Taeri. Malam ini, ia akan menunjukkan pada dunia siapa Kim Taeri sebenarnya.
Saat Taeri berbalik, ia melihat Yuna masuk dengan napas memburu. "Maaf, Tae, aku telat! Jalanan malam ini macet parah," ujarnya panik, wajahnya penuh penyesalan.
Taeri mencubit lengannya gemas saat gadis itu memeluknya erat. "Makanya jangan telat! Kalau tidak, sudah pasti aku tidak akan mengenalkanmu pada anakku kalau sudah lahir," ancam Taeri bercanda, lalu tertawa puas saat melihat wajah cemberut sahabatnya itu. Yuna memang selalu bisa membuatnya tertawa.
"Semua berjalan lancar, Nona," ucap Giada, datang menghampiri Taeri dengan senyum profesional. "Para tamu undangan berjumlah seratus lima puluh orang."
Taeri mengambil daftar tamu yang sudah diperiksa dari tangan Giada, mengamati nama-nama yang hadir. "Good job! Kalian memang yang terbaik," pujinya tulus, merasa bangga dengan timnya.
Ia tersenyum senang membaca nama-nama kalangan elite yang berhasil mereka tarik ke acara ini. Pengusaha sukses, kolektor seni terkenal, politisi berpengaruh, semua hadir untuk menyaksikan momen bersejarah itu. Malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan.
Dari sudut ruangan, Taeri menatap Sophia yang baru saja selesai menelepon seseorang. Wanita itu berjalan mendekat dengan ekspresi serius. "Nona, sekarang saatnya acara utama: pengenalan pemilik galeri dan juga penamaan galeri. Kita harus segera turun," ujarnya, memberikan laporan acara.
Taeri menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar. Ia menggenggam erat tangan Yuna, mencari kekuatan dari sahabatnya itu. Yuna membalas genggamannya, matanya menyiratkan dukungan dan semangat.
"Ayo, Taeri, kamu pasti bisa," bisik Yuna menyemangatinya. "Jangan kecewakan kekasihmu. Dia sudah melakukan banyak hal untukmu."
"Yuna benar, Taeri, kamu pasti bisa. Jangan kecewakan Azey," batin Taeri menyemangati dirinya sendiri, sambil membayangkan setiap detik usaha Azey untuknya. Ia telah memberikan segalanya, dan Taeri tidak boleh mengecewakannya. Ini saatnya. Taeri harus menunjukkan pada dunia siapa dirinya yang sebenarnya.
Sepuluh menit sebelum mengambil tempat di panggung, Taeri memutuskan untuk pergi ke balik layar bersama tim dan sahabatnya. Ia membutuhkan dukungan mereka sebelum menghadapi momen yang menentukan itu.
Dari panggung, terdengar suara host yang akan segera memanggilnya. Jantung Taeri berdebar semakin kencang, tangannya berkeringat dingin.
"Dan kini, dengan keberanian yang luar biasa, seorang perempuan yang percaya bahwa seni bukan hanya untuk dilihat, tapi untuk dirasakan…" suara host itu menggema di seluruh aula, membuat Taeri semakin gugup. "Perkenalkan pendiri galeri ini, Nona Taeri!"
Taeri merasakan suasana yang seketika hening. Dari balik tirai, ia bisa merasakan tatapan ratusan tamu yang terdiam, seolah menanti siapakah yang akan keluar dari balik layar. Ini dia. Saatnya telah tiba.
"Pergilah," ujar Yuna, suaranya penuh keyakinan. "Dan biarkan seluruh kota Roma mengenalmu."
Taeri tersenyum tulus ke arah Yuna, merasa berterima kasih atas dukungannya yang tak pernah pudar. Sahabatnya itu selalu ada untuknya, dalam suka maupun duka.
Yuna menyenggol lengannya, menyemangati Taeri. "Doakan semoga berhasil," ucap Taeri pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Ia menoleh pada Giada dan Sophia, memberikan tatapan penuh terima kasih. "Sekali lagi, terima kasih atas kerja keras kalian," ucap Taeri tulus.
Kemudian, dengan langkah mantap, Taeri melangkah pergi menuju panggung, meninggalkan tim dan sahabatnya di belakang layar. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia siap menghadapinya. Ini dirinya. Kim Taeri. Dan ini adalah mimpinya.
Taeri melangkahkan kaki pelan ke samping sang host yang telah menunggunya di atas panggung. Lampu sorot menyinari wajahnya, membuatnya merasa sedikit silau. Dengan senyum sopan, host itu menyodorkan mikrofon kepadanya. "Silakan, Nona," ujarnya ramah.
Sebelum Taeri sempat membuka mulut, pandangannya menyapu para tamu yang hadir. Tatapan mereka beragam, ada yang penuh kagum, ada pula yang dipenuhi rasa penasaran. Ia bisa merasakan gugupnya semakin menjadi-jadi. Apakah ia akan mengecewakan mereka? Apakah ia pantas berada di sini?
Bisikan-bisikan mulai terdengar dari barisan kursi penonton, memenuhi aula dengan suara yang berdesir.
"Siapa gadis itu?" tanya seseorang pelan.
"Dia terlihat seperti wanita Asia," sahut yang lain, terdengar sedikit meremehkan.
Namun, di antara desas-desus itu, terdengar pula komentar yang membuat bahu Taeri sedikit lebih tegak, rasa percaya dirinya kembali membara. "Tapi saya salut, Tuan," ucap seorang pria dengan nada kagum. "Gadis yang bukan berasal dari tempat kita, ternyata mampu mendirikan galeri sebesar ini."
Di tengah sorotan puluhan pasang mata, Taeri tetap berdiri anggun, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia menarik napas dalam-dalam, memfokuskan dirinya pada tujuan awalnya. Ia harus menunjukkan pada dunia bahwa dirinya, Kim Taeri, bukan hanya sekadar gadis Asia biasa. Ia adalah seorang wanita yang berani, pekerja keras, dan penuh mimpi. Taeri berdiri tenang, percaya diri, dan penuh keanggunan yang tak tergoyahkan.
Taeri menarik napas pelan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang sedikit memburu. Lampu sorot terasa semakin menyilaukan, membuatnya harus menyipitkan mata. Dengan penuh keyakinan, ia menatap para tamu yang memenuhi ruangan. Taeri harus bisa memberikan kesan yang baik, menunjukkan bahwa dirinya pantas berada di sana.
"Selamat malam, para pecinta seni yang luar biasa," sapa Taeri dengan suara yang terdengar formal dan profesional, jauh berbeda dari nada lembut yang biasa ia gunakan saat merengek pada Azey. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya, menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah seorang wanita yang kuat dan mandiri.
Sambutan hangat mengalir deras. Tepuk tangan riuh membahana, memenuhi ruangan dengan suara kekaguman dan apresiasi. Taeri tersenyum tulus, merasa tersentuh dengan dukungan yang ia terima.
Namun, dari balik sorot lampu yang menyilaukan, matanya menangkap dua sosok yang duduk diam di kursi tengah: Evelyn dan ibunya, Estechi. Keduanya tidak ikut bertepuk tangan, tatapan mereka dingin dan penuh sikap menantang. Taeri mengabaikannya. Ia tidak punya waktu—dan tidak berniat—untuk meladeni sikap mereka malam itu. Ia memiliki hal yang lebih penting untuk difokuskan.
"Terima kasih telah hadir di pembukaan acara ini," lanjut Taeri, suaranya tetap mantap dan penuh percaya diri meski lututnya sedikit bergetar. Rasa puas yang mengalir di dadanya berhasil menutupi kegugupannya. Ia telah bekerja keras untuk mencapai titik ini, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun merusak momen bahagiannya.
Dari sisi kanan depan panggung, pandangan Taeri menangkap beberapa pria berjas rapi yang duduk berdampingan dengan Azey, kekasihnya. Ia hanya mengenali satu di antara mereka: Leonardo. Taeri menduga yang lain mungkin rekan atau bawahan Azey, meski ia tidak yakin. Ia tahu, dunia Azey jauh berbeda dengan dunianya, tapi ia percaya mereka bisa saling melengkapi.
"Perkenalkan, nama saya Kim Taeri," ucap Taeri dengan lantang, suaranya menggema di ruangan megah itu, memenuhi setiap sudut dengan kebanggaan. "Saya adalah pemilik Althena Art Pavilion."
Ada kebanggaan yang mengalir hangat dalam dadanya saat ia mengucapkan kalimat itu. Nama yang ia pilih bersama Azey, nama yang melambangkan mimpi dan harapan mereka, kini tak lagi sekadar impian—melainkan realitas yang ia genggam erat di depan dunia. Taeri adalah Kim Taeri, pemilik Althena Art Pavilion, dan ia siap untuk menaklukkan dunia seni.