Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aldric
"Gugurkan saja jika kau tidak menginginkannya. Tapi jangan pernah meminta apapun dariku". Kata Aldric pelan. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa lelah di atas sofa.
Bayangan Naora sama sekali tidak mau pergi dari pandangannya. Apapun yang ia lakukan, apa yang ia katakan selalu saja ada Naora dan suaranya yang tidak pernah hilang.
"Kenapa kau bicara seperti itu, Al ?". Tanya Almire memegang dadanya.
"Kau yang memintaku menidurimu. Bukan aku yang menginginkannya. Jadi kau tanggung saja semuanya sendiri". Balas Aldric tanpa rasa bersalah.
Sudah sejak lama Aldric mengusir Almire dari hidupnya. Sejak Naora tidak lagi disampingnya.
Tapi Almire tidak mau pergi dan menginginkan Aldric mencintainya seperti dulu. Padahal dalam hati Aldric nama Almire sudah lama ia buang jauh-jauh dari hidupnya. Hanya kemarin saat ada Naora ia menggunakan Almire untuk menyakiti Naora.
"Tega sekali kau mengatakan itu, Al. Apa kau tidak takut terjadi sesuatu padaku atau anakmu". Teriak Almire tidak terkendali.
"Tidak, tidak dan tidak. Jangan mengatakan apapun lagi tentangmu dan anak itu. Kalian berdua tidak berarti apa-apa bagiku". Teriak Aldric dengan keras. Ia begitu muak mendengar Almire yang selalu berteriak padanya. Tidak seperti Naora yang penurut.
"Pasti semua ini karena jalang sialan itu kan ? Dia yang meracuni pikiranmu untuk membenciku. Iya kan ?". Bukannya mengerti, Almire malah semakin menjadi hingga menyulut emosi Aldric.
"Siapa yang kau sebut jalang ?". Aldric segera bangun dan menjambak rambut Almire sampai wanita itu mendongak keatas. Ia merasakan kepalanya begitu sakit. Kulit kepalanya rasanya hampir lepas.
"Sakit, Al. Lepaskan". Almire mulai menangis. Aldric menatap tajam pada Almire yang sudah bersimbah air mata. Bayangan tentang Naora yang pernah ia perlakuan sama mulai melintas dipikirannya.
'Sakit, Al. Aku mohon lepaskan aku'. Suara Naora terdengar lagi di telinga Aldric.
Aldric mendorong Almire kearah tembok dan membiarkannya terbentur.
Ia duduk lagi di sofa. Sudut matanya meneteskan air mata dan ia merasakan dadanya yang mulai sesak.
'Naora, ampuni aku Naora. Kembalilah padaku. Aku tidak bisa hidup tanpamu'. Tangis Aldric dalam hati.
Almire yang melihat Aldric terdiam dengan tatapan kosong merasa takut. Apalagi ini kedua kalinya Aldric berbuat kasar padanya setelah sebelumnya menampar pipinya dengan keras sampai sudut bibirnya sobek dan telinga nya berdengung.
Tapi mau bagaimana lagi. Ia tidak punya tujuan lagi. Ia sudah tidak memiliki harta atau perlindungan. Hanya dengan Aldric saja ia bisa merasakan kemewahan walau harus berdampingan dengan rasa sakit.
Almire merayap mendekati Aldric. Ia mencoba meredamkan emosi dalam hatinya. Biarlah ia mengemis seperti ini dari pada ia terlunta-lunta dijalanan.
"Sayang, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berkata kasar seperti itu padamu. Aku yang salah. Aku yang bodoh. Tolong maafkan aku". Almire memegang lutut Aldric dan mengeluarkan air mata penyesalannya. Entah air mata murni atau hanya air mata buaya hanya ia yang tau.
"Aku akan merawat anak ini sendiri. Tidak apa kau tidak menginginkannya. Tapi biarkan aku berada disini. Aku tidak bisa berjauhan darimu, sayang. Aku akan menemanimu apapun yang terjadi". Kata Almire sambil mengelus rahang tegas Aldric.
Aldric hanya diam. Sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Almire katakan. Baginya tidak ada hal menarik selain tentang Naora.
"Jangan menggangguku atau kalian berdua terima akibatnya". Kata Aldric dingin kemudian bangkit dari duduk dan meninggalkan Almire sendirian.
Almire menghapus air matanya dan mengelus kepalanya yang masih berdenyut.
"Aldric sialan. Bisa-bisanya ia menyakiti ibu dari anaknya. Apa dia sudah gila". Gerutu Almire.
..
Aldric masuk ke dalam ruang ganti di dalam kamarnya. Ia membuka sebuah lemari besar yang selalu ia kunci selama ini.
Di dalamnya berisi semua foto-foto Naora. Mulai dari Naora yang masih bekerja sebelum menikah dengannya.
Ia sangat cantik dengan rambut coklat nya. Matanya jernih dan senyumnya memikat. Tubuhnya juga berisi dan sehat. Tidak seperti terakhir kali ia berada di rumah ini.
"Apa yang sudah ku lakukan, Glenn ? Demi untuk membalas kematianmu aku menyakiti orang yang salah. Demi melampiaskan sakit hatiku, aku menyiksa orang yang kucintai". Tangis Aldric pecah di atas lantai. Foto-foto Naora bertebaran di depan lemari .
Ia mengambil satu persatu foto itu. Menatapnya dengan lelehan air mata yang tidak berguna.
"Kenapa aku menyia-nyiakan mu, sayang. Kenapa aku tidak bisa melihat ketulusan mu. Mengapa aku sebodoh ini". Tatap Aldric yang tenggelam dalam jurang penyesalan.
Seberapa pun ia berteriak atau menangis, ia tidak akan bisa mendapatkan Naora kembali. Ia yang dengan sadar menukar Naora. Dan ia dengan sadar pula merasa paling kehilangan.
Sejatinya, penyesalan adalah rasa sakit yang tidak ada obatnya. Kemanapun kita mencari, penyesalan itu akan tetap bersarang dalam hati.
Aldric habiskan sisa hari itu dengan meraung di dalam kamarnya seorang diri. Kamarnya kedap suara dan tidak akan ada yang mendengar kesakitannya dari luar.
..
"Kenapa aku merasa hatiku sangat sakit. Rasanya sesak dan tidak nyaman". Gumam Naora menyentuh dadanya sendiri.
Ia berdiri di depan pembatas balkon menikmati angin malam yang sedikit nakal. Pandangan nya tertuju pada taman bunga dan halaman depan mansion yang luas.
Hari sudah malam dan ia tidak bisa tidur. Rasanya tidak enak tidur lebih dulu tanpa menunggu pemilik kamar ini datang. Pikir Naora.
Meskipun sebenarnya tadi sore Damian mengirim pesan jika ia tidak pasti akan pulang atau tidak. Tapi tetap Naora merasa tidak enak.
"Semoga kau baik-baik saja, Tuan Damian". Doa tulus Naora dalam hati.
Doa seperti ini yang selalu Naora ucapkan saat masih menjadi istri Aldric.
Kemanapun Aldric pergi, ia akan selalu meminta keselamatan untuk suaminya. Meskipun Naora tau jika Aldric menghabiskan waktu bersama wanita malam dan yang terakhir bersama dengan Almire.
"Semoga kau bisa menyembuhkan hati, Aldric. Semoga tidak ada dendam diantara kita". Kata Naora tiba-tiba menyebut nama Aldric. Entahlah, ia pun juga bingung. Mengapa ia mengingat nama itu lagi.
Tapi Naora sadari itu adalah hal yang manusiawi. Ia hanya bisa berusaha melupakan tapi tidak bisa sepenuhnya lupa. Karena luka yang Aldric berikan tidak main-main sakitnya.
Dari arah gerbang yang jauh, bisa Naora lihat ada beberapa mobil yang memasuki gerbang. Dan Naora tidak tau mobil siapa saja itu. Mobil Damian saja Naora tidak hafal yang mana.
Alis Naora berkerut saat menatap seorang pria keluar dari mobil yang paling depan dengan dituntun oleh pria lain.
Lampu di halaman tidak dinyalakan. Hanya ada penerangan dari lampu mobil yang berjajar. Dan Naora yakin seseorang yang dituntun itu adalah Damian.
"Tuan Damian ?".
Naora segera keluar dari kamar berniat melihat apa yang terjadi. Tapi begitu sampai di tangga, langkahnya memelan dan perasaannya kalut.
Ia tidak mau memberi perhatian yang nantinya akan digunakan Damian untuk menyakiti nya seperti apa yang dilakukan oleh Aldric dulu padanya.
Dengan menutup mata hatinya, Naora memutar langkahnya sebelum sampai di tengah-tengah tangga. Ia kembali ke dalam kamar dan berbaring diatas ranjang.
"Dia tidak sendiri. Jika dia sedang terluka, ada banyak anak buah yang akan membantunya". Kata Naora berusaha meyakinkan hatinya.
Mungkin bersikap acuh dan tidak terlalu memberi perhatian bisa membentenginya dari rasa sakit seperti sebelumnya.
...
Selamat hari sabtu..
Ayo kasih saran dong ini Naora dibuat jatuh cinta atau mati rasa sama Damian ya ?