NovelToon NovelToon
Aplikasi Penghubung Dunia

Aplikasi Penghubung Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Menjadi Pengusaha / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak

Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.

Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35 Rubah Betina

Arzhel menutup percakapan pribadinya dengan Dewa Kekayaan tanpa niat menambahkan pertemanan.

“Kalau manusia dianggap remeh begitu… aku tak butuh teman macam itu,” gumamnya datar.

Namun, jemarinya tetap mengetuk tombol beli. Cahaya emas menyembur dari layar ponselnya, membentuk sebuah gulungan bercahaya yang melayang tepat di depannya.

Arzhel menatapnya sebentar, lalu membuka. Seketika gulungan itu berubah menjadi abu halus yang lenyap begitu saja, sementara di kepalanya, ribuan potongan pengetahuan berdesakan masuk—strategi bisnis, pola investasi, manajemen usaha, bahkan seni membaca pasar.

Semuanya tumpah deras bagai arus sungai yang tak terbendung.

Arzhel menggenggam erat tangannya, matanya berkilat. “Raja Meja Judi sudah mati… aku sudah dibanned dari semua kasino. Jadi… inilah jalannya. Cara lain untuk mencetak uang,” bisiknya, seakan meneguhkan hati.

Tak lama kemudian, ia mandi dan merapikan dirinya. Wajahnya segar ketika turun ke ruang makan.

Seperti biasa, Lily sudah duduk lebih dulu, sedangkan Novita berdiri tegak di belakang, memegang nampan seakan jadi patung pelayan yang sempurna.

Suasana makan cukup tenang, sampai Lily mengangkat kepalanya.

“Kalau begitu… Kak, apa yang ingin kau lakukan hari ini?” tanyanya sambil mengunyah perlahan.

Arzhel berpikir sejenak, kemudian tersenyum miring.

“Aku juga tidak tahu. Lagipula… sekarang aku cuma pengangguran.”

Novita sempat mengernyit. Kata pengangguran terdengar aneh keluar dari mulut pria yang tinggal di rumah mewah dengan banyak uang. Tapi ia hanya menahan rasa ingin tahu itu, memilih diam.

Lily mendengus, menatapnya tajam.

“Pengangguran? Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu sebagai aktor? Bukankah akhir-akhir ini kau lumayan populer?”

Arzhel menaruh sendoknya, menatap adiknya dengan senyum samar.

“Benar, aku dapat tawaran. Peran yang cukup penting, malah.”

Mata Lily membesar sedikit. “Kau akan menolaknya?”

Arzhel menggeleng, wajahnya berubah serius.

“Tidak. Aku akan menerimanya. Sejak kecil, menjadi aktor adalah impian utamaku. Mimpi tetaplah mimpi. Dan sekarang… aku punya kesempatan untuk membungkam seluruh orang kampung yang dulu menertawakan impian itu.”

Aura di sekitar meja seakan menegang sejenak. Lily terpaku menatap kakaknya, sementara Novita yang biasanya dingin pun menundukkan pandangannya, seolah mulai mengagumi tekad itu.

Belum selesai menyuapkan makanannya, ponsel Arzhel kembali bergetar. Nada dering itu membuatnya menghela napas panjang, wajahnya seketika menegang.

“Dari siapa lagi?” tanya Lily sambil melirik.

Arzhel mendengus kesal. “Rubah betina.”

“Ohh…” Lily mengangguk datar, seolah sudah tahu siapa yang dimaksud.

Arzhel bangkit, meninggalkan meja makan, dan berjalan ke sudut ruangan yang lebih tenang. Dengan enggan, ia menekan tombol hijau.

Suara kakak perempuannya, Aurel, langsung terdengar. Nada suaranya sinis, menyayat telinga.

“Bagus… kau memberi Aldo uang, tapi tidak denganku. Apa kau tidak menganggapku sebagai saudarimu?”

Arzhel menutup mata sejenak, menahan emosi yang mendidih.

“Berapa yang kau mau, Aurel…?” suaranya datar, penuh kejengkelan.

“20.000 dolar,” jawab Aurel tanpa tedeng aling-aling.

Arzhel tertawa miring, sinis. “Kau gila?”

Aurel cepat menimpali, nadanya penuh keyakinan palsu.

“Aku tidak seperti Aldo. Aku pasti mengembalikan uang yang kupinjam. Aku punya bisnis yang sedang aku kelola.”

Arzhel hanya bergumam lirih, tapi penuh sarkas, “Kalian berdua sama saja…”

“Jadi… apa kau tidak akan mau memberiku uang?” nada sinis Aurel semakin menusuk.

Arzhel mengusap wajahnya keras-keras, kepalanya menunduk. Ia tahu persis: jika ia menutup telepon, panggilan berikutnya pasti akan datang. Dan suara lirih ibunya akan kembali terdengar, meminta dengan nada lembut yang tak bisa ia lawan.

'Aldo dan Aurel. Dua bajingan itu. Sama-sama menggunakan ibuku sebagai tameng, karena mereka tahu aku tidak akan sanggup menentangnya.'

Arzhel mengepalkan tangan, lalu akhirnya menggeram pelan.

“Aku akan kirim 10.000 dolar saja.”

“Kenapa begitu?” Aurel meninggi, tidak terima.

“Karena kalau si babi itu tahu aku memberimu lebih banyak daripada yang kuberikan padanya, dia pasti akan menelponku lagi… menuntut lebih banyak. Dan aku tidak mau menghadapi telepon brengsek itu lagi.”

Hening sejenak. Lalu suara Aurel terdengar lirih, penuh racun.

“Aldo bajingan…”

Arzhel terkekeh hambar. “Kalian sama-sama bajingan. Jangan pernah bersikap seolah kau berbeda darinya.”

Tanpa menunggu jawaban lagi, ia menutup telepon dengan kasar. Jemarinya gemetar ketika mengetik angka transfer. Dengan wajah masam, ia menekan tombol kirim—10.000 dolar melayang ke rekening Aurel.

Ponsel ia masukan ke saku, sementara dirinya meneguk dalam-dalam udara pagi itu, seolah ingin mengusir racun dari paru-parunya.

“Sialan…” gumamnya pelan.

Arzhel kembali ke meja makan dengan wajah kusut. Sendok garpu beradu pelan, tapi suasana seolah mencekam.

Lily meliriknya penasaran. “Bagaimana?”

Arzhel membanting tubuhnya ke kursi, mendesah kasar. “Sama saja… mereka berdua sama sama binatang.”

Ruangan hening seketika. Lily menggigit bibirnya, tak berani menimpali. Namun, beberapa detik kemudian, Arzhel berucap lirih, “Kurasa aku harus pulang ke kampung halamanku.”

Lily sontak menatapnya dengan mata membelalak. “Hah? Tiba-tiba sekali?”

Arzhel menatap kosong ke arah meja. “Aku sudah lama tidak pulang. Tinggal di rumah mewah begini… rasanya aku bersalah pada orang tuaku. Sudah waktunya aku menjenguk mereka.”

Lily terdiam sebentar, lalu menghela napas. “Baiklah…”

Arzhel mengangkat ponselnya, meneliti jadwal. “Syuting film baruku seminggu lagi. Jadi tidak masalah kalau aku pergi sebentar.” Ia menoleh pada Lily, tersenyum miring. “Kalau begitu, kita berangkat sekarang.”

“Eh, aku ikut?” Lily menunjuk dirinya sendiri.

“Tentu. Siapa yang akan memukul kepala dua binatang itu kalau kau tidak ikut?” Arzhel terkekeh hambar.

Mata Lily langsung berbinar. Ia melompat turun dari kursi. “Kalau begitu aku siapkan barang-barangku dulu!” serunya penuh semangat, lalu berlari ke kamarnya.

Arzhel menatap punggung adiknya, kemudian menghela napas. Pandangannya beralih ke Novita yang berdiri di belakang, setia seperti bayangan. “Maaf, sepertinya kau harus mengurus rumah sendirian.”

Novita menatapnya datar, lalu menjawab dingin tapi jujur, “Tidak masalah. Sendiri jauh lebih baik daripada kau ada di dekatku.”

Arzhel hanya tersenyum kecil, tidak marah. Senyum yang entah kenapa membuat Novita buru-buru memalingkan wajah, pipinya memerah samar.

Beberapa saat kemudian, semua sudah siap. Di depan rumah, sebuah taksi yang dipesan berhenti. Lily muncul sambil menggendong ransel besar, langkahnya ringan, wajahnya sumringah. Di tangannya, ia menggenggam tongkat baseball.

“Aku sudah siap!” serunya riang, mengayunkan tongkatnya ke udara.

“Bagus!” Arzhel menepuk pundaknya, lalu menoleh ke Novita. “Maaf… aku benar-benar merepotkanmu.”

Novita menghela napas, tatapannya kali ini sedikit melunak. “Cepatlah pulang.”

Arzhel tersenyum hangat, mengangguk. Ia dan Lily lalu masuk ke dalam taksi. Pintu tertutup, mesin menyala, dan taksi perlahan menjauh.

Novita berdiri di teras, menatap punggung mobil yang semakin kecil di kejauhan. Ia memeluk lengannya sendiri, lalu bergumam lirih, “Dasar pria aneh…” Namun, senyum samar tak bisa ia sembunyikan.

1
Jujun Adnin
kopi dulu
Depressed: "Siapa bilang Iblis itu tak punya hati? Temukan kisahnya dalam Iblis Penyerap Darah."
total 1 replies
Redmi 12c
lanjuuttt
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
El Akhdan
lanjut thor
Caveine: oke bang👍
total 1 replies
REY ASMODEUS
kerennn 2 jempol untuk othor🤭🤭🤭
REY ASMODEUS
siap nona bos kecil
Redmi 12c
kreeeenn
Redmi 12c
anjaaaiii dewa semproolll🤣🤣🤣🤣🤣🤣
REY ASMODEUS
Thor up banyak ya, ini karya dengan tata bahasa simple tapi masuk akal....
REY ASMODEUS
dewa kuliner dewa gila rasa /Smirk//Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!