Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.
Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 35
Dena melihat kembali status adiknya. Dia membalas stories nya tapi kali ini dengan tenang tanpa emosi.
“Baiklah aku ikhlaskan lelaki mokondo untukmu. Dia jelas hanya berguna bagi perempuan yang punya duit toh fungsinya hanya sebagai pemuas nafsu dan penutup aibmu. Aku pegang kata-katamu yang bersedia membiayai kuliahku ditambah dengan uang sakuku. Satu lagi aku minta serahkan mobil ibumu.” Tulis Dena dipesan hijau Dewi.
Dewi membalas pesan Dena “aku tegaskan sekali lagi mobil ibuku tidak akan pernah aku ijinkan dinaiki oleh siapapun kecuali aku dan suamiku. Kalau tidak terima ya sudah biaya kuliah dan uang saku hangus. Dikasih hati minta jantung lagi.” Ketusnya.
“Dasar adik bangsat mentang-mentang nasibmu lagi diatas angin. Awas kau kalau nanti aku lebih sukses daripada kamu aku tidak sudi mengenalmu lagi walaupun kamu yang membiayai kuliahku.” Geramnya.
Dewi merasa puas akhirnya kakak gilanya mau mengalah.
“Paling tidak ini bisa mengurangi rasa bersalahku padanya.” Batinnya.
Pasangan pengantin baru itu melanjutkan acara shopping. Dewi membeli baju hamil dengan motif bunga-bunga warna cerah. Beberapa pakaian dalam untuknya dan suaminya.
“Mas kita beli sayuran menjelang pulang saja ya biar tetap segar” katanya.
“Terserah kau saja dek. Sekarang kita mau kemana? Kau capek tidak?” tanya suaminya sambil mengelus perut Dewi yang sudah kelihatan mulai membuncit.
“Aku lapar mas, aku ingin makan nasi campur di depot itu.” Tunjuk Dewi.
“Baiklah kita kesana,” jawab suaminya sambil merengkuh pinggang istrinya.
“Ternyata enak ya dek pacaran setelah menikah itu. Kita bebas berpegangan tangan, merangkul, mencubit pipi istri dan kalau sudah dikamar lebih bebas lagi menyentuh istri.” Kata Fahri.
Dewi tersenyum dia telah melihat tubuh suaminya yang lebih kekar daripada mantannya walaupun permainan ranjangnya masih harus dituntun tapi dia lembut dan care kepadanya. Wajahnya tidak tampan tapi dia tahu bagaimana memperlakukan wanita dan itu membuatnya bahagia.
Warteg itu cukup ramai Dewi memesan tumis sayuran dengan empal dan sambal. Suaminya memilih makan dengan kare ayam.
“Mas kita pesan nasi empal di bungkus untuk makan nanti malam supaya kita tidak perlu membeli makanan hotel yang mahal. Empalnya enak sekali.” Kata Dewi.
“Terserah kau saja dek. Ini kare ayamnya juga enak.” Kata suaminya.
“Mas suka kare ayam ya.” Tanyanya.
“Ini salah satu makanan favorit mas dek. Apa kau bisa memasaknya?” Balas suaminya.
“Bisa mas. Nanti kapan-kapan aku masakkan kare ayam untukmu.” Janji Dewi.
“Hmmm…kenyang mas, setelah ini kita kembali ke hotel ya mas. Aku ngantuk.” Gumam Dewi. Yang dibalas suaminya dengan senyuman dan anggukan kepala.
Mereka berdua berjalan menuju hotel tempat mereka menginap. Setelah membersihkan diri Dewi membaringkan tubuhnya dikasur, entah berapa lama ia terlelap. Dia bangun dan melihat ke arah suaminya yang sedang menikmati kopi di sore hari.
“Kau sudah bangun dek. Kau lapar?” Ini makan nasi empal yang kamu beli tadi. Nanti kita bisa beli sate kalau masih lapar. Katanya mau lihat kabut turun?”
“Oh iya aku lupa mas, jam berapa sekarang? Aku tidur cukup lama. Aku lelah sekali.”
“Ya sudah cuci muka dan ganti baju sana. Nanti pulangnya mandi lagi. Sebentar lagi kabut turun dek.”
Sepasang pengantin baru itu turun dan berjalan menyusuri danau yang mulai diselimuti kabut. Kabut tebal sekali menambah suasana menjadi mistis.
Cahaya dari warung-warung yang masih buka hanya terlihat samar-samar tertutup kabut tebal.
Untunglah suaminya sempat membeli jaket dan dia melepaskan jaket yang dipakainya lalu di selimutkan di pundak istrinya.
“Pakai jaketnya dek. Hawa semakin dingin.” Perintahnya saat dilihatnya istrinya mulai menggosok-gosokkan kedua tangannya pada kedua lengannya supaya badannya terasa lebih hangat.
Dewi menuruti perintah suaminya dan merapatkan jaket itu pada tubuhnya. Suaminya memeluknya dan berbisik. “Kita balik ke hotel ya udara semakin dingin. Nanti kau sakit.”
“Pemandangannya sangat indah tapi udaranya kok dingin sekali ya mas.” Katanya sambil giginya bergemeletuk.
“Ayo kita kembali saja ya?” Ajak Fahri.
“Aku ingin makan sate dulu. Itu disana ada depot sate.” Jawabnya.
“Baiklah ayo kita kesana.” Fahri menuruti kata-kata istrinya.
Mereka memesan dua porsi lontong sate dan teh panas.
Teh panas itu sangat membantu mengurangi rasa dingin yang tadi membuat tubuh Dewi menggigil.
Sate ayamnya cukup enak menemani malam terakhir mereka liburan ke danau di lereng pegunungan yang tidak terlalu jauh dari desa mereka.
“Sudah kenyang dek, Mau nambah lagi ga?” Fahri menawari istrinya menambah porsi satenya melihat betapa lahapnya istrinya makan.
“Hmm…. sepertinya anakku sangat rakus mas, baru saja menghabiskan nasi empal aku sudah kelaparan lagi. Tapi sudah cukuplah nanti kalau malam-malam lapar pesan makanan di hotel saja.” Katanya.
“Ya sudah terserah kau saja dek. Aku senang melihat kau makan dengan baik. Biar anakmu nanti terlahir sehat.” kata Fahri.
Fahri membayar makanan di kasir dan mengajak istrinya kembali ke hotel karena hawa semakin dingin.
Setibanya di hotel Dewi mandi begitu selesai suaminya sudah menyiapkan teh panas untuknya.
“Minumlah teh panasnya biar badanmu hangat.” Katanya sambil mengulurkan cangkir tehnya.
Dewi duduk di sebelah suaminya dan menemaninya nonton TV. Dia menyesap teh pelan-pelan menikmati kehangatannya.
“Besok pagi kita pulang dek, aku harus kembali bekerja.” Kata Fahri.
“Mas kau sudah mengeluarkan banyak uang untuk bulan madu kita.” Kata Dewi.
“Tidak apa-apa dek itu sudah kewajibanku, aku sudah memiliki tabungan untuk menikah. Ternyata pernikahanku dilaksanakan dengan sederhana, jauh di bawah budget yang sudah aku siapkan sejak lama.” Fahri menerangkan. Kemudian dia bangkit berdiri dan mengangkat istrinya dan meletakkannya di pangkuannya.
Dewi merangkulkan kedua tangannya dileher suaminya.
Fahri mengelus perut istrinya dan berkata “dek ijinkan aku mengakui anak yang kau kandung ini adalah benihku dihadapan ibuku. Biarlah beliau menganggapku laki-laki brengsek, situasinya akan lebih mudah daripada kalau ibuku tahu bayi ini bukan cucunya.” Ucap Fahri.
“Terimakasih mas, aku merasa bersyukur sekali menjadi istrimu. Ternyata kau baik sekali.” Dewi terharu dia memeluk suaminya.
“Kau masih ingin bertempur?” Tantangnya genit.
“Hmm….siapa takut.” Jawab Fahri yang langsung menggendong istrinya dan membaringkannya di ranjang.
“Kau sangat pintar memuaskan ku dek. Kau hebat. Kau benar-benar surga dunia.” Fahri menikmati setiap inci dari tubuh istrinya.
Dewi melayani suaminya kapanpun menginginkan kebersamaan. Dia sangat berterimakasih kepada Fahri yang telah menikahinya dan membuatnya bahagia di bulan madu mereka. Dia berharap kebahagiaan hidup mereka bisa berlangsung selamanya.
Keesokan harinya setelah breakfast mereka check out dari hotel itu. Fahri menyetir mobil Dewi ternyata dia sopir yang handal. Jalanan yang becek dan Medan yang extreme pun dilalui nya dengan baik.