Rahasia Dibalik Pernikahan Paksa

Kemarahan Rakha kepada Elvira membuat Rasya yang berada disana menjadi takut, bahkan anak kecil itu langsung bersembunyi di belakang Elvira, memeluk kakinya dengan erat, dan sesekali mengintip Rakha yang baru kali ini begitu menyeramkan dalam pandangannya. Namun Rakha yang sama sekali tidak memperhatikan anak itu, ditambah lagi dengan rasa sakitnya kehilangan Nenek, membuat Rakha terus marah dan menuduh Elvira.

"Tuan, mungkin tadi Tuan hanya salah lihat."

Ucapan Dokter membuat Rakha berbalik menatap Dokter

"Tuan, mungkin karena harapan Anda terhadap kesembuhan Nenek Anda terlalu tinggi sehingga Anda merasa beliau membuka mata, tapi yang sebenarnya beliau tidak pernah membuka mata."

Mendengar itu, Rakha semakin marah dan menonjok wajah Dokter. "Apa kau pikir aku buta!?"

Melihat Rakha semakin tak terkendali, Elvira mengajak Rasya keluar. Elvira memanggil Rendi dan pengawal lain untuk menenangkan Rakha yang kini terlihat menarik jas Dokter kearahnya.

"Tuan Rakha!" tegas Rendi, begitu masuk ke ruangan.

"Anda tidak bisa melakukan ini kepada tenaga medis," ucap Rendi, menarik Rakha hingga berhasil melepaskan kedua tangan Rakha dari cengkramannya pada Dokter.

"Oh, jadi tidak boleh menyerang tenaga medis, jadi boleh kalau aku memukulmu? BHUGGG....!!!" dibarengi dengan pertanyaan, Rakha memberi satu pukulan ke wajah Rendi, hingga pria itu terpental beberapa langkah ke samping.

"Tuan Rakha, Tuan boleh memukulku sebanyak yang Anda inginkan, tapi untuk saat ini tolong jangan lakukan. Jika Nyonya besar melihat, beliau tidak akan suka."

Mendengar itu, Rakha seolah tersadar. Rakha berbalik badan dan menatap Neneknya yang benar-benar telah tiada.

Dengan hati yang begitu perih, langkah kaki yang lemah, Rakha berjalan mendekati Nenek. Dia duduk di samping Nenek, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Nenek. Rakha menyatukan keningnya dan memegang kedua sisi wajah Neneknya. Air matanya kembali menetes mengingat hubungannya dengan Nenek akhir-akhir ini kurang baik, tapi sekarang sebelum Rakha memperbaikinya, Nenek justru pergi meninggalkannya.

"Nenek... kenapa Nenek pergi meninggalkan ku, Nenek tahu aku tidak bisa hidup tanpa Nenek."

Rendi yang melihat kesedihan Rakha yang begitu dalam, membiarkan itu. Dia hanya memberi isyarat pada Dokter dan perawat untuk keluar dari ruangan. Rendi ingin mengurus jenazah Nenek dan mempersiapkan semua dengan baik. Mengingat Rendi sejak remaja sudah begitu dipercaya, dan sudah tahu semua seluk beluk keluarga Nenek, bahkan sampai ke keuangannya membuat Rendi dengan mudah mewakili Rakha yang tidak mungkin bisa mengurus segalanya dengan kondisinya saat ini.

Sementara itu, Yani yang baru datang, setelah Elvira menelponnya, meminta Yani untuk membawa Rasya pergi dari rumah sakit. Elvira tidak ingin membuat Rasya melihat hal lain yang mungkin akan semakin membuatnya takut.

Setelah Yani membawa Rasya pergi, Elvira kembali masuk, mencoba untuk kembali mendekati Rakha yang masih terus menangisi Neneknya. Bahkan kali ini terlihat Rakha menyandarkan kepala di bahu Nenek sambil terus memeluknya, seperti anak kecil tidur diatas tubuh ibunya.

Elvira tahu bagaimana rasa sakitnya kehilangan seseorang, karena dia sendiri juga baru saja merasakan, bahkan dia tidak sempat memeluk ibunya untuk terakhir kalinya. Memikirkan hal itu terbersit pikiran jahatnya yang mengatakan "Itu balasan untuk Rakha yang telah membunvh ibumu." tapi Elvira langsung menepis pikiran jahat itu, dan mengalihkannya pada kebaikan Nenek semasa hidup.

"Tidak, Rakha memang jahat, tapi Nenek tidak. Nenek begitu baik padaku, tidak sepantasnya aku bahagia diatas kematian Nenek." batin Elvira, mengingatkan diri sendiri.

Menyadari kehadiran Elvira, Rakha mengangkat kepalanya dari bahu Nenek. Dia beranjak duduk dan melihat Elvira yang hanya berdiri menatapnya dengan ragu-ragu.

"Apa kamu merasa senang sekarang?" tanya Rakha, turun dari ranjang dan melangkah mendekati Elvira.

"Aku memang telah membuat kesalahan padamu, tapi setelah ku pikir-pikir, itu adalah kesalahanmu sendiri. Kamu yang sejak awal tidak mengatakan jika kakakmu memiliki anak dariku. Bukannya memberitahu, dan meminta pertanggungjawabanku untuk anak kakakmu, kamu justru memaksa ingin menikah dengan ku. Seharusnya kamu tahu kan, Resikonya menikah, tentu harus mau melayani ku. Lalu kenapa kamu tidak mau, sampai aku harus memaksamu?"

Elvira membelalakkan kedua matanya mendengar apa yang Rakha katakan.

"Yang ku lakukan sudah benar, kamu yang salah. Kamu yang salah tidak mau melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri, kamu yang salah dengan pergi meninggalkan rumah, sampai Nenek marah kepadaku, sampai Nenek tidak mengakui ku sebagai cucunya, sampai Nenek merasa sedih meratapi kepergianmu dan sampai Nenek kembali masuk rumah sakit dan sekarang... " Rakha menyambung kata-katanya dengan tangisnya.

"Dan sekarang Nenek meninggalkanku, ini semua salahmu Elvira... Ya, ini semua salahmu!" teriak Rakha tepat didepan wajah Elvira yang langsung beringsut mundur.

"Rakha, Ya mungkin aku salah, tapi bagaimana dengan mu?"

"Ada apa denganku, kamu masih berpikir aku membunvh ibumu?"

Melihat Rakha dengan santainya mengatakan itu, Elvira mengernyitkan keningnya. Kakinya kembali melangkah mundur mengikuti Rakha yang kembali melangkah maju. Namun tiba-tiba para petugas masuk membuka lebar-lebar kedua pintu ruangan, dan bersiap membawa jenazah Nenek. Hal itu membuat Rakha berlari mendekati Nenek dan menghalangi apa yang ingin mereka lakukan.

"Apa yang ingin kalian lakukan pada Nenekku!?" teriak Rakha, menghalangi dengan berdiri di samping ranjang Neneknya.

"Tuan, mohon kerjasamanya, kita harus segera mengurus jenazahnya."

"Tidak! tidak ada yang bisa memisahkan ku dari Nenek. Tidak ada, tidak boleh." tidak hanya menghalangi, kali ini Rakha memeluk erat tubuh kaku Neneknya.

Hal itu membuat petugas bingung, sampai akhirnya Rendi dan pengawal lain datang. Dan mencoba mendekati Rakha.

"Tuan Rakha, ini sudah terlalu lama, kasihan Nyonya besar."

"Tidak... Tidak..."

Karena tidak bisa di bujuk secara halus, akhirnya Rendi memberi isyarat pada pengawal lain untuk menarik paksa Rendi dari atas tubuh Nenek. Hal itu membuat Rakha terkejut dan langsung memberontak.

"Lepaskan! berrani sekali kalian padaku!" sebanyak apapun teriakan Rakha, Rendi tetap meminta pengawal untuk tetap memegangi Rakha sampai petugas berhasil membawa jenazah Nenek dari sana.

"Neneeeekkkkkk....." dengan derai air mata, dan tubuhnya yang tak lagi bertenaga, Rakha hanya bisa menatap jenazah Nenek melintas dihadapannya. Bahkan kini pengawal membiarkan tubuh Rakha luruh ke lantai.

Dengan tatapan pasrahnya, Rakha hanya bisa menatap punggung para petugas yang membawa paksa jenazah Nenek darinya.

Bersambung...