NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33

Ranu menarik tombak di tangan kanannya sedikit ke belakang, dan kemudian bergerak mendahului sebelum Panca menyerang.

Pertarungan satu lawan tiga tak terelakkan lagi. Ranu berjibaku menahan setiap serangan yang diarahkan tiga lawannya. Seolah mempunyai pikiran sendiri, dua kembaran Panca juga bisa bergerak menyerang tanpa harus dikendalikan pemilik tubuh ilusi tersebut.

Sebenarnya, Ranu sempat berpikiran untuk melakukan sama seperti yang dilakukan Panca, tapi dia tidak mau terburu nafsu karena merasa belum saatnya mengeluarkan ajian Tubuh Ilusi miliknya.

Ranu terdorong mundur 3 langkah ke belakang akibat menangkis dua serangan yang dilakukan 2 tubuh kembaran Panca secara bersamaan. Belum sempat berdiri kokoh, Panca sudah melompat tinggi dan menebaskan pedangnya.

"Sial!"

Ranu terpaksa melompat dan bergulingan ke samping untuk menghindari serangan susulan tersebut.

Pergerakan mereka yang begitu cepat membuat Ranu kesulitan untuk menentukan mana tubuh Panca yang asli. Selain rupa dan bentuk yang sama persis, gerakan mereka bertiga juga tidak berbeda satu sama lain.

Ranu hanya bisa mengira-ngira mana tubuh Panca yang asli. Dia berpikiran jika tubuh yang asli bisa di bunuh, maka dua yang lainnya pun pasti ikut mati.

"Mati kau!" Ranu melesat menebaskan tombaknya ketika melihat celah terbuka lebar. Namun di saat serangannya hampir mengenai tubuh lawan, dia terpaksa menarik serangannya dan menahan serangan yang mengincar lehernya.

Tiiinggg!

Benturan dua logam tersebut begitu nyaring terdengar.Ranu sedikit tersenyum. Sekarang dia bisa mengerti mana tubuh Panca yang asli jika melihat tenaga dalam yang dikeluarkan penyerangnya tadi.

"Kenapa kau tersenyum, Anak Muda? Apa kau sudah gila karena melihat kekuatan pusaka Pedang Ilusi milikku ini?"

Ranu menarik napasnya sedikit kaget, karena ketiga Panca itu berbicara bersamaan dan dengan kata-kata yang sama.

"Jangan suka ingin tahu pikiran orang lain, Orang Tua," balas Ranu sambil menatap satu tubuh yang menurutnya tubuh panca yang asli.

"Begini saja, Aku punya penawaran untukmu. Karena kemampuanmu hanya sedikit sekali di bawahku, bergabunglah denganku. Aku pastikan kau akan menjadi panglima kedua!"

Kali ini Ranu terkekeh pelan. "Terserah kalau kau menganggapku ada di bawahmu. Tapi aku juga punya penawaran untukmu," balasnya.

"Sebutkan apa penawaranmu?"

"Rebut Golok Tirta Aji dari Racun Utara dan berikan kepadaku. Maka kau tak akan aku bunuh."

"Bedebah...! ternyata kau memilih kematian. Baiklah, aku kabulkan permintaanmu!"

Tiga tubuh Panca kembali melakukan serangan bertubi-tubi ke arah Ranu. Kali ini mereka tidak bergerak secara acak, tapi dengan formasi yang rapi. Gerakan mereka saling menutupi satu sama lain.

Ranu dipaksa bertahan total. Namun dibalik bertahannya dia, otak Ranu bekerja untuk merekam dan mencari celah kelemahan lawan.

Bugh!

Ranu kembali terpental ke belakang, Di saat dia sibuk meladeni dua pedang sekaligus sebuah tendangan mendarat di rusuknya.

Ranu meringis kesakitan karena tendangan itu mengenai bekas luka cakaran yang meski sudah mengering luarnya, tapi belum sembuh sepenuhnya.

Pemuda itu tidak tinggal diam. Dia menarik sejumlah besar tenaga dalamnya dan membuat tubuhnya semakin ringan. Dua tombaknya disilangkannya di depan dadanya. Dalam satu tarikan napas, dia melesat menyerang ketiga lawannya.

Panca terkejut dengan kecepatan Ranu yang kini bahkan sudah di atasnya. Tapi dia yakin kalau dia dan dua kembarannya masih bisa memenangkan pertarungan kali ini.

Ranu menggelengkan kepalanya pelan. Meski unggul di kecepatan, sejauh ini dia belum bisa membongkar formasi yang di gunakan Panca.

"Terpaksa aku gunakan!" gumam Ranu.

Sambil terus bergerak menyerang, dia menggunakan sedikit energi Dewa Api untuk mengaktifkan Mata Dewa.

Sedikit lama Ranu menganalisa gerakan formasi lawannya. Dan itu membuat matanya terasa perih, "Aku harus secepatnya menemukan celahnya!"

Pemuda itu bergerak menyerang dan di detik terakhir, dia memanfaatkan tombaknya sebagai tumpuan untuk melompat ke samping, sambil menebaskan ujung tombak satunya ke arah leher lawan.

Cressh!

Seharusnya dalam keadaan seperti itu, leher Panca yang terkoyak lebar mengeluarkan darah dan mati seketika.

Namun anehnya, tubuh tersebut malah membelah diri menjadi dua dengan rupa dan bentuk yang sama.

"Sialan!" umpat Ranu.

Panca hanya terkekeh melihat keterkejutan di wajah lawannya.

"Bagaimana rasanya mengalami putus asa, Anak Muda? Hahaha!"

"Putus asa? Kau jangan bermimpi, Pak Tua. Aku belum mengeluarkan kemampuanku sepenuhnya!"

"Hahaha ... kalau begitu keluarkanlah!"

"Aku harus menghemat tenagaku, Pak Tua. Setelah mengatasi perlawananmu, aku harus melawan Racun Utara!"

Empat tubuh Panca tertawa lebar karena ucapan Ranu terdengar lucu di telinga, "Tidurmu terlalu miring, Anak Muda. Bangunlah dan lihat kenyataan kalau kau tidak akan bisa mengalahkanku, apalagi melawan Ketua Racun Utara!"

Ranu tidak membalas ucapan Panca. Setidaknya dia kini sudah mengetahui kelemahan Formasi mereka. Dengan kecepatannya, dia kembali melakukan serangan cepat.

Tombak di kedua tanganya bergerak lincah menusuk dan menebas setiap celah yang terbuka.

Sebuah serangan Ranu kali ini berhasil menancap di ulu hati lawannya. Dan kembali kejadian yang sama terulang lagi.

Tubuh Panca membelah diri lagi dan sekarang mereka berjumlah lima orang.

"Hahaha... baru kali ini ada yang bisa membuat tubuhku membelah menjadi batas maksimal!"

"Batas maksimal?" tanya Ranu dalam hati. Dia memandang kelima tubuh Panca yang ada di depannya.

Sebelum dia bergerak, kelima tubuh Panca tersebut bergerak menyerang. Pemuda itu dibuat semakin tidak berkutik karena kelima orang lawannya memiliki kemampuan yang hampir sama dengan tubuhnya.

Ranu hampir saja tertebas salah satu pedang tepat di bagian lehernya, andai dia tidak menangkis serangan tersebut dengan refleks cepat. Namun serangan lawan berikutnya membuatnya sampai muntah darah, karena dua tendangan beruntun mengena telak di di dada dan perutnya.

Ranu terdorong menyusur tanah hingga membuat dua garis panjang yang berasal dari dua tombak yang ditancapkan untuk menahan laju luncurannya agar tidak terlalu jauh.

Kelima tubuh Panca tertawa lebar setelah Ranu memuntahkan darah hingga dua kali. Menggunakan tombak untuk menopang tubuhnya berdiri, Ranu mengalirkan tenaga dalam untuk meredakan nyeri di sekujur tubuhnya.

Mata Ranu memerah tidak bisa menahan kemarahannya.

Niatnya untuk menghemat tenaga agar bisa maksimal ketika melawan Racun Utara, malah membuatnya menderita.

"Masa bodoh dengan nanti. Kalau begini terus aku lebih dahulu mati sebelum melawan Racun Utara," dengus Ranu dalam hati.

Pemuda itu berdiri menatap tajam ke arah lima tubuh Panca yang sudah berada di depannya.

"Dari tatapan matamu, aku tahu kau marah besar Anak Muda. Tapi apa yang bisa kau lakukan? Hahaha!"

"Apa kau kira hanya kau saja yang bisa mengeluarkan tubuh lebih dari satu?!" kata Ranu pelan. Pemuda itu menyilangkan kedua tombaknya di dadanya. Dalam hitungan detik, tubuh Ranu terbelah menjadi tujuh.

Meski dia tahu kalau harus menggunakan tenaga dalam yang tidak sedikit, tapi dia terpaksa melakukannya agar bisa segera menyelesaikan pertarungan.

Sementara itu, Wanandra yang sudah unggul dan bisa mendesak Raksa, dibuat terkejut dengan hadirnya Bisma di antara mereka berdua.

"Apa kau butuh bantuan, Raksa?"kata Bisma dengan sedikit mengejek.

"Apa aku terlihat membutuhkan bantuanmu!?" balas Raksa dengan nada tidak kalah pedas.

"Aku tidak buta, Raksa. Sudah jelas kau sudah terdesak melawan jin tua itu. Lalu apa lagi yang kau ingkari?" cibir Bisma.

"Kau ...!"

Wanandra yang melihat pertengkaran di antara mereka berdua, memanfaatkannya untuk memulihkan tenaga dalamnya yang terkuras.

"Kau apa!? Andai kau tidak curang dalam pertandingan semifinal kala itu, sudah pasti aku yang akan menjadi panglima kedua." Bisma mendengus kesal mengingat tentang pertarungannya di penentuan pertandingan empat besar perebutan urutan jabatan panglima perang kota Wentira.

Saat itu, Raksa menggunakan media pasir dan menaburkannya ke mata Bisma hingga matanya terasa perih.

Dalam keadaan mata tertutup, Bisma harus menerima pukulan bertubi-tubi dan di akhiri dengan sebuah tendangan keras. Bisma akhirnya terpental keluar dari arena pertandingan dan dinyatakan gagal maju ke final melawan Panca.

1
Was pray
bagaimana mau melawan racun Utara, ranu ranu melawan bawahannya saja sudah kelabakan
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!