Warning 21+
Aku masih suci sebelum kejadian itu. Aku masih ranum dan bersih seperti namaku, Ayu.
Semuanya berubah. Kebahagiaanku runtuh. Aku harus meninggalkan laki-laki yang mencintaiku demi laki-laki lain yang bahkan tidak kukenal.
Sanggupkah aku melewati kehidupan baruku. Kehidupan bak roller coaster yang kadang menjungkirbalikkan hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Sudahlah kalau kamu malu mengatakannya. Yang penting aku tahu bagaimana perasaan kamu. Kita kembali lagi yuk ke acara, nanti yang lain nyariin." Dio menggenggam tanganku dan mengajakku kembali lagi ke tempat resepsi.
Kemarahannya sekarang sudah benar-benar hilang tergantikan dengan senyum bahagia yang mengembang di wajahnya.
"Kenapa kamu senyum-senyum begitu?"
"Hmm... kenapa ya? Seneng aja."
"Perasaan aku gak ngomong apa-apa, sudah menyimpulkan sendiri."
"Kan tadi aku udah bilang, Yu. Kamu gak perlu ngomong juga aku udah tahu perasaan kamu. Sudahlah kamu jangan kebanyakan yang dipikirin. Nanti yang ada kamu malah sakit lagi." Dio lalu mengajakku ke bagian photo booth.
"Kita foto yuk Yu. Kita belum ada foto berdua deh kayaknya selain foto waktu akad nikah. Itu pun pakai Hp Mama."
Yang dibilang Dio memang benar. Kami selama ini tidak pernah foto berdua. Hanya foto saat akad nikah dulu, itu pun Mama Lia yang mempublikasikannya. Aku mengiyakan saja permintaan Dio. Ah aku mah labil, apa yang Dio minta selalu aku lakuin.
Dio meminta di fotokan oleh Hpnya juga oleh fotografer.
"Ayo fotonya mendekat ya, jangan jauh-jauhan nanti dipikirnya lagi musuhan lagi." fotografer mulai mengarahkan gaya foto kami.
Dio langsung merangkul pinggangku dan menariknya mendekat. Senyum di wajahnya langsung mengembang membuat siapapun wanita yang menatapnya pasti akan terkesima akan ketampanannya.
Aku juga menyunggingkan senyum agar hasil fotonya bagus.
"Sudah. Wah serasi sekali. Ganteng dan cantik. Kalau punya anak bisa cantik sekali atau ganteng sekali nih kalau bibitnya kayak kalian berdua." puji fotografer sok tau itu.
"Bisa aja Bang. Doain aja moga cepet dikasih momongan." loh Dio kenapa malah minta di doain sama tuh fotografer? ada-ada aja Dio mah.
Foto pun langsung jadi. Karena Dio family yang punya hajat maka Ia dengan seenaknya meminta 2 buah foto tak peduli antrian di belakang kami mulai banyak.
Sebuah notif di Hp ku berbunyi. Ada pesan WA. Ternyata Dio mengirimkan foto kami. Benar kata Abang fotografer, kami terlihat amat serasi di foto ini.
"Bagus kan fotonya?"
"Ya gitu deh." jawabku agak malas.
"Yu."
"Hemm."
"Udah ya marahnya. Aku minta maaf kalau aku salah. Kamu benar, aku labil dan gak punya keputusan pasti. Kita jalanin aja ya Yu seperti biasa. Masalah nanti kedepannya gimana kita lihat nanti." Dio menggenggam tanganku lagi. Matanya menatap ke dalam mataku.
"Satu yang pasti, sekarang kamu istri aku. Mau kita nikah siri atau resmi tetap saja pernikahan kita sah di mata Tuhan. Saat menikah dengan kamu, aku berjanjinya bukan sama kamu aja, tapi dengan Tuhan juga. Aku juga belum tahu Papa akan merencanakan apa lagi. Bukan aku gak mau melawan Papa. Bukan karena aku takut tidak mendapatkan harta warisan dari Papa toh sekarang saja aku hidup mandiri tanpa harta warisan Papa, semua hasil kerja keras aku selama ini. Menafkahi kamu pun pakai uang hasil kerja aku."
"Jujur, saat ini posisi kamu dan Sheila imbang bagiku. Kamu istri aku dan Sheila pacar yang kucintai. Egois namanya, tapi aku gak mau kehilangan kalian berdua."
Aku baru saja hendak melepaskan tangan Dio lagi karena mulai emosi. "Tunggu.... kamu dengar dulu. Jangan emosi dulu." aku kembali membiarkan Dio memegang tanganku. "Awalnya aku menikahi kamu karena tanggung jawab. Namun sekarang mungkin karena kita merasakan susah bersama, aku.... mulai sayang sama kamu, Yu."
Dio membuang pandangannya ke arah lain. Aku tahu Ia berusaha menahan malunya karena sudah jujur mengenai perasaannya padaku. Ada rasa senang menyusup di dadaku. Tanpa kami sadari kami sama-sama memiliki suatu perasaan, walau bukan cinta mati seperti dengan pacar kami masing-masing. Namun karena terbiasa saling bergantung menjalani hidup sehari-hari, rasa sayang dan saling memiliki pun perlahan tumbuh.
"Ehem... baiklah.... kita lupakan saja pertengkaran hari ini. Aku lapar. Semoga saja cateringnya masih ada buat kita makan. Ayo kita makan!" aku melepaskan pegangan tangan Dio dan berjalan mendahuluinya menuju buffet resepsi.
Dio mempercepat langkahnya dan mensejajari langkahku. Tangannya kembali menggenggam tanganku.
"Pegangan tangannya tetep ada dong." senyum lebarnya tersungging di wajah tampannya. Aku membalas senyumnya.
*******
Resepsi sudah usai. Aku dan Dio sudah kembali ke kamar tempat kami menginap di rumah Tante Irma. Kami sedang telentang diatas kasur seraya merasakan kenikmatan yang haqiqi karena bisa meluruskan badan. Pegeeelllll.
"Tante Irma bener-bener ya, tamunya gak habis-habis. Sampai pegal kakiku rasanya." keluh Dio.
"Apalagi aku, io. Pakai high heels mondar-mandir kesana kemari. Uh rasanya betisku berkonde nih."
"Mau aku pijitin?" Dio menawarkan bantuan namun langsung kutolak. Jangan sampai ada niat dibalik bakwan. Loh?
"Gak usaaahh... Makasssiiihhh."
"Ih aku niat nolong kok. Kamu mikir apa memangnya?"
"Gak mikir apa-apa kok." elakku.
"Hayo pasti ngelonjor deh alias ngelamun jorok."
"Enggak tuh."
"Tapi kalau yang dibilang Abang Fotografer itu benar apa mungkin ya kalau kita punya anak akan tampan atau cantik ya Yu?" Dio sekarang menopang kepalanya dengan satu tangan agar bisa sambil menatapku.
"Mana kutahuuu... "
"Kamu gak mau hamil anak aku, Yu?"
"Mulai deh nyari masalah. Baru aja damai."
"Siapa yang nyari masalah, Yu. Aku kan nanya sama kamu. Jangan dibawa perasaan banget. Anggap aja kita lagi sesi tanya jawab. Nah kamu sekarang jawab dong, kamu mau gak hamil anak aku?"
Aku menatap lurus ke langit-langit kamar. Mencoba menghindari tatapan mata Dio.
"Yu.... Jawab dong. Jangan diem aja."
"Hmm... Kamu sendiri, mau gak punya anak dari aku?" aku akhirnya bertanya balik padanya. Aku tahu Dio paling gak suka kalau pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan kembali.
"Mau aja aku mah. Gak masalah. Bikinnya enak. Sok atuh kalau kamu mau mah aku siap-siap aja." kata Dio dengan semangat full.
"Yeeehhh... biasa aja kali. Semangat bener."
"Kalau masalah begituan mah aku semangat Yu."
"Selain karena enak pas buatnya, kenapa kamu mau punya anak dari aku?" kali ini aku ingin jawaban yang serius dari Dio.
Dio tampak menimbang-nimbang jawaban yang akan Ia katakan.
"Hmm... karena... karena aku yakin. Kamu akan jadi Ibu yang baik buat anak aku kelak. Kamu akan menjadi contoh yang baik buatnya. Kamu juga pasti akan memberikan semangat dan motivasi saat Ia jatuh dan terpuruk. Seperti keadaanku saat ini. Kalau bukan karena kamu, Yu, aku mungkin sudah merusak hidup aku sendiri. Sejak kamu berada di sisi aku, aku mulai mengenal apa arti rejeki. Gajiku yang awalnya tak pernah kusyukuri karena terlalu kecil namun setelah bersama kamu aku merasa dalam gaji aku ada rejeki untuk kamu dan aku. Bahkan kita bisa nabung dari gaji yang kecil itu. Itu namanya rejeki saat kita menikah, Yu."
Bijaksana sekali. Walau kadang bagai kapal yang terombang ambing dan mudah goyah, namun Dio sebenarnya bijaksana. Ia hanya tidak diijinkan membuat keputusan sendiri dalam hidupnya. Selalu menuruti kemauan Papa. Keputusan pertama dalam hidupnya adalah menikahiku dan Ia siap menanggung konsekuensi dari keputusannya tersebut.
dr cerita ini qta belajar ikhlas menerima keadaan, belajar menekan ego demi kelangsungan hidup dn belajar kesetiaan....
benar2 nih cerita bagus pake bgt,,qta g d bikin emosi hanya karena kelakuan pelakor yg bikin naik darah, d sini hanya bercerita tentang perjuangan seorang anak yg mo merintis usaha nya tanpa mendompleng nama besar ayah nya,,,perjuangan seorang suami yg bekerja keras demi menghidupi kluarga nya tanpa meminta bantuan kluarga nya yg kaya raya,,perjuangan seorang pria utk selalu setia pada istrinya yg meninggalkan suami nya dn perjuangan seorang istri yg mo menerima suami nya apa ada nya bukan ada apa nya,,dengan segala kekurangan dn kelebihan nya....dn cerita nya g lebay kaya cerita2 pada umum nya,,aq benar2 speechless utk novel yg satu ini..
rasa nya bintang 5 dn 4 jempol rasa nya kurang utk cerita sebagus ini,,makasih banyak2 ka Author udh bikin cerita sebagus ini 👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Pilih mundur✊️
ntar papanya meninggal kan akhirnya warisan buat dia juga