Kania nama gadis malang itu. Kehidupan sempurnanya kemudian berantakan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya kemudian menikahi janda beranak satu di desanya. Kehidupan bahagia yang sempat dirasakannya di masa lalu terasa seperti barang mewah baginya. Kania nama gadis malang itu. Demi menutupi utang keluarganya, sang ayah bahkan tega menjualnya ke seorang rentenir. Pernikahannya bersama rentenir tua itu akan dilaksanakan, namun tiba-tiba seorang pria asing menghentikannya. " Tuan Kamal, bayar utangmu dulu agar kau bebas menikahi gadis mana pun", pria itu berucap dingin. Hari itu, entah keberuntungan atau kesialan yang datang. Bebas dari tuan Kamal, tapi pria dingin itu menginginkan dirinya sebagai pelunas utang. Kania nama gadis itu. Kisahnya bahkan baru saja dimulai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourfee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Edward terlihat sangat kesal mendengar pertanyaan gadis ingusan itu. Apa katanya tadi? Rentenir? Ckkk apakah dia disamakan dengan pria tua itu? Seharusnya itu pertanyaan yang wajar untuk orang asing yang baru ditemuinya. Melihat interaksinya dengan rentenir tua tadi, mungkin tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa Edward mempunyai profesi yang sama dengan orang itu. Gadis itu bahkan terang-terangan bertanya tentang profesinya.
" Tuan, apakah kau seorang rentenir?" Gadis itu bercicit pelan, bertanya sekali lagi seolah-olah jawaban Edward adalah penentu nasib hidupnya di masa depan.
Kania terlihat meremas-remas tangannya dengan gugup. Ia takut pertanyaannya membuat Edward tersinggung, tapi di sisi lain ia sangat penasaran. Tunggu, kalau sampai suami dadakannya adalah seorang rentenir, tidak menutupi kemungkinan pria bisu itu (menurut Kania) akan menjualnya lagi pada orang asing.. Uh, ini benar-benar menyebalkan. Dalam dua minggu terakhir, dirinya seperti barang siap pakai, dioper sana-sini. "Tuan__
"Tutup mulutmu, gadis ingusan. Kau benar-benar menguji kesabaranku". Kania bahkan belum menyelesaikan kalimatnya saat pria itu membentaknya kasar.
"Aku bukan rentenir. Ingat kalimatku yang ini. Hanya karena aku berurusan dengan pria tua itu, bukan berarti aku punya pekerjaan yang sama dengannya. Tenang saja, aku tidak akan menjualmu lagi ke orang asing jika kau mengikuti aturanku. Sekarang berhentilah bicara atau kau akan menjadi makanan piranha peliharaanku. Daging mentah sangat mahal akhir-akhir ini". Kalimat terakhir pria itu membuat Kania seperti dicekik. Ia susah payah mengatur napasnya.
Makanan piranha? Yang benar saja. Ia bahkan lebih jahat dari seorang rentenir. Dasar pria kejam. Eh tapi berapa umurnya. Ia terlihat sangat tua. Hahahaha mungkin saja karena dia sering marah-marah makanya kulit wajahnya menjadi kerut. Kania cekikikan geli merasa lucu dengan isi kepalanya sendiri.
" Selain menyebalkan, kau juga stres ternyata. Ini pertama dan terakhir kalinya kau mengataiku. Kau pikir aku bodoh, lihat saja ekspresi tengilmu itu. Bersikap sopanlah atau aku akan membuangmu di tengah jalan". Kania menutup mulutnya rapat- rapat. Tidak ingin menyulut amarah pria di sampingnya. Aku bahkan lebih suka kalau dia dalam mode silent, batin Kania.
"Heh gadis ingusan berapa usiamu?". Edward Lamos terlihat sangat-sangat penasaran.
"Namaku Kania, Tuan aku bukan gadis ingusan karena usiaku sudah 19 tahun.
"19 tahun? Rupanya kau masih bocah apakah kau masih memakai popok? Lalu, kenapa tubuhmu kecil sekali? Kau tidak kurang gizi kan?" Kania terlihat sangat kesal mendengar penuturan pria itu. Ya Tuhan mulutnya, Kania membatin. Apakah ke depannya ia akan menghadapi pria menyebalkan ini. Kania memilih mengabaikan ucapan menyakitkan dari pria itu.
"Cil, kenapa diam?" Kau sakit gigi? Atau sariawan?" Lihatlah lihatlah pria itu semakin menjadi- jadi.
"Kenapa Tuan memanggiku kancil?" Kania berusaha menjaga nada suaranya. Rasa gugupnya sirna perlahan diganti amarah yang membumbung tinggi.
Edward Lamos diam sejenak, kemudian menoleh ke arah istri mungilnya.
"Buahahahahahah". Tawanya pecah seketika. Sudut matanya terlihat berair. Ia lupa kapan terakhir ia bisa tertawa selepas itu. Gadis itu aneh sekali. Siapa yang memanggilnya kancil? Edward terkikik geli. Kania menoleh ke arah pria itu. Kenapa tertawa? Pria itu mirip orang kerasukan. "Siapa yang memanggilmu kancil, bocah".. Selain menyebalkan, kau juga sangat bodoh". Edward Lamos seakan belum puas mengatai istri dadakannya.
Kania bungkam. Membuat tatapannya ke luar jendela. Perjalanan kali ini sangat-sangat menjengkelkan.