NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas

Demi Semua Yang Bernafas

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Bab 35

Ekspresi Wardi tiba-tiba berubah.

“Kamu sendiri saja nggak bisa, kenapa aku harus percaya padamu?”

Rangga tersenyum santai.

“Orang biasa nggak akan tahu soal Jarum Gerbang Arwah. Fakta aku tahu itu saja sudah cukup membuktikan banyak hal. Aku dan teman-temanku ke sini karena ingin makan hidangan dari Pak Karim.

Kalau beliau mau memasak untuk kami, aku akan telepon temanku sekarang. Dia bisa menyembuhkan tangan Pak Karim. Bagaimana?”

Wajah Wardi penuh keraguan. Setelah menghela napas panjang, dia berkata,

“Aku akan tanyakan pada guruku dulu.”

Ia pun berbalik dan berlari masuk ke kamar.

Rangga yakin penuh. Ia tahu Pak Karim terlalu mencintai dunia masak. Walau tangan kanannya tak lagi kuat, lelaki tua itu masih membuka kedai kecil dan menerima beberapa tamu.

Dan kini, ketika secercah harapan muncul—meski tipis—Pak Karim pasti mau mencoba.

Rangga menepuk hidungnya pelan dan mundur kembali.

Windy Syam memandangnya curiga.

“Eh, kamu tadi bisikin apa? Masa dia mau masak beneran?”

Pria itu mengangguk ringan.

“Untuk aku dan Vela, sepertinya bisa. Tapi buat kalian, hmm… nggak tahu deh.”

Windy melotot.

“Apa maksudmu? Jadi kita dipisah, gitu?”

Rangga mengangkat bahu polos.

“Ya, kan aku dan Vela memang datang terpisah dari kalian.”

“Duh, kamu pelit banget,” gerutu Windy kesal.

Dika menimpali dengan nada tajam,

“Masih pura-pura aja. Aku nawarin empat ratus juta aja nggak digubris, mana mungkin omonganmu bisa bikin dia masak. Konyol.”

Ia berdiri.

“Gadis, ayo. Buang waktu aja di sini.”

Namun sebelum mereka beranjak, pintu kamar terbuka. Wardi keluar dengan langkah cepat, wajahnya kini tampak lebih tenang.

“Guruku setuju dengan penawaranmu,” katanya sopan kepada Rangga.

Rangga tersenyum kecil, melirik Dika dengan tatapan geli.

“Baik, terima kasih, Pak Wardi.”

Wardi hanya mengangguk singkat, lalu menatap Dika dingin. Jika bukan karena keinginan menyembuhkan gurunya, ia tak akan sudi melayani tamu seperti itu.

“Tunggu sebentar. Aku dan guruku akan bersiap. Jangan lupa dengan janjimu,” ucap Wardi tegas.

Rangga membalas dengan anggukan mantap.

“Tenang saja, aku pegang omongan.”

Setelah pria itu kembali masuk, Windy segera mendekat.

“Serius, Rangga? Kok bisa dia mau?”

“Aku bilang aku kenal dokter yang bisa nyembuhin tangannya,” jawab Rangga ringan.

Windy menatapnya tak percaya.

“Kamu serius? Soalnya setahuku, Pak Karim udah ke semua rumah sakit besar—dalam dan luar negeri—semua dokter angkat tangan. Kamu beneran kenal dokter sehebat itu?”

Dika langsung menyambar dengan nada sarkastik,

“Hah! Jelas dia cuma nipu. Nanti habis makan pasti kabur. Gimana mungkin mantan napi yang kerja di proyek bisa kenal dokter kelas dunia? Kocak banget.”

Rangga balas tertawa pelan.

“Kalau kamu nggak percaya, ya udah. Nanti jangan makan.”

Dika terdiam, wajahnya menegang menahan malu.

Dalam hati, ia mendengus dingin—lihat saja nanti, begitu anak buah Mereka datang, Rangga bakal tunduk lagi seperti anjing!

Sementara itu, Rangga mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia mencari satu nama: Sisil Bahri.

Ya, Sisil—dokter paling jenius yang pernah dikenalnya, dan mungkin dokter terbaik di dunia.

Telepon langsung tersambung. Suara mengantuk terdengar dari seberang,

“Halo… aku masih tidur, Rangga. Ada apa?”

Rangga berdeham.

“Sisil, bisa datang ke sini sebentar? Aku nemu pasien dengan cedera saraf parah. Hanya kamu yang bisa nyembuhkannya.”

“Tunggu aku bangun dulu!” jawabnya malas.

“Tolonglah, cuma kamu yang bisa bantu,” ucap Rangga memohon.

Diam sebentar, lalu terdengar suara Sisil lagi, kini lebih waspada,

“Oke, kirim lokasinya.”

Begitu telepon ditutup, Rangga segera mengirim alamat lewat pesan. Lalu ia kembali duduk santai.

Gadis dan Windy yang mendengar percakapan itu tampak kaget.

“Serius kamu kenal dokter itu?” tanya Windy dengan nada setengah tak percaya.

Rangga menatap mereka dengan keyakinan penuh.

“Bukan cuma kenal. Dia adalah dokter terbaik di dunia.”

Dika hanya tertawa mencibir, menggeleng seperti melihat orang gila.

Beberapa menit kemudian, aroma sedap menyeruak dari dapur. Wangi tumisan dan bumbu menggoda itu membuat perut mereka langsung keroncongan.

Sekitar sepuluh menit berselang, seorang wanita berambut hitam panjang melangkah masuk ke halaman kecil itu. Ia mengenakan jas putih, membawa tas peralatan medis di tangan.

Semua mata tertuju padanya. Dika sampai menelan ludah berkali-kali melihat kecantikannya.

Windy berbisik pada Rangga,

“Itu… dokter yang kamu undang?”

Wanita itu mendekat tanpa banyak bicara. Tatapannya langsung mengarah pada Rangga.

“Di mana pasiennya?” tanyanya datar.

“Aku antar,” jawab Rangga.

Mereka berdua berjalan ke dapur belakang, di mana Pak Karim dan Wardi tengah sibuk memasak.

Begitu sampai, Rangga memperkenalkan Sisil.

Wanita itu langsung memeriksa tangan kanan Pak Karim. Ia menekan beberapa titik saraf, lalu mengangguk pelan.

“Metode Jarum Gerbang Arwah bisa dipakai di sini,” katanya.

“Tolong sediakan ruangan tenang. Aku mulai sekarang.”

Tubuh Pak Karim gemetar hebat. Wardi menatap dokter itu dengan harap-harap cemas.

“Kamu… kamu yakin bisa menyembuhkannya?”

Rangga tersenyum kecil.

“Hanya ada satu orang di dunia ini yang bisa memakai teknik itu, dan dia sedang berdiri di depanmu—Dokter Sisil Bahri.”

Wardi tak bisa menahan senyum haru.

“Baik! Aku siapkan kamar secepatnya.”

“Guru, biar aku jaga dapur. Bapak fokus ke pengobatan,” katanya pada Pak Karim.

Sang koki tua mengangguk. “Baik, Wardi.”

Sementara Sisil dan Pak Karim masuk ke kamar, Rangga kembali ke halaman depan.

Windy langsung menyambutnya,

“Gimana hasilnya?”

Rangga tersenyum santai.

“Tenang, aku udah bilang—dia dokter terbaik di dunia.”

Dika mendengus dingin, menatap ke arah pintu kamar dengan tatapan meremehkan.

Namun sepuluh menit kemudian, suara langkah cepat terdengar. Wardi keluar dari kamar, wajahnya bersinar, dan langsung berlari ke arah Rangga.

“Gawat!” bisik Dika sinis. “Pasti mereka sadar ditipu dan mau balas.”

Tapi sebaliknya—Wardi tiba-tiba berlutut di hadapan Rangga.

“Terima kasih! Terima kasih banyak!” serunya. “Tangan guruku… sudah bisa mengangkat pisau lagi! Setelah bertahun-tahun lumpuh, sekarang bisa digerakkan. Dokter Sisil bilang, setelah beberapa kali terapi, beliau akan pulih sepenuhnya!”

Air mata menetes dari matanya. Rangga buru-buru menariknya berdiri.

“Sudah, jangan begitu. Yang patut kamu terima kasih itu dokter Sisil, bukan aku.”

Suasana di halaman langsung hening. Semua orang, terutama Windy, Vela, dan Gadis, tertegun.

Bahkan Dika pun hanya berdiri terpaku—tidak bisa berkata apa pun.

Tak ada lagi yang berani meragukan Rangga kali ini.

Bersambung

1
・゚・ Mitchi ・゚・
mampir thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!