NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Di dunia yang hanya mengenal terang dan gelap, Laras adalah satu-satunya cahaya yang lahir di tengah warna abu-abu.

Arka, seorang lelaki dengan masa lalu yang terkubur dalam darah dan kesepian, hidup di balik bayang-bayang sistem dunia bawah tanah yang tak pernah bisa disentuh hukum. Ia tidak percaya pada cinta. Tidak percaya pada harapan. Hingga satu pertemuan di masa kecil mengubah jalan hidupnya—ketika seorang gadis kecil memberinya sepotong roti di tengah hujan, dan tanpa sadar... memberinya alasan untuk tetap hidup.

Bertahun-tahun kemudian, mereka bertemu kembali—bukan sebagai anak-anak, melainkan sebagai dua jiwa yang telah terluka oleh dunia. Laras tak tahu bahwa lelaki yang kini terus hadir dalam hidupnya menyimpan rahasia gelap yang mampu menghancurkan segalanya. Rahasia yang menyangkut organisasi tersembunyi: Star Nine—kekuatan yang tak tercatat dalam sejarah, namun mengendalikan arah zaman.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepanikan Damian

Dengan senyap dan keanggunan yang tak lazim di tengah kekacauan, Arka dan Valentia kini telah berdiri di hadapan pintu utama mansion keluarga Lim. Pintu kayu jati setinggi dua meter itu tampak kokoh, dihiasi ukiran naga emas dan simbol keluarga Lim yang megah. Namun malam ini, kemegahan itu tak lebih dari lapisan tipis yang akan dikoyak dalam waktu singkat.

Arka menatap pintu itu selama beberapa detik, lalu melangkah maju. Ia tak mengetuk, tak berbicara, hanya mengangkat satu kakinya—

BRAK!

Satu tendangan keras merobek kesunyian, membuat daun pintu terbanting terbuka dengan suara menggelegar. Engsel-engselnya bahkan tak sempat berderit, karena kayu itu langsung retak dan hampir lepas dari rangkanya.

Lorong utama terbuka lebar di hadapan mereka—gelap dan penuh bayangan.

Lampu-lampu gantung tidak menyala, hanya lampu darurat kecil di sudut-sudut langit-langit yang berkedip merah, memantulkan siluet kedua penyusup itu di sepanjang karpet merah yang terlihat pudar dalam kegelapan.

Dari ujung lorong, beberapa anggota keamanan pribadi keluarga Lim muncul lagi. Wajah mereka panik, tapi tangan mereka tegas menggenggam senapan.

“BERHENTI DI TEMPAT!” teriak salah satu dari mereka. “ANGKAT TANGAN! ATAU KAMI TEMBAK!”

Arka melangkah dua langkah ke depan. Senjata pun langsung diarahkan padanya.

Namun sebelum pelatuk sempat ditekan—

SHUKK!

Satu garis tipis melintas di udara. Salah satu penjaga tiba-tiba terhuyung. Lehernya memerah... lalu roboh.

Valentia melemparkan jarum kedua, lalu ketiga. Setiap lemparan begitu presisi layaknya dokter bedah. Setiap korban tumbang tanpa suara.

Penjaga terakhir semakin panik, mencoba menarik pelatuk—namun tubuhnya terhempas ke belakang seolah ditabrak angin.

Arka telah berada di depannya dalam sepersekian detik. Tinju menghantam perut, disusul pukulan siku ke rahang. Penjaga itu pingsan bahkan sebelum sempat menjerit.

“Ara~ Seharusnya kamu tinggal menonton aja...” ujar Valentia ringan, menyeka jarinya dengan tisu kecil dari saku mantel.

Arka menoleh sekilas. Tatapannya datar, namun ada kilatan dingin di mata kelamnya yang menakutkan.

“Berhenti membuang waktu, dan bergegaslah.” gumamnya pelan.

“Heh~ Kamu masih saja dingin seperti biasa.” Valentia tertawa kecil sembari menutup mulutnya dengan tangan. “Jika seperti ini terus...kamu tidak akan disukai oleh kekasihmu loh~”

Arka hanya melirik sekilas, tidak menghiraukannya.

Mereka pun kembali melangkah menyusuri lorong, tak tergesa, seakan rumah itu bukan milik musuh, melainkan milik mereka sendiri yang kebetulan ditinggalkan terlalu lama. Jejak darah dan tubuh tergeletak menjadi hiasan diam di sepanjang karpet.

Langkah mereka sunyi, hanya sesekali terdengar desiran mantel Valentia atau decitan sepatu Arka di lantai marmer.

“Papa bos...Sepertinya target ada di lantai dua.” Suara kecil Pixie terdengar lagi dari balik earcom.

_________

Beberapa saat sebelumnya.

Kamar Damian Lim, lantai dua.

Suara dentuman samar terdengar dari kejauhan, namun Damian tidak bergeming. Ia tertidur lelap di ranjang mewah berkanopi sutra, selimut beludru menutupi perut buncitnya. Pendingin ruangan bekerja sempurna. Aroma parfum mahal masih tertinggal di udara. Baginya, malam ini seharusnya seperti malam-malam sebelumnya—penuh kemewahan dan ketenangan.

Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.

BRAK!

Pintu kamarnya terbuka dengan keras.

Damian tersentak. “APA—?!”

Seorang pelayan pria berlari masuk. Nafasnya terengah, wajahnya pucat pasi. Keringat mengalir di pelipis.

“T-Tuan Damian!” serunya tergagap. “Maaf! Maafkan saya! Ini darurat!”

“ANTON!? Apa kau gila? Masuk ke kamarku tanpa izin?!”

“Ini penting! S-s-sangat penting, Tuan!” suara Anton hampir patah. “Kami...kami diserang!”

Damian mengernyit. Matanya masih setengah sadar, mencoba memahami apa yang barusan ia dengar.

“Diserang...? Siapa berani menyentuh rumah ini, hah? Bukankah aku sudah menyuruh agar melipat gandakan penjagaan!”

Anton menunduk, bahunya gemetar. “Itu dia, Tuan… mereka... mereka cuma dua orang…”

Suara Damian meninggi. “APA?! Dua orang?! Apa kalian bercanda?! Di luar ada tiga lapis penjaga! Drone patroli! Listrik anti-intrusi!”

Anton mengangguk panik. “S-saya tahu, Tuan! Tapi mereka... mereka bukan orang biasa! Satu wanita, satu pria... yang wanita—dia hanya pakai jarum suntik! Tapi penjaga-penjaga roboh satu per satu seperti semut disemprot racun! Dan... dan pria itu…”

Anton tak sanggup melanjutkan.

Damian terdiam. Perlahan, ada kilatan ingatan menyelinap ke benaknya.

Sosok pria berpakaian gelap. Tatapan dingin tak berperasaan. Tangan yang menghantam wajahnya tanpa ampun, hingga ia terkapar memegangi hidung dan kakinya yang patah saat pesta amal dulu. Rasa malu dan ketakutan itu kembali menyeruak seperti racun yang tak pernah benar-benar hilang.

“...A-Arka...?” bisiknya sendiri.

Anton mendongak. “T-tuan mengenalnya?”

Damian langsung menarik selimut, wajahnya memucat. “Tidak! Tidak! Itu tidak mungkin! Orang itu tidak mungkin bisa menembus—!”

BOOM!

Sebuah getaran kecil terasa dari lantai.

Damian memekik. “ASTAGA! ANTON! Kursi rodaku! Cepat! CEPAT!!”

Anton segera mendorong kursi roda ke samping ranjang. Damian merangkak turun, nyaris jatuh saat kakinya menyentuh lantai.

“Kita harus ke bunker bawah tanah sekarang! Sekarang juga! Jangan diam saja, dasar tolol! KAU MAU KITA MATI DI SINI!?”

Anton mendorong kursi roda dengan gugup, tubuhnya masih gemetar.

“Ba-baik, Tuan! Tapi... jalur ke lift rahasia sudah—”

“APA?!”

Anton menelan ludah. “Saya… saya akan cari jalan memutar! Kita bisa lewat lorong dapur... selama... mereka belum sampai sana...”

Damian memalingkan wajah. Peluh dingin membasahi pelipisnya.

“Arka... apa kau benar-benar datang ke sini?”

Damian mencengkeram sandaran kursi rodanya erat.

Anton mendorong kursi roda dengan tangan gemetar. Ban kiri sempat tersangkut karpet mahal di depan kamar, membuat Damian memaki keras-keras.

“GUNAKAN KEPALAMU, ANTON! APA KAU MAU AKU MATI KARENA KARPET?!”

“M-maaf, Tuan! Maafkan saya!”

Mereka meluncur ke lorong utama lantai dua. Cahaya lampu darurat berwarna merah temaram berpendar di dinding marmer seperti sirene dari neraka. Terdengar teriakan di kejauhan, bunyi pecahan kaca, dan denting logam jatuh.

 

Pelayan-pelayan yang masih waras mulai berlarian tak tentu arah. Beberapa penjaga yang terlambat siaga kini saling teriak, mencoba menyusun pertahanan yang sudah telanjur hancur.

Sebagian besar keluarga Lim sendiri memang sedang tidak berada di mansion malam itu. Ayahnya Damian yang tengah sakit sedang dirawat di Singapura. Para keponakannya menghadiri konferensi bisnis di luar kota, sementara para wanita keluarga besar sedang menghadiri acara sosial yang tak bisa dibatalkan.

Damian sendiri memilih tetap tinggal, dengan keyakinan penuh bahwa semua sistem keamanan sudah cukup untuk menangkal ancaman apa pun. Lagipula kondisi kakinya tidak memungkinkan untuk berpergian.

Yang tersisa di sana hanya dirinya… dan pamannya, Darius Lim, yang kabarnya masih berada di ruang baca di dekat dapur lantai bawah.

Damian melirik ke arah tangga besar yang mengarah ke lantai bawah. Di sana, dua penjaga masih berdiri—mereka mendongak, lalu saling berpandangan panik saat suara langkah berirama mulai terdengar mendaki.

Tap. Tap. Tap.

1
Marga Saragih
/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Marga Saragih
hhh tarik napas
Marga Saragih
/Hammer//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Marga Saragih
oh ternyata
Marga Saragih
😰😰😰😰😰😰😰😰
Marga Saragih
napas dulu
Marga Saragih
balas dendam yang mengerikan
Marga Saragih
bocil ni bos senggol dong /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Marga Saragih
tegang banget
Marga Saragih
keren abis
Marga Saragih
baper abis
Marga Saragih
/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Marga Saragih
lucu juga senyum sendiri
Marga Saragih
siapa arka sebenarnya?
Marga Saragih
menguras emosi
Marga Saragih
/Good//Good//Good//Good//Good//Good/
Marga Saragih
gemes thor
Hamdan Almahfuzd: Kok gemes😭 perasaan aku bikin adegan horor deh🙄
total 1 replies
Marga Saragih
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
Marga Saragih
/Ok//Ok//Ok/
Marga Saragih
kayanya Arka mafia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!