Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Denzo keluar dari dalam mobil saat mendengar teriakan dari dalam. Langkahnya dengan cepat menuju pintu, dia sosok wanita yang terbaring di lantai dengan wajah yang pucat.
Bi nina serta beberapa pelayan terlihat histeris memandang Wanita itu.
"Tuan."
Denzo dengan sigap mengangkat tubuh Dira, membawanya ke kamarnya.
"Panggil dokter," perintahnya Pada Sekretaris Rei yang mengikuti langkahnya.
"Baik Tuan." balas Sekretaris Rei dan ia menelpon dokter pribadi.
Pria yang khawatir itu membaringkan tubuh Dira diatas kasur dengan pelan.
Ia berbalik menatap tajam pelayan. "Kenapa dia bisa pingsan?" tanyanya dengan suara tegas.
Salah satu pelayan menjawab pelan. "Nona baru tiba dari kantornya tuan dan Nona tiba-tiba pingsan."
"Sepertinya Nona kelelahan, Tuan," timpal Bi Nina, ia memang melihat sejak tadi pagi, Dira terlihat kecapean.
Denzo mengepalkan tangannya. Pria itu tahu semua pekerjaan yang dia berikan untuk Dira pasti membuat wanita itu lelah. Tapi dia tidak mau berbelas kasihan pada seseorang yang dia benci.
Denzo terus menatap Dira yang terbaring lemah diatas kasur.
Perlakukannya pada Dira sengaja dia lakukan untuk menyiksa wanita itu. Tapi perlahan Denzo merasakan perasaan yang berbeda pada Dira. Itu membuatnya dilema.
Tak lama seorang pria berjas putih dan menenteng tas medisnya masuk ke kamar itu. Pria itu melirik Denzo sekilas lalu mendekat ke samping Dira.
Dia adalah Dr. Alfian, dokter pribadi keluarga Gritama.
Dokter itu menaruh tasnya dia atas nakas lalu memeriksa Dira. Wanita itu masih belum sadarkan diri.
Dr. Alfian menatap Denzo. "Nona sedikit demam dan sepertinya Nona kelelahan. Dia sempat kerja berat hari ini ya?"
"Iya dok, Nona mengerjakan pekerjaan yang cukup banyak hari ini." Bi Nina menjawab.
Dokter itu mengangguk paham. "Mungkin karena itu, sebaiknya Nona jangan bekerja apa-apa dulu."
"Ini resep obat untuknya, berikan sesuai resepnya ya." Dokter itu memberikan resep obat dan Sekretaris Rei langsung mengambilnya.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan Denzo." ucap Dokter Alfian sambil mengambil tasnya.
"Terima kasih, Dok," balas Denzo. Pria itu lalu menatap Sekretaris Rei. "Antar Dokter Al keluar dan beli obat itu."
Dokter itu menunduk sopan lalu beranjak keluar ditemani Sekretaris Rei.
Disela jalan mereka. Pria dengan jas putih itu menoleh. "Apa dia Nona Dira istri Tuan Denzo?" tanya Dokter Al pada Sekretaris Rei.
Sekretaris Rei mengangguk. "Iya, dia Nona Dira."
Dokter Al tersenyum kecil.
"Ada apa?" Alis Rei mengkerut heran.
"Nona sangat cantik." pujinya pada wanita yang baru dia temui itu.
"Jangan macam-macam dengan Nona. Kau harus berhati-hati, Tuan sangat posesif pada istrinya." Sekretaris Rei memperingati.
"Benarkah?"
Pria itu terlihat tak percaya, Denzo yang dingin bersikap seperti itu.
"Tentu saja, Tuan bahkan menyuruhku untuk mengawasi Nona, setiap Nona keluar dari rumah," ungkap Sekretaris Rei.
"Mengejutkan, sepertinya Tuan Denzo sangat mencintai Nona." balas Dokter Al menilai.
"Aku pun kaget saat Tuan Denzo bersikap seperti itu." timpal Sekretaris Rei.
"Ingat, jangan pernah memuji nona di depan Tuan langsung." Tangan Sekretaris Rei terangkat dengan telunjuk yang bergerak kanan kiri.
"Aku mengerti."
Dia pria itu tidak tahu bahwa alasan Denzo menikah Dira bukan karena cinta tapi untuk balas dendam. Sekretaris Rei juga sepertinya tidak paham akan perintah yang bosnya itu berikan. Jika Denzo tahu Sekretaris Rei tidak paham sampai sekarang mungkin pria itu akan semakin marah padanya karena pikiran lambatnya.
Mereka akhirnya sudah sampai di halaman depan.
"Kau juga cepatlah pergi beli obatnya." Ujar Dokter Al.
Sekretaris Rei mengangguk dengan jempol yang terangkat.
Kedua pria itu lalu masuk ke mobil masing-masing dan keluar menuju tujuan mereka.
Di dalam kamar Denzo masih menatap Dira yang masih menutup matanya. Dengan wajah dinginnya tak mampu menutupi kegelisahan yang memuncak di matanya. Apalagi tadi dengan sigapnya membawa Dira ke kamarnya itu terlihat sangat perhatian.
Bi Nina juga 1 pelayan masih berdiri disana menunggu Dira sadar.
"Kalian keluar lah, siapkan makan malam." perintah Denzo.
Bi Nina mengangguk. "Siap Tuan."
"Buatkan juga bubur untuknya." Denzo menunjukkan Dira lewat sorot matanya.
Bi Nina mengerti dan dia keluar bersama pelayan di sampingnya.
Kini tinggal Denzo yang menemani Dira, pria mendekat dan memperbaiki selimut Dira. Menatap cukup lama wanita yang masih terlihat pucat itu.
Andai kamu tidak melakukan hal itu, aku pasti sangat senang.
Tangannya terkepal kuat, napasnya berat seolah menahan sesuatu yang sulit ia akui.
Denzo kini berharap semua hal yang dia ketahui itu salah dan tak pernah terjadi hingga tak perlu membuat wanita di depannya itu menderita.
Pandangan mata Denzo lebih lembut menatap Dira, tangannya terangkat pelan ingin memegang kepala wanita itu, tapi dia ragu. Denzo kembali menarik tangannya dan berjalan menjauh. Ia memilih duduk di sofa sambil menunggu Sekretaris Rei.
Sedari tadi seseorang melihat perlakuan Denzo pada Dira. Wanita itu berdiri di luar kamar. Tangannya terkepal kuat.
"Ternyata Kak Denzo menyukai Dira, aku harus berbuat sesuatu."
ok, sekarang qm menang tapi ingat tuhan itu tdk tidur, karma tdk pernah salah alamat, Thor... perlukah saya bantu Dira 🙏