NovelToon NovelToon
Cinta Sang CEO Dingin

Cinta Sang CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Balas Dendam / CEO / Bullying di Tempat Kerja / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.

Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.

Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 33

Lina terbangun dengan kaget.

Jantungnya berdebar kencang, napasnya tertahan. Sesaat, dia panik. Jam berapa ini? Apa dia terlambat? Dia pasti melewatkan alarm. Ethan akan...

Ethan.

Kenyataan menghantamnya seperti air es. Dia tidak lagi bekerja untuk Ethan.

Dia tidak berada di apartemennya yang sepi.

Dia berada di sofa beludru tua yang sedikit berbau debu, di sebuah ruangan yang dibanjiri cahaya pagi yang hangat. Alunan musik indie yang lembut terdengar dari speaker di sudut. Aroma kopi kental dan roti panggang menguar dari dapur.

Dia di tempat Adrian. Dia bebas.

"Pagi, Tuan Putri!" Suara ceria Adrian terdengar dari seberang ruangan. "Akhirnya kau bangun juga. Kukira kau akan tidur selamanya."

Adrian sedang berdiri di dapur kecilnya yang berantakan, hanya mengenakan celana piyama kotak-kotak dan kaus oblong. Dia melempar dua potong roti panggang ke piring dengan ketangkasan yang serampangan.

Lina duduk, selimut rajut itu melorot dari bahunya. Kepalanya terasa berat dan pusing, matanya bengkak karena menangis.

"Jam berapa ini?" suaranya serak.

"Hampir jam sepuluh," kata Adrian riang.

"Aku sudah lari pagi dan membeli kopi. Mau?"

Sepuluh? Lina tidak pernah tidur sampai jam sepuluh pagi di hari kerja. Dia seharusnya sudah berada di lantai 50 selama dua jam, menganalisis data, menunggu perintah.

Rasa panik yang tadi sirna, kini kembali dalam bentuk yang berbeda. "Sepuluh? Astaga, Dri, aku... aku harus pergi. Aku tidak bisa..."

"Tidak bisa apa?" Adrian berjalan santai, menyerahkan secangkir kopi hitam yang mengepul dan sepiring roti panggang dengan selai stroberi. "Pergi berperang? Santai. Perangnya sudah selesai. Kau menang."

"Aku tidak menang," gumam Lina, mengambil kopi itu. Tangannya masih sedikit gemetar. "Aku kabur. Dan sekarang aku pengangguran."

"Kau 'bebas secara strategis'," ralat Adrian, duduk di kursi berlengan yang reyot di seberangnya. "Dan kau membutuhkannya. Lihat dirimu, Lin. Kau pucat, kurus, dan tegang seperti senar biola. Pria itu benar-benar meracunimu."

Lina tidak membantah. Dia menggigit roti panggang itu. Rasanya... biasa saja. Tapi itu adalah makanan pertama yang dia makan tanpa rasa takut atau kewajiban.

Dia meraih ponselnya di meja kopi. Itu adalah refleks. Dia harus memeriksa email.

Layar ponselnya menyala. Tidak ada email baru dari E. Arsenio. Tidak ada panggilan tak terjawab dari Elena. Tidak ada jadwal.

Akun email kantornya mungkin sudah dihapus bahkan sebelum dia mencapai lobi. Dia telah terputus.

Perasaan itu aneh. Bukan lega. Tapi hampa. Selama berminggu-minggu, hidupnya diatur oleh bip interkom dan email singkat pria itu. Sekarang, yang ada hanya keheningan. Dan musik indie.

"Dri," kata Lina pelan, meletakkan cangkirnya. "Aku tidak bisa tinggal di sini selamanya. Aku menghargai ini, sungguh. Tapi aku harus mencari pekerjaan baru."

"Woah, Nona Ambisius. Santai dulu," kata Adrian.

"Aku serius!" kata Lina, rasa panik itu mulai merayapinya lagi. "Tabunganku tidak akan bertahan lama. Aku harus mencari pekerjaan administrasi lain. Mungkin di perusahaan yang lebih kecil."

Adrian menatapnya. "Dan... apa yang akan kaukatakan saat mereka bertanya kenapa kau meninggalkan pekerjaan impian di Arsenio Group?"

Lina membeku.

"Apa kau akan bilang, 'Oh, CEO-nya menuduhku sebagai mata-mata karena dia punya dendam kesumat pada almarhum ayahku'?" lanjut Adrian, nadanya lembut tapi tajam.

Lina menunduk. Tentu saja. Dia tidak memikirkan itu.

"Dia tidak hanya memecatku, kan?" bisik Lina. "Dia... dia telah memasukkanku ke daftar hitam."

Nama 'Anastasya'. Di Aurelia City, kota yang dikuasai Ethan Arsenio, nama itu kini beracun. Tidak akan ada perusahaan besar yang mau menyentuhnya.

"Hei, jangan begitu," kata Adrian, melihat keputusasaan kembali ke wajah sahabatnya. "Itu... mungkin benar. Tapi siapa yang peduli dengan kota bodoh ini? Aurelia City hanyalah kotak kaca yang penuh robot."

"Tapi... ke mana lagi aku bisa pergi?"

Adrian bersandar, menyesap kopinya. Dia tersenyum kecil. "Kau ingat saat aku bercerita tentang pemotretan di Porto Bello?"

"Kota kecil di tepi laut itu? Yang kau bilang udaranya asin?"

"Itu dia," kata Adrian. "Tempatnya tenang. Penuh seniman, pembuat tembikar, dan... desainer. Kau tahu, Lin... kau selalu lebih baik dalam menggambar daripada menghitung."

Lina menatap tangannya. Tangan yang selama ini mengetik analisis pasar, tapi dulu suka membuat sketsa gaun di pinggiran buku catatannya.

"Itu hanya hobi konyol, Dri."

"Hobi konyolmu lebih baik daripada pekerjaan serius kebanyakan orang," kata Adrian. "Aku melihat ada ruko kecil yang disewakan di jalan utama mereka. Sangat murah. Tepat di seberang kedai es krim."

Dia mengangkat bahu. "Hanya sebuah pemikiran. Kau bisa menggunakan tabunganmu untuk memulai sesuatu yang kau inginkan. Bukan menjadi senjata orang lain."

Lina menggelengkan kepalanya. "Aku... aku bukan desainer. Aku tidak seberani itu."

"Kau baru saja mengundurkan diri dari hadapan CEO paling menakutkan di kota," balas Adrian. "Menurutku kau cukup berani."

Lina terdiam. Dia menatap ke luar jendela apartemen Adrian yang berdebu. Di kejauhan, dia bisa melihat puncak Menara Arsenio yang berkilauan, menusuk langit seperti pecahan kaca.

Porto Bello. Kota di tepi laut.

Itu adalah ide paling gila yang pernah dia dengar. Dan entah kenapa, itu adalah ide pertama dalam waktu yang lama yang tidak membuatnya merasa takut.

1
Putra
ljutttttttttttt
Putra
mntppp
Alex Hutagalung
tak bakalan dibolehin Ethan mengundurkan diri, karna Ethan sendiri udah mulai suka Ama Lina 🤭
Alex Hutagalung
semangat thor
Sang_Imajinasi: terimakasih 💪
total 1 replies
Dedi
lnjut thor
Dedi
bagussss
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Sheryn
😍😍
Sheryn
seru ni
Sheryn
bagussss
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Fitriani
lanjutkan
Indah Ratna
yah baru tahu rasa Lina recent🤣
Indah Ratna
😍😍😍
Indah Ratna
🤣🤣😍
Indah Ratna
good thor
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Ardi
gantung lanjutan thor
Ardi
good
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Ardi
😍😍😍
Putra
lanjut thor
Putra
mantappp
Sang_Imajinasi: terimakasih 💪
total 1 replies
Putra
gasdd pol
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!