NovelToon NovelToon
Ibu Susu Untuk Reina

Ibu Susu Untuk Reina

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Single Mom / Janda / Hamil di luar nikah / Romansa / Ibu susu
Popularitas:11.6k
Nilai: 5
Nama Author: Chika Ssi

Gendis baru saja melahirkan, tetapi bayinya tak kunjung diberikan usai lelahnya mempertaruhkan nyawa. Jangankan melihat wajahnya, bahkan dia tidak tahu jenis kelamin bayi yang sudah dilahirkan. Tim medis justru mengatakan bahwa bayinya tidak selamat.

Di tengah rasa frustrasinya, Gendis kembali bertemu dengan Hiro. Seorang kolega bisnis di masa lalu. Dia meminta bantuan Gendis untuk menjadi ibu susu putrinya.

Awalnya Gendis menolak, tetapi naluri seorang ibu mendorongnya untuk menyusui Reina, putri Hiro. Berawal dari menyusui, mulai timbul rasa nyaman dan bergantung pada kehadiran Hiro. Akankah rasa cinta itu terus berkembang, ataukah harus berganti kecewa karena rahasia Hiro yang terungkap seiring berjalannya waktu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33. Ditunda

Sekilas, Gendis menangkapnya. Hatinya berdegup kencang. Ada firasat buruk yang merayap di tengkuknya.

Gendis menatap Ayaka lagi, dan dalam sekejap, lampu ruang sidang berkedip, menimbulkan suara listrik yang aneh. Hakim dan juri menoleh heran, sementara Satria segera berdiri menenangkan suasana. Namun, Gendis tak bisa mengalihkan pandangan dari pria di barisan belakang.

Gendis terus fokus pada pria itu karena kini, di tangan kirinya sesuatu berkilat samar di balik jas. Hanya sepersekian detik sebelum ruangan berubah ricuh. Di tengah kekacauan itu Ayaka masih duduk diam di kursi saksi, tanpa tahu bahwa semua mata yang tertuju padanya bukan lagi karena dia akan melakukan sebuah pengakuan, melainkan karena sesuatu yang jauh lebih berbahaya sedang mengintainya. Suara palu hakim menggema keras.

“Sidang diskors sementara!”

Gendis berdiri spontan, dadanya berdebar keras. Akan tetapi, pandangannya tertuju pada satu hal. Tatapan pria berjas hitam itu kini tepat mengarah pada Ayaka. Sebelum siapa pun sempat bereaksi, suara keras sebuah tembakan terdengar.

Semua orang menunduk, menutup telinga mereka, beberapa ada yang tiarap. Semuanya berubah menjadi semakin kekacauan. Gendis yang menyadari satu hal kembali berdiri tegak mencari-cari keberadaan Ayaka.

Di tengah ruangan sidang, Ayaka duduk lesu dengan Reiki yang terbaring di pangkuannya. Darah terus mengalir dari dada lelaki tersebut. Ayaka terlihat terus menekan dada Reiki sambil menarik histeris dan berteriak minta tolong.

"Siapa pun tolong! Tolong Reiki!"

Gendis dan Hiro kembali diamankan dan dibawa keluar dari ruang sidang. Dia tak tahu apa yang selanjutnya terjadi. Sementara itu petugas keamanan mulai mengosongkan dan mengevakuasi orang-orang yang ada di sana.

"Tolong Reiki! Siapa pun tolong!" teriak Ayaka panik.

"Aya ...." Suara Reiki menjadi lebih lemah, jemarinya menggenggam tangan Ayaka.

"Rei, bertahanlah! Sebentar lagi tim medis pasti datang!" seru Ayaka di antara Isak tangis.

"Aya, aku minta maaf. Aku sudah banyak menyakitimu dan memanfaatkan perasaanmu untuk kepentinganku. Ini adalah dosa yang harus aku bayar." Suara Reiki terputus-putus ketika mengungkapkan semuanya.

Sementara itu sirene ambulans meraung di luar gedung pengadilan, memecah hiruk pikuk teriakan dan langkah panik. Petugas medis berlari menembus kerumunan, membawa tandu dengan kecepatan yang membuat udara di lorong terasa menyesakkan. Ayaka masih berlutut di tengah ruang sidang, tangannya berlumur darah, menggenggam tubuh Reiki yang kian kehilangan warna.

“Bertahanlah, Reiki … tolong, jangan pergi,” bisiknya di sela isak tangis yang tercekik.

“Bu, kami harus segera membawanya. Tolong beri ruang.”

Ayaka tak bergeming. Tatapannya kosong, tubuhnya gemetar. Baru setelah petugas medis mendekat dan menarik pelan lengannya, Ayaka terlepas dari keterpakuan itu.

Mereka membawa Reiki dengan tandu, darah menetes sepanjang jalan, meninggalkan jejak yang mengerikan di lantai marmer gedung pengadilan. Ayaka menatapnya dengan pandangan tak percaya.

Ruang sidang kini disterilkan, garis kuning terpasang, media sudah memenuhi halaman depan gedung. Ayaka mengikuti mobil ambulans dengan bantuan Satria. Ketika dia sampai di ruang gawat darurat, suasana begitu hening dan tegang.

Monitor jantung berdetak lemah, ritmenya semakin lambat. Para dokter bekerja cepat. Tabung oksigen, perban tekanan, defibrillator, semuanya berpacu melawan waktu. Ayaka menempelkan tangannya pada kaca ruang operasi, air matanya tak berhenti jatuh.

“Dia akan selamat, kan? Tolong bilang dia akan selamat .…”

Pertanyaan itu menggantung di udara karena Satria tidak menjawabnya. Satria hanya berdiri di sampingnya, mencoba menenangkan Ayaka dan tak mampu mengucap satu kata pun.

Beberapa menit kemudian, garis detak jantung pada monitor berhenti. Suaranya berubah menjadi nada panjang dan menusuk. Dokter yang memimpin operasi menatap rekan-rekannya dengan wajah pasrah, lalu menurunkan masker.

“Waktu kematian pukul dua belas lewat tujuh belas.”

Ayaka terpaku. Sekujur tubuhnya kaku seolah tak lagi punya tenaga untuk berdiri. Ketika pintu ruang operasi terbuka, tubuh Reiki ditutupi kain putih. Ayaka berjalan pelan, tangannya bergetar. Dia menarik kain itu sedikit, memperlihatkan wajah tenang Reiki yang kini dingin.

“Tidak!” Suara Ayaka pecah.

“Reikiv … bangun!"

Tangis Ayaka pecah tanpa kendali. Dia berteriak, memukul dada sendiri, menolak ketika perawat mencoba menenangkannya.

“Kenapa dia!? Kenapa bukan aku!? Aku yang seharusnya tertembak!”

Satria yang berdiri di pojok ruangan menunduk sambil menahan napas panjang. Tak ada kata yang bisa memulihkan suasana itu. Beberapa jam kemudian, polisi menggelar konferensi darurat di luar rumah sakit.

“Pelaku penembakan sudah kami amankan,” kata salah satu penyidik.

“Pria berinisial H, ditangkap tidak jauh dari gedung pengadilan dengan senjata api yang digunakan di lokasi kejadian.”

Wartawan segera menyerbu dengan pertanyaan beruntun. Namun, penyidik tak menjawab. Mereka hanya memberikan pernyataan singkat.

“Apakah penembakan itu direncanakan?”

“Apakah ada keterlibatan pihak lain?”

“Kami sedang mendalami motif dan siapa yang memerintahkan aksi ini.”

***

Malam harinya, ruang interogasi di kantor polisi dipenuhi ketegangan. Pria berjas hitam yang menembak Reiki duduk dengan tangan diborgol, wajahnya pucat dan kaku. Dua penyidik duduk di hadapannya, menyalakan rekaman video.

“Siapa yang menyuruhmu?” tanya penyidik dingin.

Pelaku diam. Mulutnya seakan terkunci dan lelaki itu hanya menunduk menatap ujung sepatunya.

“Kalau kamu tak bicara, kami punya rekaman CCTV di parkiran. Ada seseorang menyerahkan tas kepadamu dua jam sebelum sidang.”

Pria itu menelan ludah. Pandangannya goyah.

“Saya … saya hanya disuruh menjaga agar sidang tidak berlanjut. Saya tidak bermaksud menembak … tapi .…”

“Tapi?”

“Tapi dia bilang, kalau saksi itu bicara, hidupnya akan hancur. Dia menyuruh saya mengancam, tapi … dia menemuiku di ruang tunggu sebelum sidang. Dia adalah ... istri korban.”

Ruang interogasi seketika senyap. Penyidik bertukar pandang. Salah satu dari mereka mulai membuka mulut dan bertanya lagi.

“Istri korban maksudmu Nyonya Yumi?”

Pelaku mengangguk lemah. “Dia yang memberi uang dan senjata itu.”

Keesokan harinya, berita meledak di seluruh media nasional:

“Yumi Yamaoki, istri pengusaha terkenal, diduga menjadi dalang di balik penembakan suaminya sendiri di ruang sidang.”

“Motif awal diduga untuk mencegah kesaksian yang dapat membalikkan status hukumnya menjadi tersangka adopsi ilegal.”

Ayaka menatap layar televisi dengan pandangan kosong di kamar apartemen. Tubuhnya masih gemetar setiap kali mendengar nama Yumi disebut. Air matanya sudah habis, tetapi rasa sesak itu tak hilang.

“Semua ini salahku … kalau saja aku tidak menjadi saksi seperti peringatan yang Reiki ucapkan, dia tidak akan …." Ayaka memeluk dirinya sendiri sambil menggerakkan tubuh ke depan dan belakang.

Sementara itu di ruang tahanan wanita, Yumi duduk diam dalam balutan pakaian tahanan abu-abu. Wajahnya pucat, tetapi matanya tetap tajam dan tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. Jaksa masuk, membawa berkas hasil interogasi.

“Nyonya Yumi, Anda sadar tuduhan terhadap Anda bisa berujung hukuman seumur hidup?”

Yumi menatap lurus tanpa berkedip. “Aku hanya ingin anak itu. Aku nggak mau Ayaka merusak semua. Kesaksiannya pasti akan memberatkan aku untuk bisa memiliki Reina.”

Jaksa menarik napas panjang. “Anda memerintahkan pembunuhan saksi di depan sidang negara.”

“Tidak ada yang bersih di dunia hukum,” ucap Yumi lirih, nyaris seperti senyum.

“Anda pun tahu itu.”

Kalimat itu membuat ruangan terasa dingin. Jaksa menatapnya lama, lalu menutup berkas pelan.

“Baik. Maka hukumlah yang akan menjawab.”

1
Esther Lestari
jangan diam Hiro....ayo berjuang untuk cintamu ke Gendis
ovi eliani
ayo hiro perjuangkan cinta mu untuk gendis dan reina kamu sdh tetlalu banyak ikut campur dalqm kehidupan mereka , semoga kalian bersatu , semangat thor
Bisa Pesan Cover di Saya: awawaw

makasih udah disemangati 😍😍😍
total 1 replies
Tutuk Isnawati
hiro saingan mu dah muncul klo g gercep kduluan ntar🤣
Bisa Pesan Cover di Saya: Wkwkwk aku mau bikin tim HiroGen oleng 🤣🤣🤣
total 1 replies
AlikaSyahrani
semanģat gendis🦾🦾🦾 tunjukkan bahwa kamu mampu
AlikaSyahrani
kamu harus kuat gendis iklaskan anakmu mungkin alloh sangat sayang ama anakmu hinggah dia kembalidipangkuannya
tiara
apakah Aksara orang yang pernah menykai Gendis dimasa lalu ya.tapi mengapa Gendis seolah ridak mengenalnya
Esther Lestari
lho Aksara kenal Gendis sebelumnya....siapa Aksara kenapa Gendis tdk mengenalinya
tiara
semangat Gendis semoga semua berjalan lancar💪
Esther Lestari
semangat Gendis
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya😌
total 1 replies
Esther Lestari
Gendis semangat menata masa depan yang baru dengan Reina😍
tiara
semangat Gendis kamu pasti bisa membesarkan Reina walau sendirian
Tutuk Isnawati
bagus ceritanya
Esther Lestari
terharu....akhirnya Reina bisa kamu peluk kembali Gendis
Bisa Pesan Cover di Saya: awawaw makasih udah ngikutin sampai sejauh ini kakk
total 1 replies
Esther Lestari
Yumi gila....demi tetap mempertahankan Reina anak yg diadopsi secara ilegal, malah menyuruh orang untuk membunuh Ayaka justru yg tertembak Reiki suaminya sendiri
Bisa Pesan Cover di Saya: Udah nggak waras emang Yumi ini🤣
total 1 replies
Esther Lestari
siapa lelaki berjas hitam itu. jangan sampai Ayaka bersaksi yg memberatkan Gendis
Esther Lestari
Ayaka kah yang datang menemui Gendis ?
Semua bersumber dari otak jahat Reiki
Dini Anggraini
Bunda author sudah di kasih berapa milyar polisinya kok malah memihak pada orang yang salah. Reiki dan Yumi adopsi anak dengan surat palsu dan perkosa, ambil paksa anak orang lain gak di penjara malah Hiro dan Gendis yang di penjara? Ayaka suatu saat karma menantimu entah itu kamu apa keturunanmu akan merasakan bagaimana rasanya jadi Gendis sakit banget. 🙏🙏🙏😆😆
Dini Anggraini: ya bunda 👍👍👍😍😍😍😍
total 3 replies
ovi eliani
jadi sebel bacanya, ayo gencatan senjata kita indonesia jepang. jgn mau kalah hubungi dubes indonesia minta pertolongan dong. ngaak ada perdamaian
Bisa Pesan Cover di Saya: Sabar kakkk, pelan-pelaaaan🤣
total 1 replies
Tutuk Isnawati
reiki kmu bener2 jahat udah hncurin msa depan gendis masih ambil anknya pula.knapa ga mati aja kmren kmu reiki
Bisa Pesan Cover di Saya: Mati gak tuh 🤣
total 1 replies
Tutuk Isnawati
ternyata penjahatnya si reiki
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!