NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:10.8k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gibran dan Meri

“Kakak, kenapa ada di sini?” tanya Dinda yang mendengar aduan anak didiknya, jika ada suaminya menunggu di depan sekolah.

“Hanya ingin jajan saja.” Adlan beralasan.

Dinda meragukannya, tetapi tidak bertanya lebih banyak karena banyak anak-anak mengantre di tukang penjual telur gulung.

Adlan mengatakan jika dirinya hari ini menraktir anak-anak. Masing-masing dari mereka mendapatkan satu porsi, membuat anak-anak bersemangat.

Agar tidak menimbulkan keributan dan penjual kewalahan, Dinda meminta 4 penjual yang ada di sana untuk melayani anak-anak. Anak-anak harus memilih salah satu, sehingga antrean tidak terlalu banyak salam satu penjual.

Cara Dinda sangat efektif karena dalam waktu 10 menit, semua anak sudah mendapatkan jajanan yang mereka inginkan. Adlan membayar jajanan dan meminta penjual untuk membungkuskan telur gulung untuknya.

“Yakin tidak mau?” tanya Aldan.

“Tidak. Aku sedang mengurangi gorengan.”

“Ya, sudah.” Adlan memakan telur gulung sendirian.

“Aku masuk dulu, Kak. Sebentar lagi…”

Belum selesai Dinda mengucapkan kalimatnya, lonceng tanda jam istirahat sudah berbunyi.

“Masuklah! Nanti aku jemput.” Dinda mengangguk dan mencium punggung tangan suaminya.

Setelah Dinda tidak lagi terlihat, Adlan kembali ke rumah. Mungkin waktu dua jam sudah cukup untuk mamanya berbicara dengan Meri.

Benar dugaan Adlan, saat ia sampai di rumah, ia tidak lagi melihat Meri. Mama Adlan yang menyambutnya, mengatakan jika Meri sudah pulang.

Akan tetapi, saat Adlan bertanya apa yang dibicarakan sang mama dengan Meri, Mama Adlan tidak menjawab.

“Urusan perempuan, kamu tidak perlu ikut campur.”

“Ya, sudah. Yang penting dia tidak akan mengganggu Dinda lagi.”

“Sepertinya tidak.”

“Kenapa Mama tidak yakin?”

“Meri sudah terobsesi terlalu lama, bisa melepaskannya atau tidak, masih bergantung dirinya sendiri.”

Adlan mengerti. Ia hanya bisa berharap Meri tidak melakukan hal gila dan ia akan berusaha melindungi istrinya.

Di sisi lain.

Meri yang baru saja kembali, mengurung diri di dalam kamar. Ibu Gibran yang melihatnya, tidak berani mengganggu. Beliau hanya mengirimkan pesan kepada Gibran, mengabarkan keadaan Meri.

“Jika pernikahan ini bukan penjara, lalu apa?” gumam Meri.

Ia kembali mengulang apa yang dikatakan Mama Adlan kepadanya. Ia bisa mempunyai kehidupannya sendiri dalam pernikahannya dengan Gibran.

Pernikahannya tidak mengikat dirinya, tetapi memberikan Batasan. Batasan apa saja yang bisa dilakukannya yang mempunyai status istri.

Meri masih bisa mengejar cita-citanya, masih bisa bergaul dengan teman-temannya, masih bisa bekerja, dan masih bisa melakukan apa yang disukainya, tetapi dengan persetujuan suaminya.

Meri bahkan bisa lepas dari pengawasan kedua orang tuanya, karena sekarang dirinya menjadi tanggung jawab Gibran.

“Apakah benar aku bisa lepas? Aku tidak perlu lagi mengikuti ekspektasi mereka?”

“Meri!” panggil Gibran yang membuka pintu kamar.

“Ya.” jawab Meri datar.

Ia mendongak dan melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul 10 pagi. Lebih awal satu jam dari jam pulang Gibran yang seharusnya.

“Kamu kenapa? Apa ada yang sakit?” tanya Gibran yang duduk di samping Meri.

“Aku tidak sakit. Kenapa kamu pulang cepat?”

“Ibu bilang, kamu terlihat sedih dan mengurung diri di kamar, makanya aku memulangkan anak-anak lebih awal. Kamu kenapa?”

“A-aku…”

Meri ragu mengatakannya setelah melihat wajah khawatir Gibran. Wajah yang tidak pernah ia temui sekalipun dari Adlan. “Apakah benar, Gibran laki-laki baik yang bisa menerimaku apa adanya?” tanya Meri dalam hati.

“Katakan, kamu kenapa? Aku akan mendengarkan.” Kata Gibran seraya merapikan anak rambut ke belakang telinga Meri.

Kembali Meri merasakan kehangatan yang pernah dirasakannya di malam pertama pernikahan mereka. Gibran selalu memperlakukannya dengan lembut dan tidak pernah memaksanya.

Bahkan Gibran mengutamakan perasaannya seperti sekarang ini. Gibran selalu mengalah saat menghadapinya.

“Apa aku layak menjadi seorang istri?” pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Meri.

“Tentu saja. jika tidak, kamu tidak akan menjadi istriku saat ini.” jawab Gibran tanpa ragu.

“Tapi pernikahan kita ini perjodohan, bukan pernikahan yang dilakukan karena sama-sama suka, sama-sama cinta.”

“Tunggu sebentar!” Gibran berdiri dan mengunci pintu kamar dari dalam.

Percakapan mereka tidak boleh terdengar kedua orang tuanya, yang mana bisa menyakiti perasaan mereka.

“Mer, kita memang dijodohkan. Tetapi aku sudah berjanji atas nama Allah untuk menjadikanmu sebagai istriku dan aku akan menepatinya.”

“Tapi kamu tidak mencintaiku! Kamu menyukai perempuan lain!”

“Aku akui, aku menyukai perempuan lain. Tapi itu, dulu. Aku sudah menguburnya, karena kamulah istriku saat ini dan sampai ajal memisahkan nanti.”

“Kamu hanya menghiburku!”

“Apa yang bisa aku lakukan agar kamu percaya?” tanya Gibran dengan tatapan lurus kearah Meri.

Tatapan Gibran membuat dada Meri bergemuruh. Jantungnya terpacu dan ia merasakan aliran darahnya berkumpul di pipinya. Semerah apa wajahnya sekarang?

“A-aku, tidak tahu!” jawabnya gugup seraya memalingkan wajah.

Gibran menarik nafas dalam. Sepertinya ia harus lebih berusaha meyakinkan istrinya, jika saat ini hanya Meri yang penting untuknya.

Dengan memantapkan hati, Gibran memegang dagu Meri dan mengarahkan wajahnya agar mereka berhadapan. Tanpa aba-aba, Gibran mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir Meri.

Seolah otaknya tidak bekerja, Meri hanya tegang dengan mata melotot.

Gibran yang tidak merasakan penolakan, menelusupkan tangannya di tengkuk Meri dan tangan kirinya meraih pinggang sang istri.

Kini Gibran tidak hanya menempelkan bibir, tetapi mulai menyatukannya. Entah mendapat dorongan dari mana, Gibran bertekad untuk membuat Meri percaya kepadanya.

Beberapa saat kemudian, Meri mulai berontak dan mendorong tubuh Gibran.

“Ini ciuman pertamaku!” serunya.

“Ini juga ciuman pertamaku.” Sahut Gibran.

Keduanya saling pandang, tetapi Meri yang lebih dulu memalingkan wajahnya.

“Mer, bisakah kita menjalani kehidupan pernikahan kita selayaknya?” tanya Gibran yang kembali menarik dagu Meri.

“Aku masih menyukai Adlan.” Cicit Meri.

Sebenarnya ia tidak yakin, tetapi kalimat itu lolos begitu saja.

“Tak apa. aku tahu kamu butuh waktu untuk melepaskan rasa sukamu. Aku akan menunggu, tapi…” Gibran menjeda kalimatnya.

Ia memperhatikan wajah Meri yang meminta penjelasan sebelum melanjutkannya, karena ia juga tidak yakin istrinya akan setuju atau tidak.

“Tapi jangan menolakku.”

Meri tidak menangkap maksud dari Gibran, tetapi kemudian mengerti saat Gibran kembali menciumnya. Meski ciuman itu jauh dari kata menyenangkan seperti bayangannya, Meri secara naluri mengikutinya.

Keduanya saling tertaut, sampai Gibran kini ada di atas tubuh Meri. Gerakannya yang hati-hati, membuat Meri merasa diperlakukan istimewa.

Waktu berjalan, keduanya semakin intim hingga Gibran memberanikan diri untuk menjamah kulit di bawah pakaian Meri.

Sensasi yang pertama kali dirasakan Meri, membuat bulu kuduknya meremang, tetapi ia tidak merasa risih dengan tangan Gibran yang menyentuhnya. Tangannya justru mengeratkan pegangan di kemeja Gibran.

“Mer…” panggil Gibran dengan suara berat.

Dia yang memulai, dia juga yang tidak tahan karena sesuatu di antara kakinya sudah tegak paripurna.

“Apa?” tanya Meri.

“Katakan jika kamu belum siap.” Meri diam sejenak, tetapi akhirnya menganggukkan kepalanya.

Hati, pikiran, dan tubuhnya sedang tidak sinkron saat ini. Hatinya masih berharap Adlan membalas perasaannya, sedangkan pikirannya ingin menolak Gibran. Sayangnya, tubuhnya tidak sejalan karena ternyata ia sudah merasakan sesuatu di bawah sana.

Mendapatkan persetujuan, Gibran mendapatkan kepercayaan dirinya dan segera melanjutkan permainan. Keduanya saling tertaut, sampai akhirnya mereka memulai pendakian pertama mereka.

Akan tetapi, Gibran harus menahan diri untuk tidak melanjutkan pendakian, karena tidak tega melihat Meri yang menangis kesakitan.

“Maafkan aku.” Meri tidak menjawab.

Ia hanya menahan tangisnya agar tidak bersuara dengan membekap mulutnya. Gibran tersenyum melihatnya. Meski istrinya itu galak dan tidak terkendali, nyatanya Meri masih menjaga kesuciannya.

1
Dewi Masitoh
semoga lancar kak acaranya
Dewi Masitoh
kota pedas?lombok kah?😄
Meymei: Hehehe 🤭
total 1 replies
indy
Kota pedas di mana ya, jadi pengin makan yang pedas pedas
Meymei: Pecinta pedas jg kak 😄
total 1 replies
indy
semoga meri mulai membuka diri pada gibran
𝐈𝐬𝐭𝐲
nah kan beneran hamil...
𝐈𝐬𝐭𝐲
jgn² Dinda hamil...
Dewi Masitoh: sepemikiran kak😄
total 1 replies
Dewi Masitoh
Gibran kan?😄
Meymei: Cek di ban selanjutnya nanti ya kak 🤭
total 1 replies
Sila Romandita
gibran
Meymei: Masak sih🤭
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
Meymei: Kekurangan guru kak🤭
total 1 replies
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!