Salah masuk kamar, berujung ngamar ❌ Niat hati ingin kabur dari Juragan Agus—yang punya istri tiga. Malah ngumpet di kamar bule Russia.
Alizha Shafira—gadis yatim piatu yang mendadak dijual oleh bibinya sendiri. Alih-alih kabur dari Juragan istri tiga, Alizha malah bertemu dengan pria asing.
Arsen Mikhailovich Valensky—pria dingin yang tidak menyukai keributan, mendadak tertarik dengan kecerewetan Alizha—si gadis yang nyasar ke kamarnya.
Siapa Arsen sebenarnya? Apakah dia pria jahat yang mirip seperti mafia di dalam novel?
Dan, apakah Alizha mampu menaklukkan hati pria blasteran—yang membuatnya pusing tujuh keliling?
Welcome to cerita baper + gokil, Om Bule dan bocil tengilnya. Ikutin kisah mereka yang penuh keributan di sini👇🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hampir kebablasan
Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Alizha segera menarik napas lega. Tubuhnya terasa lemas setelah perjalanan yang cukup panjang, belum lagi beban pikiran soal “program cucu” yang entah kenapa masih terngiang di telinganya.
Begitu mereka masuk, Arsen langsung meletakkan mantel dan sepatu dengan rapi, kemudian menatapnya sekilas. "Saya ke ruang kerja dulu, ada beberapa dokumen yang harus saya buka malam ini."
Alizha menatapnya datar. "Lama kerjanya?"
"Ya, kemungkinan beberapa jam. Kalau kau bosan, kau bisa jalan-jalan ke taman rumah," jawabnya santai sambil berjalan ke arah ruang kerjanya.
"Oke," sahut Alizha singkat. Ia pun langsung naik ke kamar.
Beberapa jam berlalu. Televisi di kamarnya sudah menayangkan film keempat, tapi Alizha tetap tidak fokus. Ia benar-benar bosan. Tak ada yang bisa dilakukan selain menatap langit-langit dan mendengar suara film kartun di televisi.
Hingga waktu sore datang. Langit di luar jendela berubah lembayung, menandakan hari hampir berakhir. Alizha menguap panjang. "Udah sore ternyata. Ya sudah, mandi dulu biar segar," gumamnya sambil berdiri.
Setelah mandi, ia mengenakan baju tidur longgar bermotif Marsha dan Beruang—warna cerah, lucu, dan terlalu kontras dengan nuansa elegan rumah itu. "Ah, siapa juga yang lihat," katanya santai sambil menyalakan hair dryer untuk pertama kalinya.
Begitu mesinnya menyala, dia kaget sendiri. "Astaghfirullah, ada anginnya." Dia terkekeh lalu menagrahkan benda itu ke rambutnya yang basah.
Suara mesin pengering rambut memenuhi ruangan. Alizha berdiri di depan meja rias, menyibak rambut panjang hitamnya yang masih lembap. Sekali-dua kali ia menggoyangkan pinggulnya mengikuti nada senandung asal yang keluar dari bibirnya.
"Nanana ... nanana ...."
Dia benar-benar menikmati waktunya sendiri. Rambutnya melambai setiap kali ia bergerak kecil. Wajahnya yang terlihat segar dan polos itu—benar-benar tanpa beban.
Hingga tanpa ia sadari, pintu kamar terbuka perlahan. Arsen berdiri di ambang pintu, dia tertegun.
Dia hanya bermaksud mengecek keadaan istrinya karena sudah terlalu lama di ruang kerja tadi, tapi pemandangan di depan matanya membuat langkahnya membeku.
Alizha yang menggunakan baju tidur anak-anak, rambut hitam panjang yang baru dikeringkan, dan senandung riang tanpa sadar—terlihat menggemaskan. Terlalu menggemaskan untuk ukuran seorang istri yang biasanya kaku dan malu-malu di hadapannya.
Arsen nyaris lupa cara untuk bernapas. Pandangan matanya mengikuti setiap gerakan ringan Alizha. Tatapan lembut yang begitu dalam, seperti seseorang yang baru menyadari sesuatu yang selama ini tersembunyi tepat di depan mata.
Beberapa detik kemudian, hair dryer berhenti. Alizha menaruhnya di meja dan membalik badan.
Begitu melihat Arsen berdiri di pintu, jantungnya langsung mencolos.
"Whoa! Sejak kapan Mister di situ?!" teriaknya panik sambil refleks menutup rambutnya dengan tangan.
Arsen tidak menjawab. Dia hanya menatapnya tanpa ekspresi, tapi bukan tatapan biasa. Tatapan tajam itu menelusuri wajah Alizha yang kini memerah habis-habisan.
"Ya Allah, malah saya goyang pinggul tadi," batinnya dengan wajah menegang. "Jangan-jangan dia lihat aib random saya barusan!"
Tangannya meremas ujung meja rias dengan panik. "Mi—Mister," panggilnya gugup. "Saya tidak tahu kalau—"
Langkah berat Arsen mendekat perlahan. Satu langkah. Dua langkah. Suara sepatunya terdengar jelas di lantai kamar mereka.
Alizha semakin kaku di tempat. "Mister, jangan mendekat! Saya belum pakai kerudung!"
"Tidak apa," jawabnya dengan tenang. "Saya hanya ... tidak menyangka."
"Tidak menyangka apa?" suaranya bergetar.
"Bahwa istri ternyata secantik ini tanpa lapisan apa pun," jawab Arsen dengan santai, meski nada suaranya seperti menggoda dengan halus.
"Mi—Mister!" Alizha makin panik. Wajahnya merah menyala. Dia merasa ingin kabur, atau tidak tenggelam ke lantai saat itu juga.
Arsen tersenyum samar. Ia berdiri hanya satu langkah di depannya sekarang. Tatapannya menurun, berhenti di wajah bulat Alizha yang bersemu merah, lalu naik lagi menatap matanya.
"Jangan terlalu tegang, Baby goat. Saya cuma ingin memastikan kau nyaman di sini," katanya pelan. "Tapi kalau kau terus bersenandung seperti itu, saya tidak yakin bisa fokus bekerja."
Alizha menatapnya bengong. "Apa?!"
Arsen menunduk sedikit, berbisik di dekat telinganya, "Kau tidak tahu betapa berbahayanya kelucuanmu barusan."
Seketika Alizha menepis pelan dadanya. "Sudah, Mister keluar dulu! Saya mau pakai kerudung!"
Arsen terkekeh pelan tapi tetap berbalik dengan tenang. "Baiklah. Tapi lain kali, kunci pintunya kalau mau ‘berkonser’ lagi."
Begitu pintu menutup, Alizha langsung berjongkok, menutup wajah dengan kedua tangan.
"Ya Allah," gumamnya pelan, pipinya nyaris membara. "Saya baru saja pamer goyangan random di depan suami sendiri."
Sementara di luar kamar, Arsen bersandar di dinding koridor, menahan senyum tipis.
Dia menghela napas panjang, matanya masih menyimpan bayangan istrinya yang polos tapi menggoda itu. "Sial," bisiknya. "Perempuan itu akan jadi akhir dari fokus kerja saya."
Entah kerasukan jin apa, Arsen malah kembali membuka pintu kamar. Alizha yang masih membenarkan kerudungnya langsung memelototinya.
"Mister! Kenapa tidak sabaran sih? Saya belum selesai!"
Arsen melangkah cepat ke arahnya. Gerakannya membuat Alizha panik dan spontan mundur hingga punggungnya menabrak meja rias. Sebelum sempat menegur, pinggangnya sudah ditarik kuat oleh pria itu. Dengan satu tangan, Arsen melepas kerudung dari kepalanya.
"Jangan gunakan benda ini lagi," katanya pelan. "Saya menyukaimu tanpa kerudung."
Alizha langsung melotot, wajahnya memanas. "Mana boleh begitu—"
Belum sempat dia menyelesaikan protesnya, Arsen lebih dulu menahan tengkuknya dan mengecup bibirnya singkat. Alizha refleks mendelik, jantungnya berdegup kacau. Saat Arsen melepaskannya, mata mereka saling bertemu dalam jarak yang terlalu dekat.
"Kau sangat cantik, istri," bisik Arsen dengan suara berat.
Alizha terpaku. Wajahnya memerah seketika, seolah panas seluruh tubuhnya naik ke kepala. "J-jangan bicara begitu, Mister," gumamnya gugup, menunduk dalam-dalam, mencoba menyembunyikan senyum malunya yang malah semakin kentara.
"Ka—kamu kena—"
Belum sempat Alizha menyelesaikan kalimatnya, Arsen sudah lebih dulu mengecup bibirnya lagi. Alizha kaget, spontan memukul dada pria itu karena panik.
"Mister!"
"Saya suami, jangan protes begitu," bisiknya lirih. Lalu tanpa banyak kata, Arsen mengangkat tubuh Alizha dengan mudah.
"Eh, eh! Kenapa malah digendong begini saya?" Alizha kelabakan, tangannya refleks memegangi bahu Arsen yang tegap itu. "Ya Allah, saya dikokop beruang. Help! Help!" batinnya teriak.
Begitu sampai di tepi tempat tidur, Arsen meletakkannya perlahan, penuh hati-hati. Lalu dia membungkuk, memeluk Alizha singkat, mengusap helai rambutnya smabil mengecup keningnya lembut.
"I like your panic face," katanya pelan,, membuat wajah Alizha semakin merah padam.
Lalu tanpa aba-aba, Arsen mencium pipi dan hidung istrinya satu per satu, seperti seorang ayah yang gemas pada anak kecilnya.
Alizha langsung meronta, memukul dada Arsen sambil berteriak, "Mister! Saya bukan bayi! Saya ini istrimu!"
"Ah, baiklah," jawab Arsen dengan nada menggoda, matanya turun menatap bibir Alizha yang bergetar gugup. Napasnya terdengar berat. Baru beberapa senti, Alizha langsung mendorong wajahnya.
"Eh, eh, eh! Sudah, Mister! Bibir saya bukan permen. Jangan keterusan, nanti kebablasan," sergah Alizha cepat, wajahnya sudah merah seperti udang rebus.
Arsen tersenyum samar. "Saya memang ingin lebih."
"Whoaa! Tidak! Saya masih kedatangan tamu bulanan!"
Seketika ekspresi Arsen berubah. Dia terdiam, lalu mengernyit pelan, baru menyadari sesuatu yang hampir dia lupakan. "Oh God!" gumamnya. Reflek menjauh dari tubuh Alizha.
Dia mengusap wajahnya kasar, rasa malu tercampur frustrasi. Dia baru sadar—pengendaliannya yang selama ini begitu kuat, nyaris runtuh di hadapan istrinya sendiri.
Alizha berkedip cepat, duduk dengan hati-hati. mencoba melihat wajah pria itu—yang masih membelakanginya. "Waduh, Jangan-jangan dia sesak napas lagi."
—tbc—
kasian Arsen. awokawok
dia menyimpan semua harapan dan asa seluruh keluarga nya.dan berusaha memenuhi semua ekspetasi orang
itu sebabnya dia berusaha supaya adik adiknya mandiri
karena belum tentu dia akan mampu selalu melindungi nya
jadi keras.. bukan buat sendiri,tapi buat orang sekitar nya.
pas adegan cubit
eh iyaa...kan lagi rebahan ya
bukan pe lari Karian
🤣🤣
bule sedeng
kata sederhana nya dari nyaman,dari merasa aman
dan tempat yg selalu bisa kita jadikan rumah
bukan kata yg sulit rentang pengorbanan dan siapa yg akan kalah.
aku cinta padamu
aku...nyaman bersama mu
itulah arti cinta yg sesungguhnya
dan terus lebih baik
semua orang selalu belajar di sepanjang hidupnya bukan?
beginilah cinta
deritanya tiada akhir 🤭
sama y sha
eh kok ikut ikutan
kirain marah karena masukin orang baru sembarangan
tau ya takut anaknya mainin ank orang
gemesnya liat mereka
lah ini dosa 🤦🤣🤣
haram Bu🤣🤣
tapi komitmen akan ada selamanya
mana bener lagi🤣🤣
money ia not everything
but everything need's money 🤣