Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Di salah satu gedung tua yang agak remang, terlihat beberapa orang sedang berkumpul. Asap rokok menebal di udara, menebarkan aroma tajam yang menusuk hidung. Seorang pria berjanggut dengan wajah garang tengah duduk bersandar di kursi, jemarinya menjepit sebatang rokok yang menyala. Tatapannya tajam, penuh perhitungan. Dialah William, sosok yang disegani anak buahnya.
"Bos, besok adalah acara pertunangan Maximilian Zhang, sepertinya kesempatan kita sudah tiba," ucap seorang asistennya, Micheal, dengan nada penuh antusias.
William menghembuskan asap rokok perlahan, matanya menyipit. "Micheal, Maximilian Zhang bukan orang bodoh. Acara penting itu dia pasti akan mengerahkan sejumlah besar anggotanya untuk berjaga. Kalau pun kita ingin bertindak, kita harus pastikan semuanya bisa berada di bawah kendali kita," ujarnya tenang, namun sarat ancaman.
Micheal menunduk hormat, lalu mengusulkan, "Bos, bagaimana kalau kita kirim anggota kita menyamar sebagai pelayan? Maximilian dan anak buahnya tidak mungkin mengenali mereka satu per satu. Karena perhatian mereka pasti hanya akan fokus pada tamu dan acaranya."
Mendengar itu, William tersenyum tipis. Ia mengetukkan abu rokok ke lantai sebelum akhirnya berucap dingin, "Jalankan rencana kita dengan hati-hati. Jangan sampai mereka menyadarinya. Ingat baik-baik, tujuan utama kita datang ke sini adalah untuk membunuh Maximilian Zhang. Jangan sampai gagal!"
Micheal menegakkan tubuhnya. "Baik, Bos," jawabnya mantap.
***
Di sisi lain kota, Ombak kecil berkejaran ke bibir pantai, namun keindahan itu tidak mampu menenangkan hati Selina Chen yang berdiri di sana dengan wajah penuh amarah. Angin laut menerpa gaun elegannya, sementara di hadapannya berdiri empat pria yang tubuhnya penuh kemerahan dan gatal-gatal.
"Kalian semua tidak berguna!" bentak Selina, suaranya tajam menusuk telinga. "Hanya seorang wanita biasa, tapi kalian tidak bisa mengalahkannya." Matanya berkilat penuh kebencian, kedua tangannya mengepal menahan emosi.
Salah satu pria maju selangkah dengan wajah tertekuk menahan gatal. "Siapa sangka dia begitu licik... kami malah diracuni. Lihatlah wajah dan seluruh badan kami, merah dan gatal-gatal," katanya sambil menggaruk lehernya hingga berdarah.
"Nona Chen..." pria lain menyela dengan suara parau, "beri kami sisa uangnya. Kami harus mengobati badan kami. Uang yang anda berikan tidak cukup untuk berobat." Nada suaranya memohon, tetapi penuh kepanikan karena rasa gatal yang tak tertahankan.
Selina menatap mereka jijik, seolah keberadaan mereka hanyalah sampah yang tak layak dipandang.
Sementara itu, tak jauh dari tempat itu, di sebuah mobil yang diparkir rapi dengan kaca sedikit terbuka, Cat duduk sambil memegang ponselnya. Kamera ponsel mengarah tepat pada Selina dan empat pria itu. Senyum tipis muncul di bibirnya ketika merekam setiap percakapan yang terjadi.
"Selina Chen..." gumam Cat lirih namun penuh tekad. "Walau kau berasal dari kalangan atas dan suamimu adalah mafia, tetap saja tidak akan bisa melindungimu. Aku akan menghebohkan pesta acara kalian."
Cahaya dari layar ponselnya memantul di matanya yang tajam. Suara ombak dan teriakan protes dari para pria yang ditipu Selina berpadu menjadi latar belakang sempurna bagi Cat, yang kini memiliki senjata baru untuk menjatuhkan lawannya.
Keesokan harinya.
Gedung megah yang dipenuhi lampu kristal tampak berkilauan. Musik orkestra mengalun lembut, menciptakan suasana elegan yang menyelimuti pesta pertunangan keluarga Zhang. Meja-meja bundar berlapis kain merah dipenuhi berbagai hidangan mewah, sementara pelayan lalu-lalang dengan penuh kehati-hatian.
Acara pertunangan Maximilian Zhang dan Selina Chen dihadiri oleh tamu-tamu berpengaruh, mulai dari keluarga besar kedua belah pihak, para pebisnis kelas atas, hingga beberapa bos mafia yang terkenal dingin namun kini tampak bersikap ramah sambil bersulang.
Di tengah keramaian itu, Selina tersenyum anggun. Wajahnya dipoles riasan sempurna, gaun panjang berkilau melekat di tubuhnya, membuatnya tampak seperti wanita yang benar-benar berbahagia. Namun di balik senyum itu, ada sorot mata penuh kemenangan—seakan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa ia adalah pemenang.
Tak jauh dari sana, Joanna, nenek Maximilian yang duduk di kursi kehormatan, menatap pasangan itu dengan mata berbinar. Ia terlihat puas melihat cucunya berdiri gagah di hadapan banyak orang. Sementara Ekin, adik laki-laki Maximilian, berdiri tegap di sampingnya dengan senyum tipis, sesekali melirik penuh perhatian pada keramaian di sekitar mereka.
Salah satu pria paruh baya dengan jas rapi menghampiri, membawa gelas anggur yang berkilau di tangannya. Senyum hangat tergambar di wajahnya saat ia mengangkat gelas.
"Tuan Zhang, selamat untuk Anda. Hari ini adalah hari kebahagiaan yang ditunggu-tunggu. Akhirnya Anda memiliki pasangan hidup," ucapnya tulus dengan suara lantang yang terdengar jelas di tengah suasana pesta.
Maximilian mengangkat gelasnya dan menatap pria itu dengan tatapan penuh wibawa. Senyum tipis tersungging di wajahnya sebelum ia membalas, "Terima kasih!" suaranya dalam, tegas, namun tetap sopan. Ia lalu menyentuhkan gelasnya ke gelas pria itu sebelum meneguk isinya perlahan.
Para pelayan yang bersiap membawa nampan berisi anggur merah mulai menuangkan minuman ke beberapa gelas kristal. Cahaya lampu gantung yang berkilauan membuat cairan merah itu tampak seperti darah segar yang berkilau.
Di sudut ruangan, dua pria berbaju pelayan saling bertukar pandang dengan wajah tegang. Salah satu dari mereka mencondongkan tubuh, berbisik nyaris tak terdengar,
"Jangan sampai gagal. Bos pesan, sasaran kita hanya Maximilian dan pengawalnya, Charles. Bukan yang lain. Cukup dua gelas saja... dan pastikan diberikan secara terpisah!"
Rekannya mengangguk cepat, wajahnya penuh konsentrasi. "Iya... aku akan mencari waktu yang tepat untuk masuk ke dalam sana," jawabnya dengan suara pelan, lalu melangkah membawa nampan seakan tanpa beban.
Sementara itu, di ruangan luas yang dipenuhi deretan meja dan lampu kristal, para tamu sudah mulai makan dan minum. Tawa dan percakapan hangat terdengar di mana-mana. Wajah-wajah penuh senyum itu memancarkan kepuasan, seolah pesta pertunangan ini menjadi ajang unjuk kemewahan sekaligus perayaan kemenangan keluarga Zhang dan keluarga Chen.
Di tengah keramaian, Maximilian dan Selina masih berdiri anggun menyambut tamu-tamu penting yang datang. Senyum Maximilian tampak terkendali, penuh wibawa, sementara Selina terus menampilkan wajah bahagianya, menyembunyikan berbagai rahasia di balik sorot matanya.
Namun suasana mendadak berubah ketika seorang wanita dengan langkah tegap memasuki ruangan. Berbeda dari para tamu lain yang berbalut gaun dan jas mewah, ia hanya mengenakan pakaian kasual sederhana. Meski begitu, kehadirannya cukup menarik perhatian. Tatapan penuh percaya diri dan senyum samar di wajahnya membuat beberapa orang spontan menoleh.
Cat.
Ia berjalan pelan namun pasti, menembus kerumunan tamu yang mulai berbisik-bisik memperhatikan kedatangannya. Setibanya di hadapan Maximilian dan Selina, Cat berhenti, senyumnya melebar, sorot matanya penuh perhitungan.
"Selamat untuk Anda berdua," ucap Cat lantang, membuat beberapa tamu di sekitarnya menoleh dengan penasaran.
Tiba-tiba ia mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam tasnya, lalu melemparkannya ke udara. Lembaran-lembaran itu beterbangan dan berhamburan di ruangan, jatuh ke lantai, meja, bahkan beberapa ada yang menempel di sepatu para tamu.
seru" smua karya mu thorrrr
amazingggggg
tiap karya punya ciri khas sendiri
tiap up nya ga bisa d.tebak
🤣🤣🤣