Blurb
Arjuna Syailendra dan Anggita Jelita, menerima perjodohan demi kepentingan masing-masing. Bersama bukan karena cinta, tetapi hanya sebatas azas manfaat.
Akankah rasa berdebar tak terencana tumbuh di hati mereka? Sementara Arjuna hanya menganggap Anggita sebagai pelampiasan dari cinta tak berbalas di masa lalu.
Ikuti kisah mereka yang akan menguras emosi. Selamat membaca🤗.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjahari_ID24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15a
Halo pembacaku tersayang. Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian untuk Juna-Anggi setelah membaca melalui rate bintang lima, vote hadiah dan kupon, like juga komentar sebanyak-banyaknya.
Follow juga instagramku @Senjahari2412 untuk mengetahui seputar cerita-cerita yang kutulis. Sayang kalian banyak-banyak. Terima kasih dan selamat membaca 🤗❤.
🍀🍀🍀🍀🍀
BAB 15a
Di Sabtu pagi yang biasanya identik dengan suasana santai sedikit longgar dari kesibukan, terdengar keributan dari ruang makan kediaman Arjuna. Anggi yang baru selesai berpakaian setelah mandi pagi, bergegas keluar untuk melihat tanpa sempat menggunakan produk perawatan kulit maupun menyisir rambut.
Di sana, terlihat Maharani tengah berkacak pinggang dengan satu tangan teracung menunjuk-nunjuk wajah Lina. Si pembantu baru itu menunduk dalam menciut ketakutan di saat Maharani mencecar penuh amarah.
"Semalam aku sudah bilang. Buatkan sarapan sehat untukku, yang rendah lemak juga kalori. Bukan yang begini! Masa begitu saja tidak tahu. Percuma Arjuna membayar pembantu tidak becus kayak kamu, cuma buang-buang uang!"
"Ada apa, Mbak?" Anggi menghampiri masih dengan handuk membungkus kepala.
"Ini pasti ulahmu, 'kan? Mempekerjakan pembantu tidak becus seperti dia? Ah, aku lupa kalau antara majikan sama pembantu ini sama-sama berasal dari kelas rendah, pasti kamu memberi dia pekerjaan dalam rangka solidaritas, ingin menjadi pahlawan kesiangan. Padahal uang adikku yang dipakai untuk menggaji dia dasar tidak tahu diri!" Maharani berkata berapi-api, kilat matanya penuh benci.
"Yang kutanyakan adalah penyebab dari keributan di dapurku, bukan hendak menggunjingkan kasta seseorang." Anggi menjawab dengan menekankan setiap kata-katanya. Maharani memang kakak iparnya, tetapi Anggi adalah tuan rumah di sini. Tidak akan membiarkan siapa pun berbuat onar seenaknya di tempat tinggalnya.
"Coba jelaskan?" tuntut Anggi tegas.
"Aku minta dibuatkan sarapan salad sayuran. Tapi dia malah membuatkanku pecel sayur!" serunya marah.
Marina yang juga mendengar keributan datang bergabung. Nada tinggi si sulung terdengar jelas sampai ke kamarnya. "Rani, ada apa sih?" tanya Marina sambil mengusap bahu anaknya yang menegang.
"Ini, Mi. Pembantu ini disuruh bikin salad saja tidak becus. Lihat ini." Maharani menunjuk piring berisi irisan sayur-sayuran mentah yang disiram saus kacang. Maharani yakin, ibunya pasti akan lebih membelanya dan menyalahkan Anggi yang akan dinilai teledor sebagai majikan.
"Ma-maaf, Mbak Rani. Sa-ya orang kampung, jadi kurang tahu salad yang benar itu seperti apa. Pak Arjuna sering minta dibuatkan salad tapi yang begini, beliau bilang ini salad Indonesia. Saya pikir makanan yang diminta Mbak Rani juga sama yang begini."
Dengan takut-takut Lina mencoba bersuara meskipun tergagap. Merasa bersalah karena menyulut huru-hara di pagi hari.
"Wah, ini sih kesukaan Mami." Marina malah menggeser kursi, mengambil garpu dan mencicipi. "Enak dan segar. Kamu harus coba, Rani. Ini betulan segar."
"Mami!" Maharani mendelik tak suka karena Marina malah menikmati penuh sukacita hidangan yang tadi dicaci maki olehnya.
"Aku tidak sudi menyantap makanan yang berpotensi merusak bentuk tubuhku!" Maharani mengentakkan kaki dan pergi dari ruang makan setelah menyemburkan segala kekesalannya.
"Maafkan Rani, ya. Anggi, Lina. Dia sedang dalam masa-masa sulit. Terapi rahimnya sampai saat ini masih belum membuahkan hasil. Dia sangat frustrasi karena ingin mengandung. Akibat fluktuasi stress, sering kali emosinya lepas kendali," jelas Marina riuh rendah.
Marina tahu betul perangai anaknya ini pasti membuat orang lain kesal, tetapi dia juga tidak sampai hati mengultimatum terlalu keras pada si sulung. Kendati begitu Marina tetap memberi nasehat, hanya saja dengan cara lembut, tidak ingin Maharani malah semakin stress.
"Tidak apa-apa, Nyonya Besar. Saya yang salah karena kurang pengetahuan. Saya permisi ke dapur, Bu Anggi, Nyonya Besar, masih ada hidangan yang belum disajikan." Lina berucap sopan sebelum beranjak ke dapur.
"Kamu bukannya belum pulih? Kenapa sudah turun?" Marina mengusap-usap sayang lengan Anggi. "Pasti karena teriakan Rani. Mami mohon maaf atas namanya," pintanya sambil menatap Anggi berbalur beban yang menggayuti benak.
"Tidak apa-apa, Mi. Ku do'akan semoga keinginan Mbak Rani mengandung segera terkabulkan," sahut Anggi penuh pemakluman.
TBC
JUNA NYEBELIN TINGKAT TINGGI 😡