Cerita ini lanjutan Aku Yang Tidak Sempurna.
Bakat yang di milikinya adalah warisan dari sang mama yang seorang pelukis terkenal.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Berbaur dengan alam itu keinginannya.
Dia adalah Rafan Nashif, seorang pelukis jalanan dan sekaligus seorang CEO di perusahaan.
Namun tidak banyak yang tahu jika dirinya seorang CEO, bahkan pacarnya sendiri pun tidak tahu.
Sehingga ia di hina dan di selingkuhi karena di kira hanya seorang seniman jalanan yang tidak punya masa depan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran, mampir yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, jika nama tempat, nama orang ada yang sama itu hanya kebetulan semata dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Rafan kini sudah tiba di rumah. Seperti biasa sebelum masuk mengucapkan salam terlebih dahulu. Lalu di jawab oleh penghuni rumah.
"Baru pulang Nak?" tanya Seruni.
"Iya Ma, ada sedikit urusan, jadi agak telat pulangnya," jawab Rafan dengan senyum manisnya.
Sikap sopan dan senyum manisnya membuat orang meremehkan nya dan mengira ia lemah. Orang tidak tahu jika sudah di usik ia bisa berubah seperti singa.
"Kamu sudah makan sayang?" tanya Seruni lagi. Kalau soal sholat, Seruni tidak perlu bertanya. Dia tahu putranya tidak pernah ketinggalan.
"Belum Ma," jawab Rafan.
Tadi setelah mengurus Suryo dan Marieta, Rafan kembali ke ruangannya untuk mandi dan berganti pakaian.
Sementara pakaian yang ia pakai tadi di bawa pulang dan masih di dalam mobil. Rafan meminta pelayan untuk mengambilnya dan mencucinya.
Dan saat di perjalanan pulang, Rafan mampir ke masjid karena sudah waktunya sholat isya. Hanya makan malam yang belum ia lakukan.
"Bik, siapkan makan malam untuk Rafan," pinta Seruni.
"Baik Nyonya." Pelayan segera menyiapkan makan malam untuk Rafan. Makanan tadi masih ada, jadi pelayan hanya tinggal menghidangkan nya saja.
"Silakan Tuan," ucap pelayan. "Oh ya Tuan, cangkang telur yang Tuan minta sudah di siapkan. Dan sudah di cuci bersih agar tidak bau," tambah pelayan.
"Terima kasih Bik," ucap Rafan.
Setelah selesai makan Rafan pamit untuk istirahat. Seruni hanya tersenyum melihat putranya yang semakin dewasa.
"Tidak terasa ya sayang, anak kita sudah dewasa," kata Jovan.
"Tidak terasa bagaimana Mas? Aku yang hamil sepuluh bulan dan melahirkan nya. Mengurusnya walau di bantu ibu dan mama, Mas bilang tidak terasa," ujar Seruni.
Jovan terdiam, sepertinya ia salah bicara. Ia lupa kalau istrinya sedang pms saat ini. Jovan akhirnya meminta maaf.
Sementara Rafan di dalam kamar bukannya istirahat. Ia malah merangkai cangkang telur untuk menjadi karya seni.
Rafan cukup kesulitan merangkai nya, tapi bukan berarti ia tidak bisa. Hanya ia butuh ketelitian dalam menyusun cangkang-cangkang tersebut.
Dengan menggunakan lem khusus dan kertas tebal untuk menempatkan nya. Rafan harus fokus merangkai nya.
Hingga jam 11 malam Rafan belum bisa menyelesaikan pekerjaannya. Karena capek ia pun beristirahat.
Rafan harus terbangun sebelum subuh untuk melaksanakan sholat malam. Dan itu sudah menjadi rutinitas nya untuk di laksanakan.
Keesokan harinya ...
Rafan kembali bekerja seperti biasa. Saat di meja makan, Rafan menceritakan kepada papanya bahwa ia sudah mengakuisisi perusahaan Suryo.
"Suryo? Apa perusahaan nya bangkrut?" tanya Saskia.
"Tidak Oma, aku yang buat nya bangkrut dan mengakusisi nya," jawab Rafan.
"Tapi kenapa?" tanya Seruni.
Rafan menoleh ke papa nya, Jovan mengangguk karena ia juga penasaran dengan kejadian. Rafan akhirnya menceritakan semuanya kepada keluarganya. Tidak ada yang di tutup-tutupi tentang kejadian itu.
"Begitulah Ma, Pa," ucap Rafan mengakhiri ceritanya.
"Memang pantas di buat seperti itu, biarkan dia meringkuk di penjara," kata Farhan yang sejak tadi diam.
"Sudah-sudah, sarapan dulu nanti kamu terlambat ke kantor," kata Saskia pada Rafan.
"Oh ya, mama dan papa berencana untuk melamar Lestari, apa kamu siap?" tanya Seruni.
"Uhuk ... uhuk." Rafan tersedak nasi goreng sehingga sedikit menyembur.
"Pelan-pelan makannya," kata Saskia menyodorkan gelas berisi air putih.
"Jangan sekarang Ma, karena Lestari juga pasti belum siap," ujar Rafan.
"Kami sudah berbicara dengan Lestari, kata nya suruh datang ke panti menemui Bu Kalsum. Jadi rencananya minggu depan kami akan ke sana," kata Jovan.
Rafan tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia pun pamit hendak ke kantor. Namun karena sarapannya masih tersisa, jadi Seruni memintanya untuk menghabiskan makanannya.
Jika sang mama yang meminta, Rafan pasti nurut dan dengan cepat menghabiskan nasi nya.
"Pergi dulu Ma, dan semuanya," ucap Rafan pamit. Tidak lupa ia mencium pipi Seruni kiri dan kanan.
"Anak itu kebiasaan nya tidak hilang-hilang," kata Saskia.
"Nanti kalau sudah menikah juga bakal berubah," kata Farhan.
Rafan melajukan mobilnya di jalan raya. Ada sedikit kemacetan di jalan, jadi ia sedikit terlambat. Namun akhirnya ia pun tiba di perusahaan.
"Ridho, ke ruangan ku sekarang," kata Rafan.
Ridho pun masuk setelah mengetuk pintu. "Ada apa Tuan?" tanya Ridho.
"Kamu pergi ke perusahaan Suryo group. Umumkan bahwa perusahaan itu sudah berpindah pemilik," jawab Rafan.
"Baik Tuan." Ridho pun segera pergi ke perusahaan milik Suryo.
Sementara Rafan menghubungi para koleganya dan mengabarkan berita tersebut. Tidak ada yang protes, selama mereka tidak di rugikan oleh Rafan.
Rafan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, ia teringat kata-kata mama nya dan keluarganya. Kemudian ia tersenyum.
Rafan mulai bekerja, namun pikiran nya tidak tenang. Padahal sekarang masih pagi dan masih lama waktunya istirahat siang.
Akhirnya Rafan memutuskan untuk menemui Lestari dan harus meninggalkan pekerjaannya.
Sampai di lantai bawah, Rafan berjalan cepat tidak ada yang berani menyapanya. Mereka yang hanya menunduk hormat kepada Rafan saat Rafan melewati mereka, terutama pegawai resepsionis.
"Oh ya Pak, mulai sekarang pintu gerbang harus di tutup saat karyawan sedang bekerja. Hanya yang berkepentingan saja yang bisa masuk," kata Rafan saat berhenti di dekat penjaga gerbang.
"Siap Tuan," ucap mereka serentak.
Setelah Rafan keluar, pintu gerbang langsung di tutup. Jika dulu selalu di buka hingga orang bisa masuk dengan mudah.
Rafan melajukan mobilnya, kali ini jalanan cukup lenggang, jadi ia bisa ngebut dan sampai lebih cepat.
Rafan melihat ternyata keluarga nya ada di sini. Mereka terlihat tertawa saat mengobrol dengan Lestari. Bahkan papa dan opa nya juga ada di sini.
"Kamu tidak kerja?" tanya Jovan. Rafan tidak menyahut, namun ia langsung menarik tangan Lestari untuk sedikit menjauh.
"Ada apa Mas? Gak enak meninggalkan mereka," ujar Lestari.
"Apa benar kamu meminta orang tuaku untuk menemui ibu panti?" tanya Rafan.
"Ya aku harus bilang apa? Orang tua Mas maksa ingin melamar, jadi aku suruh datang ke panti menemui ibu," jawab Lestari.
Rafan tersenyum, dengan cepat ia mengecup kening Lestari. Untuk pertama kalinya Rafan bersikap begitu, sehingga Lestari tidak bisa apa-apa dan hanya diam mematung di tempatnya.
Lestari menyentuh keningnya yang bekas di kecup. Sementara Rafan hanya tersenyum lalu membawa Lestari untuk kembali bergabung dengan orang tuanya.
Pembeli datang, Lestari pun melayani para pembeli. Tidak ramai, hanya tiga orang, jadi Lestari dengan cepat melayani mereka.
"Mas juga mau?" tanya Lestari setelah selesai melayani pembeli.
"Nanti saja, aku masih kenyang," jawab Rafan.
Mereka kembali mengobrol. Setelah merasa cukup, Seruni dan yang lainnya pun pamit. Kini hanya Rafan yang masih ada di situ.
nopi pagi bro