"Aku tidak menerima pernikahan ini. Aku nggak cinta sama kamu, apalagi di usiaku yang masih muda sudah harus mengurus seorang anak!"
Bianca, gadis manja dan pecicilan harus dipaksa kedua orang tuanya untuk menikahi seorang duda beranak 1.
Ia yang tidak suka akan perjodohan tentu saja menolak, apalagi ditambah dengan seorang duda memiliki anak. Bianca tidak siap menjadi ibu sambung.
Akan tetapi paksaan tetap paksaan, ia akhirnya menikah dengan pria dewasa yang merupakan tetangganya saat ia kecil.
Bianca yang tidak cinta justru sebaliknya dengan sang duda, Raka Dewangga. Pria itu mencintai Bianca sejak gadis itu masih duduk di bangku SMP.
Ia yang ditawarkan untuk menikahi anak tetangga nya dulu tentu saja tidak menolak, Raka bertekad akan membahagiakan Bianca.
Akankah Bianca luluh dengan cinta Raka dan menerima semua takdirnya? Atau ia malah kabur bersama sang kekasih karena tidak siap menjadi ibu sambung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan Reza
Raka menatap ponsel milik istrinya yang tertinggal dengan tatapan tajam, dan tangan yang terlipat di dada.
Ponsel Bianca yang tidak dikunci membuat ia bisa membaca pesan masuk dari kontak bernama Reza.
Raka tidak mungkin lupa, ia masih sangat ingat nama itu yang Bianca tangisi hanya karena sebuah foto.
Raka benar-benar kaget saat membaca pesan dimana pria itu mengajak Bianca untuk bertemu. Ia benar-benar kepanasan sekarang.
"Enak saja mengajak istri orang bertemu." Cibir Raka kesal.
Raka menatap lurus, saat ini dirinya sudah berada di area kampus Bianca setelah mencoba untuk fokus bekerja, namun hasilnya nihil.
Raka tidak bisa fokus, ia terus memikirkan Bianca yang bisa saja diajak kawin lari oleh mantan kekasihnya. Pikiran itulah yang membawa Raka kini ke kampus Bianca.
"Dimana Bia." Gumam Raka celingak-celinguk.
Sementara itu di kantin. Bianca sedang menikmati semangkok bakso bersama Intan. Ia tidak tahu bahwa di depan kampus ada suaminya yang sudah menunggu, sehingga ia santai saja makan.
Bianca terus menambahkan sambal ke dalam mangkok bakso nya. Ia hanya ingin menghilangkan stress, karena itulah ia butuh makanan pedas.
"Ca, cukup. Nanti perut lo sakit!" tegur Intan geleng-geleng kepala.
Bianca tidak peduli, ia tetap mengaduk kuah bakso yang baru ia tambahkan sambal.
"Gue lagi stress." Ucap Bianca singkat.
Intan menghela nafas, ia tahu bahwa sahabatnya itu stress, tapi tidak makan sambal sebanyak ini juga kali.
"Tapi lo nyiksa diri namanya. Stress nggak hilang, nyawa lo melayang." Ujar Intan sembarangan sekali.
Bianca melotot. "Mulut lo sembarangan banget." Ketus Bianca.
Intan buru-buru menutup mulutnya, ia memukul-mukul pelan bibirnya itu karena sudah salah bicara. Tapi inilah dia, dia memang suka asal nyerocos.
"Sorry, Ca. Abisnya lo ngeyel sih, gue kan khawatir." Kata Intan menjelaskan.
Bianca menghela nafas, rasanya pusing sekali memikirkan Raka yang irit bicara padanya sejak pagi.
Bianca tidak terbiasa dengan sikap itu, biasanya Raka akan banyak tingkah dan banyak bicara untuk sekedar menggodanya, tapi hari ini berbeda.
Bianca berdecak, lalu memukuli kepalanya sendiri.
"Ck, bodoh banget gue. Kenapa juga harus bahas mantan istri mas Raka, nggak penting banget kan." Gerutu Bianca menyesal sendiri.
"Ca, lo ngomong apa?" tanya Intan yang kurang mendengar dengan jelas.
Bianca menggeleng, ia hendak kembali menyantap bakso miliknya, namun tiba-tiba ada yang datang menghampirinya.
"Ca, ternyata lo disini." Ucap orang itu.
Bianca mendongak, wajahnya yang tadi menekuk seketika berubah kaget melihat siapa yang datang.
"Reza, kenapa?" tanya Bianca mengerutkan keningnya.
Reza tersenyum. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo, Ca." Jawab Reza lembut.
"Bicara soal apa?" tanya Bianca lagi.
Bianca merasa bingung apa yang mau Reza bicarakan, seingatnya urusan mereka berdua sudah selesai.
"Kita bicara di taman bisa? Gue janji cuma sebentar, Ca." Ucap Reza memohon.
Bianca melirik Intan, sahabatnya itu memberikan kode jangan.
"Tapi, Za. Gue harus pulang," ujar Bianca berusaha menolak halus.
Reza memegang tangan Bianca. "Ca, sebentar aja." Pinta Reza.
Bianca melepaskan tangannya dari tangan rezay, ia akhirnya mengangguk agar semuanya bisa cepat selesai.
Bianca merapikan barang-barangnya, ia tidak lupa membayar pesanan nya sebelum pergi.
Bianca mengikuti langkah Reza yang ternyata membawanya ke taman kampus. Ia tidak tahu kenapa harus disana, tapi Bianca memilih untuk diam.
Sampai di taman kampus, Bianca duduk sementara Reza berdiri.
"Lo mau ngomong tentang apa?" Tanya Bianca to the point.
"Gue minta maaf, Ca." Jawab Reza tiba-tiba.
"Gue nggak bisa lupain lo." Tambah Reza menundukkan kepalanya.
Bianca bangkit dari duduknya, ia hendak pergi karena merasa bahwa topik pembicaraan Reza malah akan menjadi masalah. Namun tangannya di pegang oleh Reza yang mencegahnya pergi.
"Dengerin gue dulu, Ca." Pinta Reza.
Bianca menghela nafas. "Nggak, Za. Gue nggak mau kalo pembahasan lo kemana-mana." Tolak Bianca.
Bianca melepaskan tangan Reza, namun pria itu kembali mencegahnya dengan sebuah ucapan.
"Gue mau nikah, Ca." Ucap Reza.
Bianca menghentikan langkahnya, ia membalik badan lalu melipat tangannya di dada.
"Gue bakal nikah dalam waktu dekat. Cewek yang gue nikahin adalah cewek yang nggak sengaja gue lecehin karena gue pikir itu lo." Ucap Reza dengan air mata yang menggenang.
Bianca terkejut, lipatan tangannya di dada perlahan lepas dan kembali ke posisi semula.
"Jadi lo sebelumnya punya pikiran gitu tentang gue, Za?" tanya Bianca terdengar kecewa.
Reza menggeleng cepat. "Nggak, Ca. Gue cuma frustasi karena lo nikah sama orang lain. Gue yang cinta mati sama lo ini berusaha untuk terima keadaan, tapi susah. Gue udah berusaha." Jawab Reza dengan air mata yang semakin menggenang.
"Gue pikir malam itu lo makanya gue paksa cewek itu. Dalam otak gue, cuma ada lo. Kalo lo gue hamilin, pasti kita bakal dinikahin. Gue nggak tahu darimana pikiran itu, tapi gue benar-benar nyesel Ca. Itu alasan kenapa gue mau minta maaf sama lo." Ucap Reza lagi.
Reza duduk di kursi yang tadi Bianca duduki, ia menundukkan kepalanya dan menumpahkan segala rasa sesaknya di dada.
Selama ini Reza berusaha untuk terlihat baik-baik saja dan ikhlas, tapi nyatanya ia tidak bisa. Reza tidak sanggup memikirkan Bianca sudah menikah dengan orang lain.
"Bertahun-tahun gue cinta sama lo, Ca. Tapi lo jadi milik orang, gue cuma jagain jodoh orang." Lirih Reza tanpa menatap Bianca.
Bianca bisa merasakan sesak yang Reza rasakan. Ia yang sudah berusaha melupakan Reza, hari ini kembali terluka.
Bianca mendekati Reza, ia memegang bahu pria itu tanpa maksud apapun dan hanya ingin bersimpati.
"Lupain gue, Za. Gue yakin lo bisa dapat yang lebih baik dari gue." Ucap Bianca pelan.
Reza mendongakkan kepalanya, ia memegang tangan Bianca yang ada di bahunya lalu digenggam.
"Makasih, Ca. Sekali lagi gue minta maaf, dan mulai hari ini gue bakal berusaha untuk lupain lo." Ucap Reza dengan yakin.
"Gue akan berusaha untuk terima takdir ini, dan gue harap lo juga bakal berusaha menerima ini semua. Gue yakin suami lo pria yang baik, jadi jangan sia-siakan, Ca." Tambah Reza.
Bianca tersenyum, ia membalas genggaman tangan Reza. Bianca senang Reza akan belajar untuk ikhlas, sama seperti dirinya.
Bianca akan berusaha untuk menerima Raka sebagai suaminya, satu untuk selamanya.
Bianca hendak bicara, namun ekor matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang sangat dikenal nya. Sosok yang entah sejak kapan ada disana sambil melipat tangannya di dada.
"Mas Raka." Gumam Bianca.
NAH KAN, DIBILANG BAKAL ADA YG MELEDAGG 🔨😭
Bersambung..............................