NovelToon NovelToon
Dari Dunia Lain Untuk Anda

Dari Dunia Lain Untuk Anda

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin
Popularitas:244
Nilai: 5
Nama Author: Eric Leonadus

Sepuluh mahasiswa mengalami kecelakaan dan terjebak di sebuah desa terpencil yang sangat menjunjung tinggi adat dan budaya. Dari sepuluh orang tersebut, empat diantaranya menghilang. Hanya satu orang saja yang ditemukan, namun, ia sudah lupa siapa dirinya. Ia berubah menjadi orang lain. Liar, gila dan aneh. Ternyata, dibalik keramah tambahan penduduk setempat, tersimpan sesuatu yang mengerikan dan tidak wajar.

Di tempat lain, Arimbi selalu mengenakan masker. Ia memiliki alasan tersendiri mengapa masker selalu menutupi hidung dan mulutnya. Jika sampai masker itu dilepas maka, dunia akan mengalami perubahan besar, makhluk-makhluk atau sosok-sosok dari dunia lain akan menyeberang ke dunia manusia, untuk itulah Arimbi harus mencegah agar mereka tidak bisa menyeberang dan harus rela menerima apapun konsekuensinya.

Masker adalah salah satu dari sepuluh kisah mistis yang akan membawa Anda berpetualang melintasi lorong ruang dan waktu. Semoga para pembaca yang budiman terhibur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kelima

Setelah kejadian itu, Bella jatuh sakit. Tubuhnya panas namun, ia menggigil seperti kedinginan. Teman-teman yang mendengar cerita tentang berubahnya Bianca menjadi sosok mengerikan itu membuat terheran-heran tidak .. Tapi, apa yang menimpa Bella, itu adalah bukti tak terbantahkan. Satu yang kuingat pesan Mbah Joglo.

"Nduk... Ojo Sampek bocah Iki mambu getih, telinga Dina Iki lek kepingin areke waras,"

( Tiga hari ke depan, anak ini jangan sampai mencium bau darah, jika ingin sembuh ).

Penjelasan Mbah Joglo tentang perubahan pada diri Bianca adalah karena mencium bau darah atau daging mentah. Penjelasan itu beralasan karena sebelum kejadian, sewaktu Bella mengupas buah apel untuk diberikan pada Bianca, tanpa sengaja jarinya tersayat pisau. Darah yang mengucur dari lukanya tanpa sengaja tercium oleh Bianca. Entah mengapa mendadak saja, Bianca menjadi agresif dan menyerang Bella.

Sementara, Pedro dan yang lainnya belum berhasil ditemukan.

"Sebenarnya, apa yang telah terjadi di tempat ini ?" tanya Yulia.

"Kalau terus-menerus seperti ini... KKN kita jadi terhambat, terancam batal bahkan bisa jadi kita tidak lulus," sambung Akhmad.

"Lalu, harus bagaimana lagi ? Kalau tidak ada Ikbal dan yang lainnya, kira-kira bisa berhasil atau tidak ?!" ujar Joan.

"Sebenarnya, kita ini salah apa ? Mengapa harus terjebak dalam situasi yang kacau balau begini ?" tangis Yulia pecah.

"KKN ini, Ikbal dan kawan-kawan kuncinya. Tanpa mereka, kita tidak bisa apa-apa," kata Joan, “Menurutmu bagaimana, Cell ? Kok diam saja ?”

“Hei !”

Tepukan pada bahu kanan, membuyarkan lamunanku, buru – buru aku menoleh ke arah Joan dan yang lain, “Ya, Ada apa ?” tanyaku.

“Awakmu kuwi ngelamun opo, to ? Diajak ngomong meneng wae,” seru Hudi.

“Kita sudah terhenti di tempat ini selama satu minggu. Teman – teman kita menghilang entah kemana. 3 orang penduduk tewas mengenaskan gara – gara Bianca yang kerasukan makhluk aneh. Dan, masih banyak kejadian aneh selama kita berada disini. Sempat terlintas di benakku, kita pergi saja dari desa ini tanpa Ikbal dan yang lain,” kataku.

“Bagaimana kau bisa berpikir demikian ?” sahut Hudi, “Dimana hati nuranimu ?”

“Hud,” tukas Joan, “Kita sudah mengaduk-aduk seluruh desa ini bersama dengan para penduduk desa ... tapi, Ikbal dan yang lain tidak ditemukan. Apa kau bisa melihat keadaan Bianca dan Bella ? Dengar, Kita sudah cukup dipusingkan dengan banyaknya kejadian yang tak masuk akal. Aku khawatir akan terjadi hal – hal yang tidak diinginkan,”

“Kalian jangan ribut lagi. Sebaiknya kita cari jalan keluar yang baik dan aman,” sahutku.

“Kita akan membagi tugas, berharap saja tugas ini bisa rampung beberapa hari ke depan. Aku dan Joan, akan menuju ke arah Selatan dimana aku bertemu dengan kakek berbaju hitam, tampaknya, beliau mengetahui sesuatu. Hudi dan Akhmad melanjutkan pencarian ke titik terakhir. Berharap saja, mudah – mudahan mereka bisa ditemukan di tempat itu. Yulia menjaga Bella dan Bianca,”

***

Sungai itu panjang, berkelok – kelok bagaikan ular raksasa. Arusnya begitu tenang dan berair jernih, begitu jernihnya hingga dasar sungai kelihatan.Aku dan Joan berjalan menyusuri tepian sungai yang terdiri dari bebatuan setinggi orang dewasa sebagai pembatas daratan dan badan sungai. Berdiri berjejer bagaikan barisan raksasa penjaga daerah yang oleh para penduduk setempat disebut dengan nama Kali Kidul itu.

Hari masih pagi saat kami tiba di tempat ini. Sinar matahari menerobos celah – celah dedaunan, dahan dan ranting membentuk garis – garis sinar indah, menyapu perlahan kabut – kabut tipis yang sudah semalaman melingkupi seantero tempat itu. Kehangatan sinarnya, mengembalikan kehidupan pagi yang sempat terhenti oleh dinginnya malam.

Asri, tenang dan damai. Kira – kira itulah yang bisa kukatakan saat tiba di Kali Kidul. Suasana alami yang semacam itulah membuat kami merasa enggan untuk meninggalkan tempat itu. Terlebih suara gemericik air, menggoda kami untuk mandi atau sekedar membasuh muka, paling tidak bisa merasakan segarnya air sungai tersebut. Aku tidak tahu dimana sumber mata airnya atau dimana bermuara... tapi, yang jelas masih bersih alami bahkan layak untuk diminum tanpa direbus terlebih dahulu. Aroma harum dan segar itulah yang menyebabkanku dapat dengan mudah menarik kesimpulan demikian.

Bagiku, juga Joan .... menyusuri tempat ini, seakan kembali ke alam liar, aku menyukainya, terlebih Joan yang memiliki kegemaran Hiking.

Jika kemarin datang ke tempat ini, aku merasakan berat pada bahu dan bagian belakang tubuhku.... tapi, kali ini, tidak, sehingga kami bisa menyusuri tempat ini walau sedikit terganggu karena medan yang sepertinya kurang bersahabat.

Setelah sekian lama berjalan, tibalah kami di tempat yang disebut SENDANG. Sebagian kabut masih menutupi badan bangunan bercat hitam itu.

“Joan, kita sudah tiba di Sendang. Apa kita harus memasuki bangunan itu ?” tanyaku.

Pandangan Joan menyapu ke sekeliling, hanya padang rumput hijau dengan latar belakang gunung dan perbukitan. Sendang adalah bangunan satu – satunya yang berdiri di tempat itu.

“Jika kita menyusuri sungai ini, akan tiba dimana, ya ?”

“Sungai itu sepertinya tak berujung, Joan. Akan memakan waktu lama sekali bila kita mencari hilir sungai. Kita tidak tahu ada apa disana karena kita bukan penduduk setempat. Lebih baik jika ada sebuah rumah atau penduduk yang bisa kita mintai keterangan,” kataku.

“Kau melihat kakek berbaju hitam itu dimana ?”

“Di seberang sungai 10 meter di depan sana,”

“Kalau begitu, kita coba berjalan 10 meter lagi. Kita berdua rasanya tak mampu melakukan pekerjaan ini,” Joan mengusulkan.

Kami kembali melangkah, hingga akhirnya di depan kami membentang tanah lapang yang cukup luas. Sebuah gapura terbuat dari susunan batu – batu berwarna hitam berdiri di tengah – tengahnya. Angin semilir berhembus perlahan, tercium oleh kami aroma wangi aneh, berasal dari sesajen yang diletakkan di bagian tengah gapura.

Di tempat ini ....

Kembali aku merasakan tubuhku berat, kepalaku pusing dan pandanganku berkunang – kunang.

“Cel, kau kenapa ?” tanya Joan cemas yang melihatku berdiri sempoyongan.

“Tampaknya, aku butuh istirahat sejenak,” kataku sambil menaruh pantatku di rerumputan hijau. Aku menatap ke sekeliling sambil memijiti kening dan bahuku, berharap ada rumah penduduk atau minimal orang lewat. Sejauh mata memandang, hanyalah rerumputan dan tanah kosong.

“Cel, aku tak habis pikir ... kau hanya melihatnya sekilas, tapi, kau nekad ingin menemuinya tanpa peduli dengan keadaanmu. Sudah sejauh ini kita tak menemukan apapun. Apakah kau tidak salah ?” tanya Joan.

“Dia tidak salah,”

Suara berat itu mengejutkan kami, berasal dari rimbunan pepohonan, 5 meter di depan.

Seorang kakek tua berpakaian serba hitam dengan tongkat bambu kuning di tangan kanannya. Sekalipun Joan disebut gadis pemberani, akan tetapi, kemunculannya yang tiba – tiba juga penampilan kakek itu, membuatnya mundur beberapa tindak manakala melihat sepasang sorot mata yang tersembunyi di antara alis putih, menatap penuh selidik. Bola mata kakek itu seukuran kelereng, tajam berkilat-kilat bagai mata pisau yang tertimpa cahaya.

"Edan," seru Joan tanpa sadar, "Dia muncul tiba-tiba, padahal dari tadi disana tidak nampak apapun. Mengapa sekarang ada sebuah gubuk ?" gumamnya lirih.

"Mbah Buluk sudah menunggu kedatanganmu, nduk..." kata kakek tua itu padaku. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Joan, "Bawa temanmu itu masuk sebelum mereka membuatnya tak sadarkan diri,"

"Bagaimana kami bisa mempercayaimu, Mbah ?" tanya Joan.

Aku memberi isyarat agar Joan menuruti perkataan kakek tua itu.

"Serius ?" tanya Joan.

Aku mengangguk. Joan membantuku berdiri, memapah dan berjalan menuju gubuk sederhana beratap ijuk / rumbiah itu.

"Kau ini kurus, tapi, mengapa bobotmu semakin lama semakin berat ... Ada apa denganmu, Cel ?" tanya Joan sambil membaringkanku di balai-balai bambu.

Setelah aku berbaring, kakek itu mengurut bahu, tengkuk, ubun-ubun dan setelah menaruh telunjuk kanannya pada keningku, aku merasakan adanya hawa hangat mengalir dari ujung jari-jemari kaki menyebar ke setiap aliran pembuluh darah dan nadi hingga ke kepala. Seketika itu, tubuhku kembali ringan. Seringan kapas. Kakek yang ternyata bernama Mbah Buluk itu duduk bersila sambil menundukkan kepala, mulutnya komat-kamit dan ....

***

Sebuah cahaya putih menyilaukan, membuatku harus memejamkan mata. Saat membuka kelopak mataku... Aku, Joan dan Mbah Buluk sudah berada di sebuah tempat asing.

Sebuah tanah pemakaman...

Ada kira – kira 73 patok batu nisan disana, 3 diantaranya ditutupi dengan kain berwarna merah tua terletak paling ujung.

“Kita sebenarnya berada dimana, Mbah ? Mengapa mengajak kami kemari ?” tanyaku.

“Kita berada di gerbang dua dimensi. Tempat yang kalian lihat ini adalah dunia, dimana orang biasa menyebutnya DUNIA TAK KASAT MATA. Mbah Buluk akan membawa kalian melintasi lorong ruang dan waktu untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di benak kalian, termasuk bagaimana salah seorang teman kalian yang bernama Bianca itu bisa berubah liar dan beringas, sesekali pula berubah menjadi seperti orang linglung,” jelas Mbah Buluk.

Aku menatap ke sekeliling, selain kami bertiga ada pula seorang wanita tua, bongkok, menaruh kedua tangannya di punggung, sementara, rambutnya yang kelabu disanggul, mengenakan baju kebaya berwarna merah. Wanita itu pernah kutemui dalam mimpiku.

Sepasang bola matanya yang putih menatapku tanpa ekspresi. Ia membalikkan badan, berjalan ke arah makam, kami mengikutinya dari belakang sementara, Mbah Buluk kembali berkata, “Beliau bernama NYAI SEKAR ABANG. Kau bisa memanggilnya dengan sebutan Mbah Abang. Beliaulah yang selama ini menjaga dan melindungimu. Tanpa beliau, mungkin kau takkan bisa bertahan sampai detik ini. Kau sering merasakan bahu kanan dan tubuh bagian belakang berat, itu karena Mbah Abang mencegah sosok – sosok gaib penghuni tempat ini merasukimu,” jelas Mbah Buluk.

Kami sudah sampai di pemakaman itu. Hanya makam biasa, tapi, yang membuat kami tertarik adalah 3 Patok Batu Nisan dibungkus dengan kain merah. Mbah Buluk mulai bercerita ....

***

Dulu penduduk desa ini, hidup rukun, tenang dan damai; selalu berpegang teguh pada kebudayaan leluhur, dengan demikian mampu menangkal pengaruh buruk kebudayaan asing. Setiap jengkal tanah ini, tidak luput dari kentalnya budaya nenek moyang dan dianggap sakral. Setiap kali terjadi bencana alam, NAKAMPE GADING yang dulunya bernama SINUHUN PANGAYOMAN, selalu terhindar dari bencana tersebut. Mereka meyakini, adanya kekuatan besar tak kasat mata yang melindunginya termasuk letusan dahsyat Gunung Raung, beberapa tahun silam. ( pertama kali tahun 1586. Letusan pertama tersebut tercatat sebagai letusan hebat, hingga mengakibatkan wilayah di sekitarnya rusak dan memakan korban jiwa. Masuk tahun dekade 2010, Gunung Raung pernah meletus pada tahun Oktober 2012, lalu Juni 2015 dan Januari 2021 ).

Hingga...

Pada masa kependudukan Jepang ( 1942 – 1945 ). Desa ini menjadi tempat penampungan para pengungsi dari kota yang jelas memiliki kultur budaya berbeda. Memang, tidak semua budaya kota itu buruk, akan tetapi, perlahan tapi pasti, merusak keselarasan yang sudah ada sejak dulu. Ditambah lagi masuknya kebudayaan Jepang. Semua itu bertolak belakang dengan kebudayaan desa SINUHUN PANGAYOMAN.

Banyak para gadis di desa ini diperlakukan tidak manusiawi, mereka dibawa ke kota untuk dijadikan Jugun Ianfu ( PSK ), sehingga mereka harus menanggung malu seumur hidupnya. Bagi mereka yang bernasib baik, akan menjadi seorang yang dihargai dan dihormati di negara Matahari terbit tersebut. Akan tetapi, bagi yang bernasib sial dan nekad kembali ke kampung halaman, konsekuensinya, MATI.

Kebrutalan dan kebengisan DAI NIPPON, membuat apa yang selama ini diyakini, dipegang teguh oleh para penduduk desa, boleh dibilang sirna. Setiap jengkal tanah yang disakralkan, menjadi tempat genangan air mata, darah dan keringat penduduk ini.

Dimana – mana wabah penyakit menjalar dan membuat sebagian para penduduk mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Di tempat yang baru, para panatua desa bersepakat untuk melakukan TAPA BRATA, YOGA SAMADHI. Melakukan penyucian diri, perenungan dan berpuasa untuk mengembalikan kedamaian Desa. Sayangnya, perbedaan paham, juga beban mental dan psikologis yang ditebarkan oleh DAI NIPPON, membuat para panatua seringkali berselisih paham. Mbah Joglo dan Mbah Buluk adalah panatua yang selalu berpegang teguh pada budaya leluhur, tetapi, Mbah Jauhari mencoba menerapkan budaya baru yang diyakininya berasal dari SANG MAHA PENCIPTA. Inilah yang ditakutkan oleh berbagai pihak, sebab, selama ini perselisihan pendapat jarang bahkan tidak pernah terjadi.

Mbah Jauhari menyatakan, untuk mengembalikan ketentraman dan kedamaian desa perlu adanya tumbal. Tumbal tersebut diambil dari daging dan darah para pendatang, khususnya gadis muda. Setelah dia dikorbankan, hendaknya para penduduk memakan daging dan meminum darahnya, untuk kemudian dimakamkan di tanah keramat. Di sebelah Utara desa ini. Sedangkan, para gadis yang menjadi korban pelecehan seksual DAI NIPPON dan hamil tua juga dikorbankan untuk membersihkan aib yang sudah melanda desa selama masa penjajahan Jepang. Jenazahnya, dimakamkan di sebelah Barat, DESA BAJANG.

Entah kebetulan atau bukan, saran Mbah Jauhari ini membuahkan hasil. Beberapa bulan setelah ritual itu dilangsungkan, langit sebelah Timur tampak sebuah bola raksasa yang cukup besar, diiringi gumpalan – gumpalan awan menyerupai wedhus gembel membumbung tinggi ke udara. Tersiar berita bahwa 2 jantung kota Matahari terbit itu, Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh tentara Amerika memakan korban lebih dari 140,000 jiwa, melumpuhkan Jepang di segala bidang.

Mbah Jauhari dianggap berjasa besar bagi penduduk, maka, untuk menghormati dan membalas jasanya dibuatlah sebuah patung raksasa yang berwujud Makhluk mengerikan dan diletakkan di dalam ruangan sebuah bangunan bernama SENDANG. Sementara, ke- tujuh puluh makam itu adalah pemakaman para gadis yang dijadikan tumbal dan juga pemakaman untuk orang asing yang secara sengaja atau tidak sengaja datang dan meninggal di desa ini.

SENDANG, sebenarnya adalah kolam untuk memandikan jenazah yang dijadikan tumbal tolak balak selama masa kependudukan Jepang.dan di hari – hari tertentu dijadikan tempat berkumpulnya para penduduk untuk melakukan ritual TAPA BRATA, YOGA SAMADHI. Saat ritual itu diadakan, pastilah ada seseorang yang ditumbalkan. Darahnya diminum dan dagingnya dimakan bersama – sama. Sejak adanya ritual itu, DESA SINUHUN PANGAYOMAN diubah namanya menjadi NAKAMPE GADING.

Mbah Buluk dan Mbah Joglo adalah 2 dari sekian banyak panatua yang tersisih dan senantiasa memegang teguh kebudayaan Desa Sinuhun Pangayoman. Mereka berusaha mengembalikan kultur kebudayaan yang sudah ada selama ribuan tahun dan mencoba untuk mengungkap identitas Mbah Jauhari dan atas dasar apa yang membuatnya melakukan hal – hal mengerikan di desa ini.

3 Patok Batu Nisan yang ditutupi kain merah, menandakan bahwa, orang yang berada di makam itu adalah pendatang yang meninggal kurang dari 40 hari. Di dalam makam itu, terkubur jenazah Pedro, Parto dan Ikbal.

_____

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!