DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 - PENCARIAN SEKAR WANGI
Di sisi lain, di sekitar area perkebunan dan persawahan, Pak Parman dengan beberapa warga desa lainnya menelusuri setiap tempat yang biasa dijangkau warga saat berladang. Mereka pun meneriaki nama Sekar. Berharap anak gadis itu menjawab atau muncul, sehingga segera bisa diajak pulang ke rumah.
"Sekaaar? Sekaaar? Pulang Naaak..." teriak Pak Parman sambil menyusuri area perkebunan. Dan di kejauhan, beberapa warga menyusuri area persawahan yang bersebelahan dengan perkebunan, juga memanggil-manggil nama Sekar.
"Sekaaar? Dimana kamu Naaak? Ayo pulang Sekaaar..." teriak Pak Parman lagi.
Seorang lelaki sudah agak tua bernama Pak Nardi, yang menemani Pak Parman di area perkebunan merasa sedikit lelah, setelah berjalan cukup jauh. Ia meminta supaya beristirahat sejenak di bawah pohon pala.
"Pak, istirahat dulu sebentar, saya capek Pak." ucap lelaki itu pada Pak Parman.
"Ya udah, kita istirahat sebentar. Lagian tadi saya udah bilang, Pak Nardi di rumah aja." jawab Pak Parman.
"Ya kan saya mau bantu Pak, masa ada tetangga saya kesulitan saya diam aja di rumah?" jawabnya sambil mulai duduk di akar pohon pala yang cukup rindang itu.
"Iya iya... Tapi kan jadi agak lambat pencariannya. Lagian sampean kan udah mulai tua, kebanyakan ngopi juga tuh!" canda Pak Parman.
"Hehe... Walau udah tua, tapi saya tetep kuat loh Pak..." jawab Pak Nardi sambil menunjukkan otot lengannya yang terlihat kurus itu.
"Halaaahhh... Baru diajak jalan segini aja, sampean udah minta istirahat." ucap Pak Parman.
Pak Parman sembari memperhatikan warga lain di sekitar persawahan di ujung sana, ditanya oleh Pak Nardi. "Pak, apa kejadian Sekar hilang ini, ada hubungannya sama gadis itu ya Pak?"
"Siapa maksudnya Pak?" tanya Pak Parman.
"Itu Pak, yang lagi liburan di rumah itu!" jawab Pak Nardi.
Pak Parman langsung paham dengan orang yang dimaksud dan arah pembicaraan Pak Nardi, menghela nafasnya, "Hemmm... Saya gak bisa sembarangan Pak. Apalagi kita juga belum tau di mana Sekar sekarang. Lagipula mereka bertiga selama liburan di rumah itu pun baik-baik aja, gak ada yang aneh." jelas Pak Parman.
"Tapi Pak, apa sampean lupa pesan sesepuh desa kita? Sampean lupa sama sejarah desa kita juga? Gak ada salahnya kita tetap waspada dan curiga kan Pak?" tanya Pak Nardi.
Pak Parman mengeluarkan bungkus rokok kreteknya, kemudian mulai menyalakan dan menghisapnya. "Saya inget semua pesan sesepuh desa kita Pak, saya juga inget semua sejarah desa kita juga, gak ada yang saya lupakan satu pun!"
Asap rokok kretek mengepul dari mulut dan hidung Pak Parman, kemudian ia melanjutkan, "Dari awal mereka bertiga datang pun sebenarnya saya udah bersikap waspada. Apalagi salah satunya adalah keturunan penganut ilmu itu. Walaupun dahulu kala, keluarganya adalah penakluk ilmu tersebut, tapi ketika sampe di garis Anjani, dia gak kuat menerimanya. Ilmunya gak sempurna. Sampai akhirnya Anjani menumbalkan suaminya sendiri."
Pak Nardi yang mendengarkan penuturan Pak Parman, hanya mengangguk pelan dengan wajah seriusnya.
"Tapi kita gak boleh curiga Pak." tambah Pak Parman sambil menghisap rokoknya. Sedangkan beberapa warga yang berada di area persawahan mulai berjalan mendekati Pak Parman dan Pak Nardi yang sedang beristirahat. Menandakan bahwa di area persawahan tak ada tanda-tanda keberadaan Sekar.
***************
"Sekaaar... Dimana kamu Deeek?" teriakan Caca masih bergantian dengan Aruni di area hutan. Sudah cukup lama mereka bersama beberapa warga mencari di area itu, namun tak kunjung mendapatkan petunjuk atau tanda keberadaan Sekar.
"Pak, Pak, kita berhenti sebentar di sini." ucap Aruni kepada warga yang mereka temani. Caca pun ikut memperhatikan Aruni.
"Kenapa Mbak?" tanya salah seorang dari warga.
"Kayaknya ini bukan tempat Sekar menghilang Pak." jawab Aruni. Para warga saling bertukar pandangan ketika mendengar jawaban Aruni itu. Begitupun dengan Caca yang mulai mengerutkan dahinya.
"Maksudnya gimana Mbak? Emang Mbak udah tau pasti dimana Sekar? Kan kita baru aja cari Sekar Mbak." jawab warga yang lain.
"Bukan gitu Pak, maaf kalau saya agak lancang. Tapi, setahu saya, Sekar gak pernah main ke area hutan di sini Pak." jelas Aruni ketika ia ingat bahwa Sekar suka bercerita dengannya, dan salah satunya adalah cerita Sekar yang tak pernah berani main ke area hutan.
"Bisa jadi begitu sih Mbak, tapi gak ada salahnya kita tetap cari di sini kan Mbak? Ini juga udah perintah Pak Parman tadi." tegas salah satu warga itu.
"Iya sih Pak, tapi..." ucapan Aruni tertahan.
"Tapi... kenapa Aruni?" akhirnya Caca bertanya.
"Emm... Gak tau juga sih Ca, tapi... Gue yakin Sekar gak ada di area hutan ini." jawab Aruni.
"Terus, dimana menurut lo?" tanya Caca lagi.
Aruni diam sejenak tak menjawab, kemudian salah satu warga berkata, "Kalau Mbak capek, atau mau pulang ke desa, gak apa-apa kok Mbak. Biar kami aja yang melanjutkan cari Sekar. Mungkin sampai siang nanti kami baru kembali ke desa."
"Eh, gak kok Pak, kami juga masih mau bantu cari Sekar." ucap Caca yang merasa tidak enak jika harus kembali duluan ke desa.
"Kayaknya iya Pak, kami berdua duluan pulang ke desa ya Pak. Saya juga kelupaan tadi belum kunci pintu rumah." jawaban Aruni berbanding terbalik dengan Caca. Caca pun terheran sambil menatap Aruni.
"Aruni? Kok ngomong gitu sih?" tanya Caca agak berbisik.
"Ya udah Mbak, gak apa-apa. Kalian pulang saja dulu ke desa ya. Biar kami lanjutkan sampai siang nanti." ucap salah satu warga yang lain.
"Iya Pak, terima kasih ya Pak. Kami berdua duluan pulang ke desa." Aruni segera berpamitan dengan warga, dan warga pun kembali menelusuri jalan di tengah hutan itu meninggalkan Aruni dan Caca.
Caca yang masih agak bingung, sekaligus merasa tidak enak hati dengan para warga, masih berdiri sambil melihat ke arah Aruni yang berjalan menuju ke desa.
"Aruni!" ucap Caca di belakang Aruni.
"Aruni! Tunggu!" ucap Caca lagi sesaat kemudian, karena dirinya merasa langkah Aruni jadi lebih cepat dari sebelumnya. Akhirnya ia sedikit berlari, dan menangkap tangan kiri Aruni.
"Aruni! Lo kenapa sih? Sumpah, lo aneh banget deh! Lo gak biasanya kayak gini Ar..." ucap Caca di belakang Aruni.
Aruni hanya berdiri diam, namun tak berbalik ke arah Caca. Ia masih saja membelakangi Caca.
"Aruni! Lo denger gue gak sih?!" Caca akhirnya agak sedikit keras suaranya karena diacuhkan oleh sahabatnya itu.
"Sudah, ayo kita kembali saja ke rumah." jawaban Aruni dengan suara datar dan agak berat. Dan nada serta bahasa yang menjadi lebih sopan, sungguh pemilihan bahasa tak seperti Aruni sesaat sebelumnya.
"Hah?" respon Caca ketika mendengar itu.
"Aruni...? Lo... gak apa-apa kan?" tambah Caca.
Aruni berbalik badan perlahan, menatap Caca dengan senyuman yang terasa... dingin... mencekam...
Lalu tiba-tiba angin di sekitar mereka berdua berhembus lebih kencang. Dahan-dahan pohon sekitar bergoyang lebih kencang pula.
Aruni yang berdiri menatap Caca dengan senyuman dingin nan mencekam itu, berucap...
"SEBAIKNYA KAU DIAM, ATAU KAU AKAN MENJADI YANG BERIKUTNYA, CACA..."