Spin off dari "Beauty & Berondong"
Menikah bukanlah prioritas seorang Gabriel Ferdinand setelah kepergian istrinya enam tahun yang lalu. Meskipun sang putri, Queena Alesha terus meminta seorang mami pada Gabriel, namun hal itu tak jua membuat Gabriel menjadi luluh.
Hingga pertemuan tak sengaja Gabriel dengan seorang gadis SMA yang harus hidup sebatang kara, membuat hati Gabriel mendadak terketuk dan merasa iba. Alasan agar si gadis, Friska Agustina tak mengambil jalan hidup yang salah serta demi kelangsungan pendidikan Friska, membuat Gabriel nekat menikahi remaja yang masih duduk di bangku kelas dua belas SMA tersebut.
Lalu bagaimana cara Gabriel membimbing Friska yang masih labil menjadi istri serta mami sambung yang baik untuk dirinya dan Queena?
Dan bagaimana cara Friska beradaptasi dengan kehidupan sederhana keluarga Gabriel, padahal sebelumnya Friska selalu bergelimang kemewahan dan hidupnya serba ada?
Cerita lengkap tentang awal mula hubungan Ayunda dan Gabrian (saudara kembar Gabriel) juga akan diceritakan disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bundew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMANG BENAR?
Gabriel memperhatikan cara berjalan Friska yang mendadak jadi seperti putri solo. Pelan dan hati-hati.
"Fris, masih sakit?" Tanya Gabriel khawatir. Pria itu memasang dasinya dengan cepat dan segera menghampiri Friska.
"Kok lecet, ya, Om!" Bisik Friska sedikit meringis.
"Apanya?" Tanya Gabriel bingung. Perasaan semalam Gabriel tidak main kasar. Bagaimana ceritanya bisa lecet?
"Di pangkal pahanya. Kayak ruam gitu. Kalau dipakai jalan perih," jelas Friska pada Gabriel.
"Coba aku lihat!" Gabriel menyibak jubah mandi Friska, namun tangannya ditahan oleh gadis itu.
"Malu!" Cicit Friska.
"Udah lihat juga! Aku suamimu, Sayang!" Gabriel mengingatkan sambil mencolek gemas hidung Friska. Pria itu lanjut menyibak jubah mandi Friska, lalu sedikit merentangkan kedua kaki Friska.
"Iya, ruam. Kok bisa, ya!" Gumam Gabriel setelah memeriksa.
"Eh, Queena punya salep untuk ruam sepertinya. Aku tanyakan dulu," cetus Gabriel tiba-tiba seraya bangkit berdiri dan keluar dari kamar. Friska merapikan kembali jubah mandinya dan lanjut menyisir rambut. Friska masih bimbang apa hari ini akan ke sekoalh atau tidak. Mana ada puluhan pesan dari Sashi yang belum Friska jawab sejak semalam.
"Hah, ada ulangan hari ini?" Friska melebarkan kedua matanya saat membaca pesan di grup kelas.
"Ck! Nggak bisa bolos berarti. Nanti kalau ulangan sendiri nggak dapat contekan," rengut Friska yang lanjut menyisir rambutnya.
Disaat bersamaan, Bunda Laksmi masuk ke kamar dan menghampiri Friska.
"Bunda!" Sapa Friska kaget.
"Obat yang kemarin Bunda kasih nggak lupa kamu minum, kan, Fris?" Tanya Bunda Laksmi memastikan.
"Iya, Bund! Friska minum tiap hari, kok!" Jawab Friska seraya meringis karena terpaksa berbohong. Obatnya padahal sudah dibuang oleh Om Briel.
"Trus kamu udah dapat tamu bulanan belum?" Tanya Bunda Laksmi lagi.
"Bulan ini belum, Bund! Jadwalnya sih kemarin. Tapi kadang memang maju atau mundur. Sebelum-sebelumnya juga begitu," jelas Friska pada Bunda Laksmi.
"Yasudah! Nanti kalau udah dapat langsung lapor Bunda. Jangan sampai telat seminggu saja!" Tukas Bunda Laksmi tegas.
"Sekolah dulu yang benar, hamilnya belakangan!" Sambung Bunda Laksmi lagi bersamaan dengan Gabriel yang sudah kembali ke kamar.
"Bunda!" Sapa Gabriel pada Bunda Laksmi.
"Darimana kamu, Briel? Itu salep apa?" Tanya Bunda Laksmi seraya mengendikkan dagunya ke botol salep warna ungu di tangan Briel.
"Buat ruam, Bund!" Jelas Gabriel.
"Pangkal paha Friska yang ruam? Makanya jangan di ajak lembur sampai pagi!" Celetuk Bunda Laksmi sebelum bunda kandung Gabriel itu keluar dari kamar. Gabriel langsung tertawa mendengar celetukan sang bunda.
"Namanya juga pengantin baru, Bund!" Seloroh Gabriel yang sama sekali tak dijawab oleh Bunda Laksmi.
Gabriel lanjut menghampiri Friska dan menyibak jubah mandi gadis itu.
"Friska bisa ngolesin sendiri, Om!" Ucap Friska merasa malu.
"Nanti nggak pas! Udah biar aku aja." Tolak Gabriel mencari alasan.
"Buka lebar," Gabriel memberikan arahan pada Friska yang langsung membuka kedua kakinya sedikit lebar. Gabriel mengoleskan dengan hati-hati salep tadi ke pangkal paha Friska yang ruam kemerahan.
"Hari ini izin sekolah dulu, ya!" ujar Gabriel selanjutnya yamg langsung membuat Friska menggeleng.
"Ada ulangan, gurunya galak, nanti kalau ulangan sendiri di kantor, Friska nggak dapat contekan, Om!"
"Eh!" Friska menutup bibirnya sendiri karena keceplosan.
"Suka nyontek, ya?" Goda Gabriel yang akhirnya tahu rahasia Friska.
"Dikit aja, kok! Yang lain Friska kerjain sendiri, Om!" Kilah Friska mencari pembenaran.
"Sudah selesai," lapor Gabriel seraya meniup sebentar ruam Friska yang tentu saja langsung membuat Friska mengernyit.
"Om ngapain?"
"Biar cepat meresap salepnya." Ujar Gabrian mencari alasan.
"Lah!" Friska hanya garuk-garuk kepala karena heran.
"Cepat pakai seragam, trus sarapan, dan berangkat!" Titah Gabriel selanjutnya seraya mengusap wajah Friska.
"Aku tunggu di ruang makan!" Lanjut Gabriel lagi.
"Siap!"
****
Friska memilih berjalan pelan-pelan menuju ke kelasnya, meskipun sebenarnya ruam di pangkal paha gadis itu sudah tidak terlalu sakit. Sepanjang koridor sekolah, bisa Friska dengar para siswi yang membicarakan sultan blasteran Franklyn Franklyn itu! Tapi Friska sama sekali tak tertarik!
Eh, tapi ngomong-ngomong, Friska belum jadi lapor ke Om Briel perihal Queena pulang diantar Franklyn. Nanti malam saja Friska akan bicara pada Om Briel.
"Friska! Aku mau bicara!" Tepukan serta geretan dari Sashi membuat Friska kaget dan nyaris jatuh. Masih bagus Friska berhasil menjaga keseimbangan.
"Shi! Pelan-pelan kenapa?" Protes Friska menyentak cengkeraman tangan Sashi.
"Kamu mau aku bicara disini biar semua anak dengar?" Sashi sedikit meninggikan suaranya hingga beberapa siswa menoleh ke arah Sashi dan Friska.
"Pelankan suaramu!" Gertak Friska pada sahabatnya yang pagi ini bersikap aneh tersebut.
Apa Sashi sedang kesurupan?
"Makanya! Ayo bicara di tempat lain!" Sashi kembali menarik lengan Friska dan membawa gadis itu ke halaman belakang sekolah yang sepi.
"Ada apa, sih?" Tanya Friska to the point.
"Benar, kamu dan Om Briel udah menikah?" Sashi balik bertanya to the point.
Friska diam sebentar. Sudah pasti Sashi tahu hal ini dari Abang Jimmy kemarin.
"Jawab, Fris!" Sashi mengguncang kedua pundak Friska.
"Iya, bener! Aku istri sahnya Om Briel!" Jawab Friska akhirnya.
"Gila!" Teriak Sashi lebay.
"Aku masih waras, kok!" Sergah Friska cepat.
"Kamu masih sekolah, Fris! Kenapa udah nikah? Kalau sekolah tahu-" mulut Sashi langsung refleks dibungkam oleh Friska.
"Iya makanya jangan ember dan jangan bilang siapa-siapa! Katanya kita teman dan sahabatan!"
"Aku nikah sama Om Briel juga sebenarnya terpaksa, biar aku punya tempat tinggal, bisa lanjut sekolah dan nggak hidup terlunta-lunta."
"Daripada aku jual diri buat biaya hidup!" Jelas Friska panjang lebar seraya mengerucutkan bibirnya.
"Ada benarnya, sih!"
"Tapi kenapa nggak jadi anak angkat Om Briel aja? Kenapa harus jadi istrinya?" Tanya Sashi lagi penuh selidik.
"Iya, anggap saja simbiosis mutualisme!"
"Aku lagi butuh biaya hidup, Om Briel lagi butuh istri dan mami untuk Queena-"
"Queena itu siapa?" Sashi memotong penjelasan Friska.
"Anaknya Om Briel dengan mendiang istri pertamanya," jawab Friska cepat.
"Masih balita pasti. Imut-imut gitu, ya?" Tanya Sashi gemas dan sedikit lebay.
"Udah SMP kelas tujuh," jawab Friska jujur yang langsung membuat Sashi menganga lebar.
"Anak sambungmu udah SMP, Fris?" Ekspresi wajah Sashi benar-benar lebay sekarang.
"Iya, udah dua belas tahun umurnya," jawab Friska membenarkan.
"Itu anak kamu atau teman main kamu jadinya? Selisih enam tahun doang! Nggak rebutan bedak sama lipgloss?" Ledek Sashi seraya tertawa terbahak-bahak.
"Dia aja belum nganggep aku maminya," ujar Friska terang-terangan.
"Trus, selama ini manggil kamu apa? Loe gue?" Tanya Sashi lagi yang kembali tergelak.
"Istrinya Papi, dia," Friska menjawab sambil mencibir-cibir.
"Yaudah, yang sabar aja!"
"Trus malam pertamanya gimana?" Sashi sedikit berbisik-bisik.
"Gimana apanya?" Tanya Friska pura-pura polos.
"Pantesan ini kamu makin montok aja! Ternyata oh ternyata!" Sashi merem*s dengan usil dada Friska.
"Sashi!" Gertak Friska galak.
"Enak pasti tiap malam dikelonin Om Briel," kikik Sashi lagi meledek Friska.
"Abang Jimmy bagaimana?" Tanya Friska yang malah mengkhawatirkan abang Jimmy sekarang.
"Shock dia! Nggak mau keluar kamar, ngurung diri, nggak makan minum-"
"Serius?" Wajah Friska sudah berubah cemas.
"Bercanda!" Sashi malah terkikik sekarang.
"Abang Jimmy shock aja sih. Dan dia nyuruh aku bertanya kebenarannya kepadamu. Makanya semalam aku telpon kamu, tapi nggak kamu angkat! Aku kirim pesan, juga nggak ada yang kamu balas! Lagi lembur pasti!" Tebak Sashi sok tahu.
"Lagi sibuk beberes dapur, biar bunda nggak ngomel," jawab Friska seraya melangkah meninggalkan halaman belakang sekolah karena bel masuk kelas sudah berbunyi.
"Bunda itu maksudnya mertua kamu? Galak nggak?" Tanya Sashi kepo.
"Nggak, sih! Cuma bawel aja," jawab Friska yang langsung membuat Sashi mengangguk-angguk. Dua siswi kelas dua belas itupun segera lanjut masuk ke kelas.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.