Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35 Pingsan
"Makanlah, Kakak sudah membuatkan bubur ayam kesukaanmu," ucap Reno, meletakkan semangkuk bubur di atas meja. Lalu, ia duduk di samping Naomi, menatapnya penuh perhatian.
"Terima kasih, Kak," jawab Naomi, masih fokus pada laptopnya. Ia tak bisa bersantai, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Kamu bekerja pada pria itu?" tanya Reno, suaranya terdengar tidak suka.
"Pria itu? Maksud Kakak Tuan Xander?" tanya Naomi dan Reno mengangguk mengiyakan.
"Hmm. Berhentilah menjadi sekretarisnya. Aku bisa membiayai mu juga anak-anak panti di sini meski tak seberapa. Saat ibu sakit, aku masih belum punya pekerjaan tetap, tapi sekarang aku—"
"Maaf, Kak, aku tidak bisa," potong Naomi. Ia akan segera menikah dengan Xander, dan tak mungkin ia mendengarkan ucapan Reno.
"Kenapa tidak bisa? Dia pasti mengancam mu kan? Katakan padaku. Aku akan memberinya pelajaran!" rahang Reno mengeras. Jika dugaannya benar, ia tak akan pernah memaafkan Xander.
"Aku mencintainya," ucap Naomi.
"A–apa?" pekik Reno, tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Tuan Xander benar, aku yang pertama kali menyatakan cinta padanya. Dan dia menerima perasaanku," lanjut Naomi, berbohong. Sudah cukup ia menyusahkan orang-orang di panti ini. Mulai sekarang, ia akan berusaha sendiri.
"Maaf mengganggu," sela Dara yang tiba-tiba muncul. "Aku membawakan jus untuk kalian. Silakan diminum."
Dara meletakkan dua gelas jus di atas meja.
Naomi mengangguk dan langsung meminumnya, sementara Reno yang masih tak terima dengan ucapan Naomi pun beranjak dari duduknya.
"Aku ke kamar dulu," kata Reno, melangkah pergi tanpa menyentuh jus buatan Dara.
Dara tersenyum aneh saat
melihat Naomi meminum jus itu. Lalu, ia menyusul Reno ke kamarnya.
***
Xander mondar-mandir tak bisa tidur. Kamar itu terasa begitu panas. Tidak ada AC, bahkan kipas angin pun tidak. Xander tidak terbiasa dengan hal itu.
"Mana bisa aku tidur di tempat sempit begini? Mana banyak nyamuk!" gerutunya.
Tiba-tiba, terdengar pintu diketuk oleh seseorang.
"Masuk!" seru Xander.
Snowy masuk, membawakan secangkir kopi untuk Xander.
"Mungkin tidak seenak buatan Kak Naomi, tapi semoga Kakak suka."
"Taruh saja di sana," ucap Xander tanpa menoleh.
"Kakak butuh sesuatu?" tanya Snowy sebelum keluar.
"Tidak!"
Snowy mengangguk. Namun, saat akan menutup pintu, Xander memanggilnya. "Hei bocah, di mana kamar Naomi?" tanyanya.
Snowy terdiam. Untuk apa Xander menanyakan kamar kakaknya? Ia menatap Xander dengan curiga.
"Apa yang kamu pikirkan? Jangan berpikir macam-macam, aku tidak akan melakukan hal buruk pada kakakmu," kata Xander, seolah bisa membaca pikiran Snowy.
Jelas saja Xander tidak akan melakukan apapun, tapi, dia hanya ingin tidur bersama Naomi, setidaknya mencium bau tubuh gadis itu membuat Xander sedikit lebih tenang.
"Kamar Kak Naomi di ujung sana. Tapi, Kakak tidak bisa masuk. Dulu, Hanya ibu yang bisa masuk ke sana," jawab Snowy.
Xander menghela napas.
"Baiklah. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja."
Snowy mengangguk, lalu keluar dari kamar. Xander berbaring di ranjang, memejamkan mata, tapi ia tidak bisa tidur. Pikirannya melayang pada Naomi. Ia merasa bersalah telah menyeret Naomi ke dalam masalah. Ia tidak bisa membiarkan gadis itu menderita. Ia harus melindunginya.
***
Di sisi lain, Naomi merasakan pusing yang luar biasa.
"Ada apa denganku?" Matanya terasa berat. Ia mencoba bangkit, tapi tubuhnya lemas. Ia menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia menoleh ke arah gelas jusnya.
Mungkinkah Dara meracuni jus itu?
"Dara tidak mungkin melakukannya," gumam Naomi.
Sebelum Naomi sempat berteriak, matanya tertutup. Tubuhnya jatuh ke lantai, tak sadarkan diri. Di dalam kamar, Dara yang mendengar suara jatuh, menyeringai. "Akhirnya obatnya bekerja. Rasakan itu, Naomi. Ini baru permulaan."
Dara melangkah keluar dari kamar. Ia melihat Xander keluar dari kamarnya.
"Mau ke mana, Tuan?"
"Aku mau menemui Naomi," jawab Xander.
Dara tersenyum. "Dia
sudah tidur, Tuan. Kasihan, dia sangat lelah. Biarkan dia istirahat."
"Tidur?"
"Ya. Naomi selalu tidur lebih awal."
Xander pun mengangguk. Ia kembali ke kamarnya.
Sementara Reno yang keluar dari kamarnya dan melihat Naomi tergeletak di lantai, berteriak,
"Naomi!"
Reno langsung bergegas mendekat, memeriksa kondisi Naomi. Ia menatap Dara dengan penuh amarah.
"Apa yang kamu lakukan padanya, Dara?"
"Aku tidak melakukan apa-apa," jawab Dara, berpura-pura tidak tahu.
"Naomi! Bangun!" Reno panik. Ia menggendong Naomi, membawanya ke kamar. Ia berteriak memanggil Xander, tetapi Xander tidak mendengar. Ia kembali ke kamar, menutup rapat pintu, dan membaringkan Naomi di ranjang. Lalu meraih ponselnya, berniat menghubungi dokter.