Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Suasana duka menyelimuti rumah Novi. Teman-teman sekolahnya datang melayat, membawa bunga dan doa. Susan dan Mega tidak bisa menahan air mata, mereka sangat dekat juga dengan Novi.
"Susan, kita harus kuat," kata Mega, mencoba menenangkan temannya. "Novi telah tiada, kita harus ikhlas menerima ini."
Susan menangis tersedu-sedu, "Novi, aku kira ini hanya mimpi. Ini tidak benar, kan? Kamu hanya tidur, kan? Ayo bangun, Novi..." Susan melihat jasad Novi dari dekat, merasa kehilangan yang sangat besar.
Mega memeluk Susan, "Aku tahu, San. Aku juga sedih. Tapi kita harus kuat, untuk Novi. Kita akan selalu mengenangmu, Nov." Mereka berdua menangis bersama, merasakan kehilangan yang mendalam.
Sementara Resi, Putri, tidak sanggup melihat jasad Novi dari dekat. Mereka lebih memilih berada di luar, mencoba menerima kenyataan pahit itu. Kenangan indah bersama Novi masih segar di ingatan mereka, membuat kesedihan semakin mendalam.
Mereka saling memandang, air mata mengalir tanpa suara. Mereka semua merasa kehilangan yang sangat besar, dan sulit untuk menerima kenyataan bahwa Novi tidak akan pernah kembali.
"Put, aku tidak sanggup melihatnya," kata Resi dengan suara bergetar.
"Aku juga, Resi. Aku masih ingat kemarin kita semua jalan-jalan bersama. Sekarang dia sudah tidak ada lagi," jawab Putri, air matanya mengalir deras.
Mereka berdua duduk di luar, mencoba mengalihkan pikiran dari kesedihan. "Kita harus kuat, Putri. Novi pasti ingin kita bahagia," kata Resi.
Putri mengangguk, "Aku tahu, Resi. Tapi rasanya sangat sakit." Mereka berdua menangis bersama, merasakan kehilangan yang mendalam.
Nanda dan Zaki masuk ke dalam, melihat jasad Novi dengan mata berkaca-kaca. Mereka tidak bisa menahan air mata, merasa kehilangan yang sangat besar.
"Novi... kenapa kamu pergi?" kata Nanda dengan suara lirih, sambil menatap jasad temannya.
Zaki hanya bisa menggelengkan kepala, tidak bisa berkata apa-apa.
"Aku tidak menyangka, Nov. Kamu pergi secepat ini. Kamu hebat, Nov, kamu selesaikan ujian di sekolah lalu kamu langsung pergi meninggalkan kami selamanya," gumam Nanda, air matanya mengalir deras.
Zaki memegang tangan Nanda, "Kita harus kuat, Nanda. Novi pasti ingin kita bahagia."
Nanda mengangguk, "Aku tahu, Zaki. Tapi rasanya sangat sakit. Novi, kamu akan selalu di hati kami." Mereka berdua menangis bersama.
Zaki memandang ke arah Senja, yang masih menangis di pangkuan ibunya. Dia bisa merasakan kesedihan yang mendalam di wajah Senja.
"Senja...," bisik Zaki, merasa kasihan dengan temannya.
Zaki tahu bahwa Senja dan Novi sangat dekat, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Kepergian Novi pasti sangat berat bagi Senja.
Zaki ingin mendekati Senja, memberinya kekuatan dan dukungan, tapi dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dia hanya bisa berdiri di sana, merasakan kesedihan yang sama dengan Senja.
Susan dan Mega menghampiri Senja, mereka berhamburan memeluk Senja dengan erat. Senja melepaskan pelukan dari ibunya dan membalas pelukan sahabatnya, wajahnya basah oleh air mata. Mereka menangis bersama, suara tangisan mereka memenuhi ruangan.
"Aku tidak yakin, Sen... kenapa Novi secepat ini perginya," lirih Susan, suaranya tercekik oleh air mata. Matanya merah dan bengkak, dia memandang Senja dengan ekspresi sedih.
"Ini hanya mimpi kan, Sen?" tanya Susan lagi, berharap bahwa itu hanya mimpi buruk. Senja hanya bisa menggelengkan kepala, wajahnya pucat dan lesu, "Aku... aku tidak tahu, Susan. Aku merasa ini nyata," jawab Senja, suaranya hampir tidak terdengar.
Mega memeluk Senja lebih erat, "Kita harus kuat, Sen. Kita harus saling mendukung satu sama lain." Mereka bertiga menangis bersama, merasakan kehilangan yang mendalam. Air mata mereka jatuh ke bahu satu sama lain, menciptakan suasana yang sedih dan menyentuh.
Ibu Novi melihat sahabat-sahabat anaknya yang menangis bersama, dan dia tidak bisa menahan air matanya sendiri. Dia menangis lebih keras, suaranya menyatu dengan tangisan yang lain. Semua orang dalam ruangan itu ikut menangis, menciptakan suasana yang sangat sedih dan menyentuh.
"Kenapa kamu pergi, Novi...?" Ibu Novi menangis.
"Dia akan selalu di hati kita, Bu," kata Bu Tet, mencoba menghibur ibu Novi.
"Tapi kenapa harus dia, Bu? Kenapa harus Novi?" Ibu Novi menangis lebih keras, suaranya menyatu dengan tangisan yang lain.
"Kita harus kuat, Bu. Novi pasti ingin kita bahagia, dan ini sudah takdir dari Allah SWT," kata salah satu guru, mencoba memberikan kekuatan kepada ibu Novi.
Mereka semua menangis bersama, merasakan kehilangan yang mendalam.
Ayah Novi tersandar di dinding, terlihat lesu dan pucat. Air matanya tidak berhenti mengalir, dia memeluk adik Novi yang kelas 3 SD dengan erat, mencoba menghibur adiknya yang menangis. Wajahnya dipenuhi dengan kesedihan, dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Novi telah pergi.
"Ayah ada di sini, sayang. Ayah ada di sini," kata Ayah Novi, mencoba menghibur adik Novi yang menangis.
Ayah Novi memandang jasad Novi dengan deraian air mata, dia merasa kehilangan yang sangat besar. "Bagaimana Ayah hidup tanpa mu, Nak?" ucap Ayah Novi, suaranya tercekik oleh air mata.
"Novi, kamu pergi meninggalkan kami... Ayah tidak siap, Nak," tambah Ayah Novi, suaranya hampir tidak terdengar. Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Novi, anaknya yang ceria dan penuh semangat.
Ustazah yang ada di sana meminta agar jasad Novi segera dimandikan dan dikebumikan, karena tidak baik jika jasad dibiarkan terlalu lama. "Kita harus segera memandikan dan mengkafani jasad Novi, lalu menguburkannya," kata Ustazah dengan suara lembut namun tegas.
Ayah dan Ibu Novi mengangguk, meskipun masih dalam kesedihan yang mendalam. Mereka tahu bahwa itu adalah kewajiban bagi mereka sebagai orang tua, dan juga sebagai umat Muslim.
Ustazah kemudian memimpin proses memandikan dan mengkafani Novi, sementara keluarga dan teman-teman Novi membantu dengan cara mereka masing-masing. Suasana tetap sedih, namun ada juga rasa ikhlas dan penerimaan atas kepergian Novi.
Jenazah Novi dibawa ke masjid dan disholatkan sebelum sholat Jum'at. Ratusan orang ikut menyolatkan kepergian Novi, sebagai tanda cinta dan penghormatan terakhir.
"Kamu pergi di hari yang mulia, saat setelah sholat subuh juga Nov. Insyaallah surga menantimu, sahabatku," ucap Senja sedih.
Suasana di masjid sangat khidmat, semua orang mendoakan Novi agar dia diterima di sisi Allah SWT. Setelah sholat jenazah selesai, jenazah Novi dibawa ke pemakaman untuk dikuburkan.
"Kamu akan selalu di hati kami, Nov," kata Senja lagi, sambil menangis.
Setelah jenazah Novi dikuburkan, Ibu Novi terlihat sangat lemas dan akhirnya pinsan. Dia langsung dibawa kembali ke rumah, di mana keluarga dan tetangga-tetangga membantu merawatnya.
"Ayo, Bu, kita harus kuat," kata Ayah Novi, mencoba menghibur istrinya yang masih dalam keadaan shock.
Ibu Novi dibawa ke kamar, di mana dia dibaringkan dan diberi perawatan oleh keluarga. Semua orang di rumah Novi masih dalam keadaan sedih, namun mereka mencoba untuk saling menguatkan.
"Kita harus sabar dan tawakal, ini adalah kehendak Allah," kata salah satu tetangga, mencoba menghibur keluarga Novi.