NovelToon NovelToon
Wasiat Yang Menyakitkan

Wasiat Yang Menyakitkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Angst / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:45.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rani

Enam bulan pernikahan Anindia, badai besar datang menerpa biduk rumah tangganya. Kakak sang suami meninggalkan wasiat sebelum meninggal. Wasiat untuk menjaga anak dan juga istrinya dengan baik. Karena istri dari kakak sang suami adalah menantu kesayangan keluarga suaminya, wasiat itu mereka artikan dengan cara untuk menikahkan suami Nindi dengan si kakak ipar.

Apa yang akan terjadi dengan rumah tangga Nindi karena wasiat ini? Akankah Nindi rela membiarkan suaminya menikah lagi karena wasiat tersebut? Atau, malah memilih untuk melepaskan si suami? Ayok! Ikuti kisah Nindi di sini. Di, Wasiat yang Menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#33

Perih menjalar ke seluruh hati Afi. Sakit rasanya ketika melihat orang yang paling ia cintai sedang tertawa bahagia bersama orang lain.

'Tidak. Seharusnya, akulah yang ada di sana. Di samping Anin. Tertawa bahagia di acara pesta pernikahan ini. Tapi, tapi mengapa sekarang orang lain? Kenapa bukan aku?' Hati Hanafi meronta sekarang. Menjerit tanpa suara.

Ingin sekali dia tarik tangan Nindi untuk dia pisahkan dari Sadan. Namun sayang, Hanafi sadar, dia tidak bisa melakukan hal itu. Karena dia sama sekali tidak punya hak untuk memisahkan Nindi dari Sadan untuk saat ini.

Saat Sadan sudah tidak lagi kuat untuk melihat kebersamaan Nindi dengan Sadan, dia pun langsung menarik diri dari sana. Pergi adalah pilihan terbaik bagi Afi sekarang.

Sayangnya, setelah Hanafi pergi, si pengacau malah langsung muncul. Siapa lagi dia kalau bukan Desi?

"Kamu datang ternyata, Nin. Cukup mengejutkan," ucapnya dengan wajah sedikit mencemooh.

Sadan yang membelakangi Desi, sontak langsung menoleh. "Kenapa dia tidak bisa datang? Bukankah keluarga pengantin memberikan undangan padanya? Haruskah dia mengabaikan niat baik orang yang sudah memberikan undangan?" Kesal Sadan.

Ucapan Sadan tentu saja langsung menambah perasaan kesal yang sebelumnya sudah bersarang di hati Desi. "Siapa sih kamu? Aku kan gak bicara sama kamu. Aku kan-- "

"Lah, apa salahnya dengan aku yang ngejawab? Kamu juga bisa bicara sesuka hatimu. Lalu kenapa aku tidak?"

"Sadan. Udah. Jangan ditanggapi lagi. Dia bagian dari keluarga pengantin kok. Sepertinya sih begitu," ucap Nindi malah semakin membuat hati Desi terasa panas.

Seakan kata-katanya yang dia ucapkan sebelumnya tidak cukup membuat hati Desi terasa kesal, Nindi malah angkat bicara lagi.

"Mbak Desi gak ada kerjaan? Gak sibuk bantuin mertua buat ngurus tamu? Aku lihat, keluarga yang punya hajatan sibuk bukan kepalang deh sekarang."

Desi langsung menggenggam erat tangannya.

"Anindia, kamu-- "

"Ah, maaf, mbak. Sepertinya, kita harus pulang sekarang. Udah lama banget di sini soalnya. Maaf ya, gak bisa bantuin nih. Karena aku udah bukan bagian dari keluarga ini lagi. Dan aku sangat bersyukur akan hal itu."

"Anindia!"

"Maaf, mbak. Jangan marah. Karena yang aku katakan itu kenyataan kan yah."

"Iya. Yang kamu katakan itu adalah kenyataan, Nindi. Ini adalah definisi bahagianya jadi tamu undangan," ucap Sadan membenarkan apa yang Nindi katakan.

Selesai berucap, Nindi langsung beranjak meninggalkan Desi. Tentu saja Sadan akan langsung ikut bergerak. Sementara Desi yang kesal tidak bisa bicara satu patah katapun. Kata-kata yang Nindi ucapkan membuat bibirnya terasa berat sangking kesalnya dia akan ulah mantan adik iparnya yang dulu selalu mengikuti apa yang ia katakan.

"Anindia. Kamu sungguh sangat keterlaluan." Kesal Desi dengan gigi yang digertak kan.

Usai membuat hati Desi merasa kesal, Nindi ingin meninggalkan tempat tersebut. Tapi sebelum itu, tentu saja dia harus berpamitan pada si yang empunya acara. Seperti sebagaimana seorang tamu undangan, tentu saja dia harus bersalaman dengan tuan rumah yang punya acara.

Namun, saat Nindi ingin melakukan hal tersebut, ponselnya berdering. Langkah kakinya pun tertahan. Nomor asing langsung tertera di layar ponsel. Awalnya, Nindi ragu untuk menjawab. Tapi pada akhirnya, panggilan itupun langsung dia angkat.

"Iya, halo. Siapa ini?"

"Apakah ini benar dengan mbak Nindi?"

"Iya benar. Ada apa ya, mbak?"

"Kami dari rumah sakit Cahaya Harapan. Kami ingin mengabarkan bahwa ayah anda saat ini sedang di rawat di rumah sakit karena serangan jantung."

Deg. Jantung Nindi langsung berhenti berdetak sesaat. Sungguh, dia sangat terkejut akan kabar yang baru saja dia terima. Matanya langsung membulat seketika.

"Apa? Ayah, serangan jantung? Ba-- bagaimana bisa terjadi."

"Sebaiknya, anda segera ke rumah sakit, mbak. Dokter akan menjelaskan semuanya."

"Iy-- iya baiklah."

Panggilan itupun langsung berakhir. Sadan yang ada di samping Nindi langsung melontarkan pertanyaan karena melihat wajah panik yang Nindi perlihatkan saat ini.

"Nindia, kenapa? Apa yang terjadi?"

"Sadan. Ayah. Ayah sedang di rawat di rumah sakit sekarang."

"Apa? Ya Tuhan. Ayo kita ke sana sekarang juga, Nin."

Gegas keduanya melangkah meninggalkan aula pesta. Tanpa sempat berpamitan lagi tentunya, mereka langsung pergi. Karena yang ada dalam pikiran Nindi saat ini hanyalah ayahnya. Yang lain sama sekali tidak penting.

Wajah panik Nindi terlihat dengan sangat jelas. Sadan yang melihat ikut merasakan apa yang wanita ini rasakan. Sayang, dia tidak bisa meredakan apa yang wanita itu rasakan. Dia pun tidak ingin menganggu Nindi dengan ucapan-ucapan yang tidak jelas. Karenanya, Sadan hanya membiarkan Nindi terdiam tanpa mengajaknya bicara sepatah katapun. Sikap bawel Sadan pun lenyap seketika di saat ini.

Beberapa saat berkendara, akhirnya mereka tiba ke tempat yang ingin mereka tuju. Rumah sakit Cahaya Harapan. Nindi langsung turun dengan cepat meninggalkan mobil tersebut.

Gegas dia mendatangi resepsionis untuk menanyakan letak kamar yang mana ayahnya di rawat. Suster yang berjaga di sana langsung mengatakan letak tempatnya sesaat setelah melihat informasi dari si pasien.

Anindia berjalan dengan langkah besar menuju ruangan tersebut. Matanya langsung menjatuhkan air mata ketika dia melihat ayahnya dari kaca kecil yang ada di depan pintu.

Menunggu sejenak, akhirnya dokter yang merawat ayahnya pun menampakkan diri dari balik daun pintu yang baru saja terbuka. Nindi langsung menghampiri si dokter dengan wajah cemasnya.

"Bagaimana kondisi ayah saya, Dok? Apa ayah baik-baik saja?"

"Kondisinya, cukup memprihatinkan. Tapi sekarang, sudah sedikit lebih baik." Dokter itupun memberikan beberapa keterangan lain tentang kondisi ayah Nindi. Anindia mendengarkan dengan seksama.

"Terima kasih banyak, Dokter. Saya sangat berterima kasih karena dokter sudah menyelamatkan ayah saya."

"Sudah tanggung jawab saya selaku dokter, Nona. Tidak perlu sungkan. Semuanya karena tanggung jawab."

Setelah beberapa kali menerima ucapan terima kasih dari Nindi, dokter itupun pamit pergi. Napas lega bisa Nindi lepaskan sekarang. Sungguh, keselamatan ayahnya adalah hal yang paling membahagiakan buat Nindi saat ini.

"Syukurlah semua baik-baik saja, Nin. Sekarang, kamu bisa masuk ke dalam lebih dulu untuk melihat keadaan ayahmu. Hal lain, biar aku urus."

Nindi menatap Sadan dengan mata sembab. Anggukan kecil langsung dia berikan. Hal lain yang Sadan maksud adalah biaya rumah sakit ayah Nindi. Namun, untuk saat ini, Nindi sama sekali tidak memahami ke mana arah pembicaraan Sadan barusan.

*

Tamu undangan sudah sangat berkurang. Tapi, yang ingin Afi lihat sama sekali tidak dia temukan walau orang-orang yang sebelumnya ramai sudah terlihat sangat sedikit. Nisa yang melihat si anak seolah sedang mencari sesuatu, langsung saja melontarkan pertanyaan.

"Nyari siapa, Fi?"

"Tidak ada."

"Tidak ada? Tapi kamu kelihatannya sedang celingak-celinguk layaknya nyari seseorang."

"Nyari orang penting. Tapi sekarang sudah tidak terlihat lagi," ucap Afi dengan nada gusar.

"Orang yang kamu cari sudah pergi beberapa saat yang lalu, Hanafi. Dia sudah pergi bersama dengan teman prianya," ucap Desi yang datang secara tiba-tiba.

1
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
hasatsk
wow, Hana ternyata jadi berani terhadap eri setelah mengetahui perselingkuhan Eri dengan Desi...
Desi tipe perempuan tidak tahu malu 🤣🤣🤣
Patrick Khan
gk puas up nya cuma satu aja😏😏😏
Lee Mbaa Young
Cerai saja, hana yg gadis saja ortu eri kayak gitu sikapnya, apalagi kl tau selingkuhan eri janda punya anak gk akn setuju mereka. palagi desi dah gk bisa hamil. 🤣🤣🤣
hasatsk
eri ketemu dengan Hana di rumah sakit ketika sedang bersama Desi 🤣🤣
serunya waktu ketahuan 🤣🤣🤣
Rani: uh ... iya yah. mmm
total 1 replies
Cookies
akankah afi bertemu desi dan suami hana??
Rani: kek nya nggak deh🤭
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
Rani: Syiap laksanakan 😄
total 1 replies
Hanipah Fitri
Desi muka seribu
Rani: ku pikir muka tembok tadi😄
total 1 replies
Hanipah Fitri
sandiwara receh, akal bulus
Hanipah Fitri
masih menyimak
Hanipah Fitri
aku mampir Thor
Rani: yuhu ... moga betah ya.
total 1 replies
Lee Mbaa Young
bginilah kl susah tanpa malu minta tolong, trus nindi yg baik hati juga akn menolong. pdhl dah cerai tp masih juga di ribetin. kl jd nindi mnding kasih utangan kl bnyak buat perjanjian. kl sekitar 100 200 gk papa ngasih. sekali kali kasih pelajaran jng mudah di manfaat kan. baik boleh bodoh jangan.
Cindy
lanjut kak
Rani: aaasyyyyiap
total 1 replies
Patrick Khan
waktu nya hana tobat😁
Rani: wuahahahahaa ... udah kena baru taubat kan yah
total 1 replies
Patrick Khan
kapok opo gk km hana.. /Grin//Grin//Grin/
Rani: uh .... jangan di kata. beneran udah kapok dia nya mah
total 1 replies
Cookies
menyesalpun tiada arti
Rani: hiks, iya. inilah yg di katakan penyesalan
total 1 replies
Cookies
betul sekali
Rani: uhuk.... 😄😄😄😄
total 1 replies
Cindy
lanjut
Rani: laksanakan 😄
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
Rani: syiap👍👍👍👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!