Mahardika Kusuma, seorang pengusaha sukses tak menyangka bisa dibodohi begitu saja oleh Azalea Wardhana, wanita yang sangat ia cintai sejak kecil.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dika seketika terduduk. Dia tak mengira jika wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya telah membawa benih orang lain.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
Hanya itu yang bisa Dika lakukan, tanpa ingin menyentuhnya sampai anak itu lahir.
🌺
"Lea."
"Papa salah, aku Ayu bukan mama," kata putri yang dulu pernah dia senandungkan azan di telinganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 36: Kegalauan Dika
Di ruangannya, Dika berkali-kali memutar file yang telah ia terima. Ia masih serius mengamati gambar lelaki yang ada di video itu.
“Antonio…Antonio. Mungkin kah yang dimaksud Lea ‘Nio’ saat itu adalah dia. Sepertinya begitu. Dika pun manggut-manggut. Memorinya seakan memutar kembali kejadian di dalam mobil menjelang persalinan.
“Jangan ambil putriku, Nio. Aku yang mengandungnya, Nio. Aku yang susah payah menjaganya, Nio. Apakah kamu mau mengambilnya, hah. Lalu kamu peralat dia untuk mengeruk kekayaan demi dirimu. Kamu kejam, Nio. Pergi kau, Nio …”
Kata-kata yang terlontar dari bibir Lea, bertepatan dengan saat lelaki itu mengemudikan mobil, kini seolah menggema kembali di telinganya.
Ini seperti membuka luka yang sudah sekian lama ia simpan.
Ia tak ingin mengkait-kaitkan apa yang terjadi sekarang ini dengan masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam. Lea sudah tiada dan ia sudah memaafkannya. Meskipun tak mudah untuk menghapus. Luka karena penghianatan memang sangat berat dan dalam.
Dika perlu kejelasan tentang persoalan ini. Ia pun mengangkat telponnya, menghubungi seseorang yang telah berjanji untuk mengirimkan informasi lelaki yang telah membuat Ayu menangis seharian ini.
“Bagaimana? Aku ingin tahu perkembangannya.” Kata Dika.
“Alhamdulillah, sudah saya dapatkan. Aku kirim sekarang, Mr,” kata seseorang yang berada di ujung telpon.
“Hmm…” gumamnya lirih.
Tak lama kemudian sebuah file pun telah berada di layar laptopnya.
Dika mengamati data yang terkirim itu, dengan seksama. Ternyata lelaki yang menemui Ayu di butik itu memang Antonio. Apakah dia ayah biologis Ayu atau tidak, tunggu besok saat hasil tes DNA keluar.
Dari melihat rekam jejaknya dari sejak ia datang ke Indo beberapa tahun yang lalu sampai sekarang, Dika curiga bahwa Antonio memiliki maksud yang tak baik terhadap Ayu. Memang dia termasuk pekerja keras, punya beberapa ritel. Namun sayang saat ini usahanya sedang tak baik-baik saja.
Yang masih membuat Dika bertanya-tanya, seandainya dia memang menginginkan Ayu, mengapa dia meninggalkan dirinya dan Lea saat di rumah sakit. Bukankah lebih baik kalau dia menunjukkan penyesalan dan meminta maaf pada Lea agar dia punya hak juga diakui sebagai papa oleh Ayu.
Dia menemui Ayu yang tak tahu apapun tentang masa lalu orang-orang yang membuatnya ia ada di dunia ini. Dia sangat tidak sopan karena tidak melalui dirinya, orang yang telah mengasuh dan memeliharanya dari kecil.
Untuk apa dia datang sekarang? Jangan-jangan ia ingin menguras kekayaan Ayu.
Amarah Dika bisa-bisa meledak karena lelaki itu telah mengusik ketenangannya. Dulu menghancurkan wanita satu-satu yang ia cintai, sekarang akan mengganggu Ayu pula.
Namun tak ada yang bisa dilakukan Dika kecuali menjaga Ayu sebaik mungkin dan seaman mungkin. Tapi dia akan bertindak kejam kalau sampai terjadi apa-apa pada Ayu kali ini.
Ditengah-tengah mengamati data, ada pesan masuk dari Ayu yang membuatnya senyum-senyum sendiri. Anak ini bisa spam papanya juga, bisiknya dalam hati.
Ayu: “Papa, bulan di luar sangat indah.”
Ayu: “Tertutup awan di balik bintang-bintang.”
Ayu: “Apakah papa tak ingin melihatnya?”
Ayu: “Jangan sibuk kerja terus.”
Ayu: “Kalau tak selesai, besok Ayu bantu.”
Ayu: “Papa mengumpulkan uang untuk siapa sih?”
Ayu: “Papa punya pacar, ya.”
Ayu: “Hayo Papa. Cari uang untuk Siapa?”
Ayu: “Ayu jadi curiga, nih.”
Ayu: “Jangan-jangan…”
Kalau dibiarkan, chat ini akan makin panjang. Lebih baik dia balas saja. Bisa jadi hiburan, dari pada memikirkan orang yang tak jelas dan membuat hatinya makin panas.
Dika: “Ayu sudah sholat isya?”
Ayu: “Hehehe… belum. Nggak ada yang ngimamin.”
Dika: “Mau Papa imamin.”
Ayu: “Boleh, tapi nanti ya… Ayu mau lihat bulan dan bintang dulu.”
Dika: “Ayuuuu…”
Ayu: “Papaaa…”
Dika: “Apa perlu Papa ke sana?”
Ayu: “Itu yang Ayu harapkan, agar kita dapat melihat bulan dan bintang bersama.”
Dika senyum-senyum, melihat balasan chat yang ia kirimkan. Anak ini benar-benar bikin gemas. Sampai-sampai dia dibuat mengeluh pada bayangan masa lalunya.
“Lea, lihatlah anak gadismu pintar menggodaku,” bisiknya dalam hati.
Dika jadi penasaran, apa yang dilakukan Ayu di luar sana. Dia pun beranjak, meninggalkan ruang kerjanya menuju teras depan rumah, untuk menemui Ayu.
***
Sepeninggal Dika, Ayu keluar ke teras depan rumah. Dia juga ingin kesendirian untuk merenungi semua ini.
Kini ia tahu bahwa Papa Dika bukan papa yang sebenarnya. Dia adalah orang yang telah mengasuhnya sejak lahir hingga beberapa tahun kemudian. Sampai akhirnya ia dalam pengasuhan Tante Sofia dan Om Steve.
Dia tidak tahu apa yang mesti ia lakukan saat ini. Pergi atau tetap tinggal di samping Papa Dika.
Ia ingin tinggal, tapi apakah papa Dika mengijinkan. Tapi kalau dia pergi, hatinya tak tenang. Ayu sudah teramat nyaman dengan Papa Dika. Apa yang mesti ia perbuat?
Dia harus berbicara. Namun saat ini Papa Dika terlihat sibuk. Dia tak mau diganggu.
Entah mengapa muncul sebuah ide gila untuk membuat papa keluar. Chatting….
Dia sengaja spam papa Dika. Biar marah, tak mengapa. Asalkan dia bisa keluar untuk menemuinya.
Saat Papa Dika terpancing keluar menemuinya, dalam hati Ayu bersorak gembira. Apalagi ia datang dengan membawa wedang jahe dan kopi susu, membuat malam ini terasa makin nikmat.
“Ada apa, Ayu?” tanya Dika.
“Ayu sedih, Pa.”
“Apa karena bulan dan bintang yang bersembunyi di balik awan?” kata Dika sambil tersenyum simpul.
“Papa jangan bercanda, ih. Ayu malu,” ucap Ayu dengan wajah merajuk.
“Lalu tentang apa? Bukankah Ayu sudah tahu tentang papa kandungmu, Apa yang membuatmu sedih lagi?”
“Masih bolehkah Ayu memanggilmu Papa?”
“Apa yang kau pikirkan. Tentu saja boleh. Itu hanya sebuah panggilan karena Papa pernah membesarkan mu.”
“Satu pertanyaan lagi, papa.”
“Ya, apa?”
“Haruskah aku pergi dari rumah ini, Papa?”
“Kamu mau pergi ke mana. Ke rumah papa barumu?”
“Tidak-tidak, Papa. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran Ayu untuk pergi ke lelaki itu. Lelaki yang membuat mama terhina, sehina-hinanya. Aku tak ingin pergi ke sana. Seandainya aku pergi, aku akan pergi ke rumah kakek. Aku hanya takut pergi dari samping papa.”
“Mengapa kamu harus pergi dari samping papa? Apa Papa melakukan kesalahan?”
“Bukan begitu maksud Ayu. Apakah Ayu harus pergi dari rumah ini. Karena…ah, tak tahulah.”
Ayu tampak kesulitan menjelaskan maksudnya. Untungnya Dika cukup cerdas menangkap apa yang Ayu pikirkan.
“Rumah ini sudah Papa hadiahkan untuk mamamu dulu saat pernikahan. Kamu berhak tinggal di sini selama yang kamu suka. Hanya saja …” ucap Dika dengan kalimat yang masih menggantung di akhir.
“Hanya saja apa, Papa?” tanya Ayu tak sabar.
mampir juga di karya aku ya🤭