NovelToon NovelToon
Suami Pilihan Kakek

Suami Pilihan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alfiyah Mubarokah

"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"



Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.

Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 Tunggu Aku Sayang

"Kamu kenapa, Nduk?" tanya Herman sambil memandang cucunya yang hanya diam dengan wajah memerah saat makan malam. Tatapannya penuh rasa ingin tau, seperti sedang mencoba membaca pikiran cucunya dari ekspresi wajahnya.

Nayla yang sejak tadi hanya menunduk, mengangkat kepalanya pelan dan menatap kakeknya dengan sedikit terkejut. "Hah?" sahutnya, seolah pertanyaan itu membuatnya tersadar dari lamunan.

"Kamu kenapa? Lagi sakit?" tanya Herman lagi, kali ini nadanya lebih serius. Kerutan di dahi lelaki tua itu semakin dalam, matanya meneliti setiap gerak-gerik cucunya.

"Gak kok, Kek. Aku gak sakit," jawab Nayla cepat-cepat, mencoba menutupi kegugupannya.

Namun Herman belum puas dengan jawabannya.

"Kalo gak sakit, kenapa wajah kamu merah begitu?"

Nayla mengerjapkan mata beberapa kali, lalu menyentuh pipinya sendiri. Pipinya memang panas, tapi bukan karena demam. "Ah gak apa-apa Kek. Cuma gak enak badan. Iya, cuma gak enak badan aja," jawabnya terbata, mencoba meyakinkan semua orang di meja makan.

"Kamu gak enak badan, Sayang?" sela Rayyan sambil meraih kening Nayla untuk memeriksa suhunya. Sentuhan hangat tangan suaminya itu justru membuat pipi Nayla semakin panas.

'Ish nyebelin banget sih orang ini! Gue begini juga gara-gara dia, sok-sok gak tau lagi!' gerutu Nayla dalam hati. Ia buru-buru memalingkan wajah, membuat tangan Rayyan terlepas dari dahinya.

Nayla menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Namun otaknya justru memutar kembali kejadian beberapa jam lalu di kamar mandi. Momen yang baru pertama kali ia alami sepanjang hidupnya dan yang jelas tidak akan mudah dilupakan.

Pertama kalinya mandi bersama seorang pria. Dan kalau kalian tanya apa yang mereka lakukan yah, tidak bisa cerita detailnya. Intinya mereka mandi bareng. Hehehe.

"Sudah minum obat belum, Nduk?" suara lembut Rana, neneknya, memotong lamunan Nayla.

"Gak usah, Nek. Nanti juga sembuh sendiri," jawab Nayla singkat.

"Jangan gitu, Nayla. Kalau sakit ya minum obat. Dari dulu disuruh minum obat susah banget," nasihat Herman sambil menggeleng.

Ia lalu menoleh ke Rayyan yang duduk di sebelah cucunya. "Rayyan, nanti paksa Nayla minum obat. Kalau gak dipaksa gak akan mau."

"Iya, Kek," jawab Rayyan sambil mengangguk patuh.

Nayla melirik kesal ke arah Rayyan, lalu menatap kakeknya dengan mata sedikit membulat. "Ish, Kakek apaan sih! Lagian aku gak apa-apa kok. Aku kayak gini gara-gara Kak Rayyan tiba-tiba narik aku ke kamar mandi," ucapnya tanpa sadar.

Begitu kalimat itu keluar, Rana dan Herman sontak saling pandang. Mereka kemudian menatap bergantian ke arah Rayyan dan Nayla.

"Kamu bilang apa?" tanya keduanya hampir bersamaan.

Rayyan spontan menutup wajahnya dengan satu tangan. 'Nayla ini polos atau gimana sih! Kenapa malah ngomong begitu di depan Kakek sama Nenek?!' pikirnya.

Nayla membelalakkan mata, baru sadar dengan ucapannya sendiri. Ia cepat-cepat mengubah ekspresinya seolah tak terjadi apa-apa.

"Loh emang kenapa? Maksud aku itu gara-gara Kak Rayyan tiba-tiba ngasih ulangan dadakan, Nek, Kek. Kalian dengernya apa?"

"Nenek dengar kamu bilang gara-gara Rayyan narik kamu ke kamar mandi," jawab Rana tenang.

"Iya, Kakek juga dengarnya begitu," sambung Herman.

"Kakek sama Nenek salah denger kali. Iya gak, Kak Rayyan?" Nayla menatap Rayyan penuh harap.

Rayyan hanya mengangguk tipis sambil tersenyum kecut. Rana dan Herman saling tatap lagi, lalu mengangguk tapi di dalam hati, mereka yakin tidak salah dengar.

...----------------...

"Kenapa kamu sampai ngomong gitu di depan Kakek sama Nenek?" tanya Rayyan ketika mereka sudah berada di kamar.

Nayla yang sedang membuka ikatan rambutnya langsung berbalik. "Ya gara-gara Kakak mau-mau aja disuruh Kakek maksa aku minum obat! Jadinya aku keceplosan! Kakak tau gak sih, aku paling benci sama yang namanya obat!"

"Terus aku harus bilang apa? Masa iya nolak permintaan Kakek? Lagian tadi aku cuma pura-pura, masa iya aku beneran mau maksa kamu minum obat?" balas Rayyan.

Nayla manyun, bibirnya maju beberapa senti. Lebay banget ya! Kalau beneran segitu, Rayyan mungkin bakal kaget setengah mati.

Rayyan menatap wajah cemberut itu, lalu maju dua langkah dan memeluknya dari depan. "Udah, jangan cemberut. Nenek sama Kakek pasti ngerti kok."

Nayla melepas pelukan itu dan menatapnya curiga. "Hah? Dari mana mereka tau?"

"Ya, dari ucapan kamu tadi, Sayang."

"Tapi aku udah bilang mereka salah denger Kak."

"Aku rasa mereka gak percaya ucapan kamu," kata Rayyan santai.

Nayla terdiam beberapa detik, lalu memandang Rayyan dengan kesal. "Ini semua salah Kak Rayyan tau!"

"Loh kok jadi salah aku?"

"Ya gara-gara Kakak narik aku ke kamar mandi, aku jadi kepikiran terus. Malu tau!"

Rayyan tersenyum nakal. "Malu kenapa? Buktinya kamu tadi malah menikmati."

"Ish Kak Rayyan!" Nayla langsung memalingkan wajah, menahan malu.

Rayyan terkekeh pelan. "Ngomong-ngomong, aku jadi pengen lagi, Sayang."

Wajah Nayla langsung pucat. "P-pengen apa?"

"Ya yang tadi sore," jawab Rayyan sambil menatap dalam matanya.

"Gak ada!"

"Please, Nay. Kasian aku udah nahan terus. Seenggaknya kasih aku satu hal biar kuat nahan diri," bujuk Rayyan dengan tatapan mautnya.

Nayla menyilangkan tangan di dada. "Gak! Aku gak mau. Geli!"

"Tapi tadi sore kamu jelas menikmatinya. Bahkan sampai keluar suara yang aku suka," goda Rayyan lagi.

"Kakak apaan sih!"

"Tapi bener kan?" Rayyan tersenyum makin lebar.

Nayla diam, bibirnya terkatup rapat. Ia tahu kalau membantah pun percuma.

"Ayo lah, Sayang. Cuma tiap malam sebelum tidur. Aku janji gak minta hal lain sampai kamu siap."

Nayla masih terdiam. Gini amat punya suami duda, baru tadi sore udah minta lagi.

"Emang kenapa? Kalau aku minta itu hak aku sebagai suami. Bahkan kalau kamu nolak, bisa dosa loh," ucap Rayyan membuat Nayla tertegun.

Loh, kok dia tau isi kepalaku?

"Ya iyalah aku tau, kamu istri aku," jawab Rayyan sambil menaik-turunkan alisnya, seperti bisa membaca pikirannya.

"Udah, mending kita tidur. Udah malam." Ia lalu menggandeng Nayla menuju ranjang, memulai ritual malam mereka dengan senyum penuh arti.

Di tempat lain…

Seseorang duduk di kursi empuk sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. "Pokoknya gue gak mau tau, dia harus keluar dari SMA Brawijaya."

Seorang pria berjas di depannya menghela napas. "Itu sulit."

"Sulit apaan? Semua bisa kalau ada uang."

"Kamu bener, tapi tetap gak gampang."

"Gue gak peduli! Kalau gak keluar, gue gak akan maafin lo!" Suara itu terdengar dingin, penuh ancaman.

"Baik, gue usahain. Kalau gagal?"

"Kita pakai rencana cadangan."

"Baiklah."

Orang itu bangkit dan pergi, meninggalkan sang penyuruh yang kini menatap sebuah foto di mejanya. Jemarinya menyusuri permukaan foto itu, bibirnya melengkung membentuk senyum miring yang penuh misteri.

"Tunggu aku, Sayang."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!