Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Dari mana saja kamu?! Aku telepon berkali-kali kamu nggak angkat! Dan sekarang... wajah kamu begini?! Kamu kenapa Niko?"
Niko segera menepis tangan Tasya dengan lembut, mencoba menjaga ekspresinya agar tidak terlalu menunjukkan rasa bersalah.
"Tenang dulu. Aku baik-baik saja."
"Ini baik-baik saja?! Kamu kayak habis berkelahi, Niko! Kamu bilang mau mampir ke rumah aku bentar, dan sekarang kamu muncul kayak gini?" Suara Tasya mulai meninggi, matanya nyaris berkaca-kaca.
Niko menarik napas dalam, lalu menurunkan nada bicaranya serendah mungkin. "Aku... tadi mampir ke butik Aluna."
Wajah Tasya langsung berubah. Mata elangnya menyipit. "Untuk apa kamu datang ke sana?"
"Untuk lihat perkembangan gaun pengantin kita," jawab Niko cepat, lalu melanjutkan dengan kebohongan yang sudah ia siapkan di kepalanya. "Tapi... Aluna tiba-tiba jadi emosional. Dia bilang dia masih mencintaiku. Dia minta aku untuk ninggalin kamu dan balikan sama dia."
Tasya mengerjap. "Apa?!"
"Aku tolak, tentu saja," lanjut Niko, dengan nada seolah dia yang menjadi korban. "Dan dia... dia marah. Dia mulai bilang aku pengecut, nggak pernah benar-benar cinta sama kamu... dan ya, kita berdebat. Dia mulai nyakar mukaku dan menamparku juga, Tasya."
Tasya mematung. Satu tangannya menutup mulutnya, sementara yang lain mengepal.
"Dia nyakitin kamu? Karena kamu nolak dia?"
Niko mengangguk pelan, menunduk agar terlihat seolah sedang menanggung luka yang dalam.
"Aku bahkan nggak sempat bela diri aku sendiri. Dia bilang aku pengecut karena pilih kamu... Katanya aku nggak pernah layak untuk bahagia."
Dan seperti yang ia duga, mata Tasya menyala oleh kemarahan. Perasaan cemburu, harga diri, dan kekasih yang terluka bercampur jadi satu dalam dada perempuan itu.
"Perempuan itu sudah gila!" geram Tasya. "Aku nggak akan tinggal diam! Aku harus bicara sama dia—nggak, aku harus melabrak dia! Dia nggak bisa semena-mena nyakitin kamu kayak gini!"
"Tasya, jangan..." Niko berusaha menahan, meskipun di hatinya, bagian egoisnya ingin membiarkan Tasya pergi dan memperkeruh suasana. Membuat Aluna makin terpojok.
"Gadis kampungan itu masih sakit hati karena kamu tinggalin dia, ya kan?!" lanjut Tasya, semakin marah. "Tapi itu bukan alasan buat dia nyakitin kamu! Aku bakal pastikan dia tahu tempatnya."
Niko menarik napas. Ia tahu, badai belum selesai. Tapi kali ini, ia bukan satu-satunya yang membawanya. Dan di tengah badai itu, bayangan Aluna kembali mengisi pikirannya. Wajahnya yang dulu lembut, kini tegas. Tatapannya yang dulu penuh cinta, kini hanya menyisakan kebencian.
Dan entah kenapa... itu membuat Niko semakin ingin memilikinya kembali.
...----------------...
Sementara itu, di dalam mobil yang mulai melaju perlahan, Aluna bersandar pada bahu Zayyan. Jalanan malam terlihat samar melalui kaca jendela, lampu-lampu kota seperti bintang yang gugur ke bumi. Dalam diamnya, Aluna tahu, malam ini bukan hanya akhir dari ketenangannya—tapi juga awal dari perjuangan baru.
Namun di sisi Zayyan, ia merasa cukup kuat untuk menjalaninya.
Dan meski luka itu belum sembuh, ada tangan yang selalu siap menggenggamnya, ada hati yang tak pernah lelah menjaganya.
Dalam perjalanan panjang kehidupan, Aluna tahu, ia tak lagi berjalan sendiri.
Keesokan harinya, Aluna kembali ke butiknya, mencoba melanjutkan pekerjaannya. Namun, bayangan kejadian semalam masih menghantuinya. Zayyan datang membawa secangkir kopi, mencoba meringankan beban di hati Aluna.
"Terima kasih, Zayyan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang semalam, " ucap Aluna dengan tulus.
"Aku akan selalu ada untukmu, Aluna. Kamu tidak sendiri, " jawab Zayyan, menatap Aluna dengan penuh kasih.
Mereka duduk bersama, menikmati keheningan pagi, mencoba menyusun kembali kepingan hati yang sempat hancur. Di luar, dunia terus berputar, namun di dalam butik kecil itu, dua jiwa saling menguatkan, siap menghadapi apapun yang akan datang.
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/