NovelToon NovelToon
Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Nikah Kontrak / Penyesalan Suami / Dokter / Menikah Karena Anak
Popularitas:16.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.

_______

Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.

Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.

Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Jatuh Talak Satu

...0o0__0o0...

...Malam itu, suasana rumah Langit begitu tenang. hanya suara jangkrik dan desa angin di luar jendela....

...Namun di dalam rumah utama, badai sedang tumbuh — diam-diam....

...Jingga baru saja menyelesaikan hafalan Qur’annya di ruang tengah. Ia menutup mushaf, menatap halaman terakhir dengan tenang....

...Tapi dari arah dapur, terdengar suara benda jatuh....

...Pyar..!...

...Jingga refleks berdiri. Ketika ia menghampiri, pandangan-nya langsung terpaku — gelas teh hangat tergeletak berserakan di lantai, dan Nesya berdiri dengan wajah tegang....

...Teh itu bukan sembarang teh — itu teh yang tadi di siapkan Jingga untuk Langit, yang belum sempat ia antarkan....

...“Kak Nesya ?” tanya Jingga pelan. “Kenapa gelasnya kamu jatuhkan ?”...

...Nesya menatapnya tajam. “Oh, aku hanya tidak sengaja. Tapi sepertinya... memang tidak seharusnya teh itu sampai pada orangnya.”...

...Jingga tertegun. “Apa maksud mu, kak ?”...

...“Kamu pikir aku tidak tahu ? Kamu sudah cukup membuat Abi Langit berubah. Semua kelembutan dan kepolosan mu itu kelicikan — itu jebakan nyata!”...

...Nada Nesya meninggi. “Aku sudah bersabar, Jingga. Tapi kalau kamu terus berpura-pura lugu di hadapan semua orang, aku bisa kehilangan kendali!”...

...Jingga menarik napas panjang, mencoba tenang....

...“Kak Nesya, aku tidak pernah berpura-pura. Aku hanya berusaha menjadi istri yang Allah ridai. Kalau aku salah, aku siap di tegur. Tapi jangan tuduh aku dengan hal seperti itu.”...

...“BERHENTI BERLAGAK SEMPURNA!” teriak Nesya....

...Lalu dengan emosi yang meluap, Nesya menyiram teh panas buatan-nya ke arah jingga, membuat sebagian mengenai jilbab Jingga....

...Jingga terkejut, menunduk menahan perih di tangan. Ia menjadikan tameng tangannya agar teh panas itu tidak mengenai wajahnya....

...“Astaghfirullahal'azim, Kak Nesya... apa yang kamu lakukan, kak ?” Desis Jingga lirih. Tak menyangka....

...Namun sebelum Jingga sempat menjauh, Langit muncul di ambang pintu....

...Matanya menyaksikan segalanya — pecahan gelas teh di lantai, tangan Nesya yang masih gemetar, dan Jingga yang memegang jilbabnya yang basah....

...Langit tidak langsung bicara. Ia hanya menatap Nesya — dalam, penuh kecewa....

...“Apa yang kamu lakukan, Nesya ?”...

...Nesya tersentak. “Abi... aku—aku tidak sengaja. Aku hanya... aku hanya ingin dia berhenti berpura-pura!”...

...Langit berjalan pelan mendekat, tapi langkahnya tegas. Ia menatap Jingga sebentar, memastikan istrinya baik-baik saja, lalu menatap kembali Nesya....

...“Nesya... aku selama ini menahan diri, menutupi amarahku, berprasangka baik padamu. Tapi malam ini — aku melihat dengan mataku sendiri bagaimana amarah mu membuat mu lupa pada adab.”...

...Nesya menunduk, bibirnya bergetar. “Abi... aku hanya—aku cemburu... aku takut kehilangan mu...”...

...Langit menghela napas berat....

...“Takut kehilangan bukan alasan untuk menyakiti. Bahkan setan pun menggunakan alasan cinta untuk menggoda manusia.”...

...Langit menatapnya tajam, nada suaranya berubah berat dan bergetar oleh luka yang dalam....

...“Aku sudah berusaha adil, Nesya. Aku minta maaf berkali-kali atas kelalaian ku. Tapi malam ini — kamu melampaui batas. Kamu menyakiti madumu, tanpa alasan yang di benarkan agama. Kamu sudah melanggar hak orang lain.”...

...Nesya mulai menangis. “Abi, maaf... aku mohon, aku khilaf.”...

...Langit menutup mata sejenak, menunduk, lalu berkata lirih tapi jelas....

...“Aku juga pernah khilaf, Nesya. Tapi khilaf yang terus di ulang tanpa taubat bukan lagi khilaf, itu kesombongan.”...

...Sunyi....

...Hanya isak kecil Nesya dan detak jam dinding yang terdengar....

...Lalu... Langit mengangkat wajahnya, suaranya tegas dan dingin....

...“Aku tidak ingin rumah ini menjadi ladang dosa, Nesya. Demi Allah yang Maha Adil, dengan segala kesadaran dan tanpa paksaan... aku jatuhkan talak satu kepada mu.”...

...Nesya menatapnya dengan mata membesar....

...“Abi... tidak... kamu tidak serius—”...

...“Aku serius,” potong Langit tegas....

...“Bukan karena aku benci, tapi karena aku ingin menyelamatkan kita berdua dari kehancuran yang lebih besar. Aku tidak ingin hidup dalam rumah tangga yang menistakan adab, mengatasnamakan cinta tapi di penuhi iri dan amarah.”...

...Langit menatap Jingga yang berdiri menunduk, terkejut dan sedih, tapi tak berani bicara....

...“Jingga, tolong bantu Nesya istirahat malam ini. Aku akan bicara dengan Umi dan Aba besok pagi tentang semua ini. Aku ingin semuanya di lakukan sesuai syariat.”...

...Lalu Langit melangkah keluar — langkahnya berat tapi pasti....

...Nesya jatuh bersimpuh, menangis keras....

...“Abi... jangan tinggalkan aku... aku menyesal...!”...

...Tapi Langit tak menoleh lagi....

...Dan di rumah itu, dua perempuan menangis dalam diam....

...Satu karena kehilangan cinta yang di salahgunakan, satu lagi karena menyaksikan cinta yang akhirnya di bayar dengan keadilan....

...0o0__0o0...

...Langit berjalan menuju mushola kecil di halaman rumah, bersimpuh dalam sujud panjang....

...Suaranya lirih, penuh tangis....

...“Ya Allah... Engkau tahu aku tak ingin bercerai. Tapi aku juga tak ingin mendzalimi siapapun di bawah atap rumahku. Jika ini jalan yang Kau tunjukkan... maka kuatkan aku untuk menegakkan kebenaran, meski harus melukai hati orang yang ku cintai.”...

...Langit masih bersujud di mushola kecil halaman rumah, suaranya tenggelam di antara isak dan doa panjang....

...Udara malam terasa berat. Lampu di serambi berkelip pelan, seperti ikut berduka....

...Beberapa menit kemudian, Jingga datang pelan-pelan. Ia membawa sehelai sajadah dan sebotol air. Langkahnya ringan, tapi hatinya gemetar....

...Langit baru saja bangkit dari sujudnya ketika mendengar langkah itu. Ia tidak menoleh, hanya menyeka air mata di wajahnya dengan lengan....

...“Kak…” suara Jingga pelan, hampir berbisik. “Sudah lama aku tidak melihat mu menangis seperti ini.”...

...Langit diam. ...

...Hanya nafas beratnya yang terdengar....

...Jingga duduk di sampingnya, menjaga jarak. Ia menatap mushaf di depan Langit, terbuka pada surat An-Nisa....

...“Tentang keadilan, ya ?” tanya Jingga lembut....

...Langit hanya mengangguk pelan....

...Hening beberapa saat. Lalu Jingga berkata lagi, suaranya bergetar tapi penuh ketenangan....

...“Kak... aku tahu keputusan tadi tidak mudah. Tapi… apakah benar tidak ada jalan lain selain bercerai ?”...

...Langit menatap ke depan, matanya kosong namun tajam....

...“Jingga, aku sudah memikirkan-nya selama berbulan-bulan. Aku selalu berdoa agar rumah tangga ini tetap utuh. Tapi malam ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana amarah bisa menelan akal dan adab.”...

...Langit menunduk, suaranya parau....

...“Aku tidak ingin menzalimi siapa pun. Tidak Nesya, tidak kamu. Karena jika aku membiarkan ke zhaliman di dalam rumah ini, maka aku ikut bersalah di hadapan Allah.”...

...Jingga menatapnya lama, air matanya menetes tanpa suara. Ia tahu suami'nya benar. ...

...Tapi bagian dalam dirinya tetap berusaha menahan perpisahan itu — bukan karena cinta pada Nesya, tapi karena rasa iba terhadap perempuan yang dulu juga mencintai dengan cara yang salah....

...“Tapi, Kak… Kak Nesya khilaf. Mungkin dia bisa berubah, mungkin—”...

...“Tidak, Jingga,” potong Langit perlahan tapi tegas....

...“Khilaf bisa di maafkan kalau di sertai taubat. Tapi kalau khilaf di simpan di dada dan di gunakan untuk menyakiti orang lain… itu bukan lagi dosa kecil, itu penyakit hati.”...

...Langit menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Jingga — matanya merah, tapi sorotnya mantap....

...“Aku menceraikan-nya bukan karena benci. Tapi karena aku ingin menghentikan dosa di antara kami. Aku ingin rumah tangga ini bersih, dan kamu tidak lagi menanggung luka dari pertengkaran yang seharusnya tidak terjadi.”...

...Jingga menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan....

...“Kamu terlalu baik, Kak… bahkan saat menegur, kamu tetap lembut. Aku hanya takut, setelah ini, kamu akan di salahkan banyak orang.”...

...Langit tersenyum tipis....

...“Biarlah orang berkata apa pun. Selama Allah tahu niatku, aku tidak takut. Aku lebih takut pada hari di mana aku berdiri di hadapan-Nya, lalu ditanya,...

...‘Mengapa kamu membiarkan ketidak adilan dalam rumah tanggamu ?’”...

...Kata-kata itu membuat dada Jingga sesak. Ia menatap Langit, suaranya lirih....

...“Aku tahu aku tidak berhak ikut campur, tapi aku ingin bilang satu hal… aku bangga menjadi istrimu, Kak. Bahkan kalau suatu hari aku pun di uji seperti ini, aku ingin bisa seteguh kamu.”...

...Langit menunduk. Air mata kembali jatuh di atas mushaf. Ia menutup kitab itu dengan lembut, lalu menatap istri kecilnya dalam diam....

...“Jangan bangga, Jingga… aku bukan suami yang sempurna. Aku hanya lelaki yang belajar dari dosa-dosanya. Tapi malam ini… aku ingin benar-benar menjadi imam yang bertanggung jawab, meski harus kehilangan seseorang yang dulu ku cintai.”...

...Sunyi....

...Malam seolah berhenti di antara mereka berdua....

...Jingga menggeser diri mendekat sedikit, lalu berkata pelan,...

...“Kalau begitu, izinkan aku berdoa bersama mu malam ini. Untuk kebaikan Kak Nesya, dan untuk kekuatan hati kita semua.”...

...Langit menatapnya — ada haru, ada damai. Ia mengangguk perlahan, lalu mengangkat tangannya....

...“Ya Allah… jangan biarkan kami berdendam, meski hati kami terluka. Jadikan perpisahan ini bukan akhir dari kasih sayang, tapi awal dari taubat dan kedewasaan.”...

...Doa itu lirih, tapi setiap katanya bergetar dengan makna....

...Dan malam itu, di bawah cahaya lampu kecil, dua hati yang lelah akhirnya tenang dalam keikhlasan....

...0o0__0o0...

1
Meimei Meongst
akhirnya cerai juga 🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan💪
Meimei Meongst
jingga spek bidadari dibandingkan dengan Nesya spek lampir. 🤣🤣🤣
Meimei Meongst
sabar jingga💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
jigong Majong
nyahok lo nesya. lagian udah dapat suami bonus mertua baik...masih aja bertingkah lo. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Sunaryati
Itu akibat sikap keras kepala kamu yang memaksa Langit beristri lagi padahal sudah menolak. Setelah Langit dan Jingga melaksanakan kewajiban sebagai suami istri kamu jadi sakit hati dan bertindak anarkhis, pada Jingga Sebenarnya disayangkan kamu tersingkir. Mungkin jodohmu dengan Langit hanya sampai segitu Nesy.
Lana Ngaceng
pada akhirnya Nesya yang terdepak dari rumah tangganya sendiri dan Sekarang hidup jingga aman damai sentosa 😄😄😄😄
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
nyimak🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan thor💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
💪💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
,lanjutkan💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!