Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 KACAU !
Ruangan di rumah mbah Surip terasa sunyi, tercium aroma wangi dupa serta kembang melati yang menyebar kuat, ada juga deretan tengkorak tergantung di atas ruangan.
Diruangan dalam rumah milik mbah Surip, tampak Rexton dan Paul sedang duduk bersila menghadap bokor berasap, di hadapan mereka, mbah Surip sedang menaburkan kemenyan di atas bokor.
"Siapa nama wanita itu ?" tanya mbah Surip.
Paul menoleh ke arah Rexton yang duduk disebelahnya, menunggu reaksi Rexton.
"Beatrix...", sahut Rexton berbohong.
Paul langsung tersedak ketika Rexton menjawab asal.
"Uhuk ?!" Paul menepuk pelan dadanya lalu membatin. ''Bagaimana bisa nama nona Maria berubah menjadi Beatrix ???"
Paul bersikap canggung sembari menundukkan pandangannya, berusaha tetap tenang.
Melihat keanehan sikap Paul membuat mbah Surip melirik ke arah Paul.
"Kenapa dengan kisanak, sepertinya gelisah atau ada yang kisanak pikirkan ?" tanya dukun sangar itu.
"Eh, oh, tidak, mbah Surip, saya tidak kenapa-napa, sungguh", sahut Paul seraya menggoyangkan kedua tangannya.
"Benar, tidak kenapa-napa ?" tanya mbah Surip.
"Ya... !" sahut Paul dengan anggukkan kepala cepat.
"Kalau begitu, kita lanjutkan saja urusan kita", kata mbah Surip.
Mbah Surip menatap kembali ke arah Rexton Brox Mackenzie yang duduk sangat tenang di depan bokor beraroma wangi bunga melati.
"Nama lengkap Betrix...", kata mbah Surip.
"Betrix Van Groot", sahut Rexton asal tanpa emosi, sangat datar saat dia mengatakannya.
Paul semakin melongo, mendengar ucapan dari Rexton.
Kenapa semua nama diubah samaran padahal niat mereka datang ke dukun pintar untuk menyembuhkan kewarasan Maria.
Paul hanya terdiam seperti berpikir serius sedangkan Rexton hanya bersikap biasa-biasa saja.
"Apa masalah yang dihadapi nona Betrix ?" tanya mbah Surip.
"Dia waras tapi dia bilang dirinya tidak waras, sakit jiwa dan dia butuh seorang psikiater", sahut Rexton datar.
"Tanggal lahirnya berapa ?" tanya mbah Surip.
"Saya kurang tahu tanggal lahirnya...", sahut Rexton.
Mbah Surip melirik kembali ke arah Rexton, terdiam sesaat lalu berkata kembali.
"Dikira-kira saja...", kata mbah Surip.
"Masalahnya saya kurang mengenalnya sebab itulah saya tidak paham tanggal lahirnya", kata Rexton.
"Masak tidak tahu, kan dia yang akan diobati kok tidak tahu, lah, anda ini siapanya nona Betrix kok datang kesini", kata mbah Surip.
"Kami baru kenal sehari yang lalu...", kata Rexton.
"Terus...", kejar mbah Surip.
"Terus apanya ya ?" jawab Rexton.
"Lah terus apanya yang akan disembuhkan kalau semuanya tidak tahu, bagaimana saya menolong kalau syarat untuk penyembuhan tidak tahu ???" sentak mbah Surip.
"Apa perlu tanggal lahir ?" tanya Paul menyela.
Mbah Surip menoleh ke arah Paul, menatap tajam lalu mengangguk.
"Ya...", sahut mbah Surip.
"Tapi kami kurang mengenal nona Betrix", kata Paul.
"Lah terus, kalian datang kesini itu mau menyembuhkan beliau atau mau apa ?" tanya mbah Surip sembari menaikkan dua alisnya ke atas.
"Tentang hal itu saya benar-benar tidak mengerti, tapi saya datang kesini, ya, niat saya mau menyembuhkan dia", timpal Rexton.
"Oalah, meneer, yak, tidak bisa begitu caranya, ada ritual khusus penyembuhan buat nona Betrix kalau tidak mengenal untuk apa datang kemari", kata mbah Surip.
"Kalau cara lainnya, apa tidak ada ?" tanya Rexton.
"Yah, tidak ada, tapi tunggu sebentar...", sahut mbah Surip.
Mbah Surip menengok ke belakang, sepertinya dia sedang mencari sesuatu.
"Nah, ini dia... !" ucapnya.
Mbah Surip tertawa pelan lalu menyemburkan air ke arah bokor berasap sembari membaca mantra khusus.
Tampak bibirnya komat-kamit dengan kedua mata terpejam rapat.
Aroma asap kemenyan merebak luas hingga diseluruh area ruangan rumah mbah Surip bahkan bau bunga melati semakin menyengat tajam.
Rexton berusaha menahan nafasnya agar dia tidak sampai tersedak oleh aroma bau kemenyan namun Paul terus terbatuk-batuk lantaran tidak tahan bau kemenyan.
Masih sama, sikap mbah Surip yang terlihat berkonsentrasi penuh sedangkan bibirnya komat-kamit.
Tiba-tiba kedua matanya melotot tajam serta mengarah ke atas dan berubah memutih.
Paul bereaksi cepat, dia merapatkan dirinya kepada Rexton, takut akan terjadi sesuatu pada mbah Surip yang ekspresi wajahnya berubah aneh.
"Hiaaah... !" terdengar suara aneh dari mbah Surip, kedua tangannya bergetar kuat sedangkan ekspresi wajahnya terus berubah aneh, lama kelamaan sangat menyeramkan.
Paul meyakini hal ini bukanlah pertanda baik, dia mencengkram kain lengan Rexton begitu kuatnya seraya berkata.
"Tu-tuan Rexton sebaiknya kita pergi saja dari sini daripada terjadi hal buruk menimpa kita alangkah baiknya kita pergi", kata Paul bergidik ngeri.
"Tapi kita sudah terlanjur datang kesini, sebaiknya kita teruskan saja", kata Rexton.
"Ta-tapi tuan, orang itu agak lain, apa tuan Rexton tidak melihatnya ???" tanya Paul.
"Tenang saja, semua pasti beres", sahut Rexton.
"Be-beres apanya tuan ? Beres pindah alamnya atau bagaimana ?" kata Paul sembari melirik mbah Surip yang seperti kerasukan.
"Tenang lah, Paul !" sahut Rexton datar.
Tiba-tiba mbah Surip menyemburkan air dari mulutnya hingga mengenai wajah Rexton serta Paul.
Rexton menganggap harga dirinya terinjak-injak mulai meradang emosi, dia bergegas bangun seraya mengarahkan pistolnya.
"Jangan main-main !" ancamnya sembari menarik kain baju mbah Surip sedangkan pistolnya terarah ke kening dukun pintar itu.
Namun anehnya, mbah Surip tidak merespon apa-apa, dia hanya diam dan terus komat-kamit membaca mantra.
Rexton yang melihatnya terheran-heran karena dukun pintar itu sama sekali tidak bereaksi terhadapnya padahal dia telah mengancam mbah Surip.
"Tu-tuan Rexton lebih baik kita pergi saja, tidak usah dilanjutkan lagi", kata Paul yang masih gemetaran.
"Tidak bisa begitu, kita sudah terlanjur kesini", sahut Rexton.
"Ta-tapi tuan Rexton, ini pertanda buruk bagi kita semua, ayo, pergi saja !" kata Paul seraya menarik ujung seragam militer milik Rexton.
"Hayaaaa... !" teriak mbah Surip kencang dengan ekspresi anehnya sedangkan kedua tangannya terus menari-nari.
Paul segera menjauhkan Rexton dari mbah Surip dan menariknya pergi dari rumah dukun pintar itu.
"Walaaaahhhh... !" teriak keras mbah Surip menjadi-jadi.
Sedetik kemudian, barang-barang disekitar mereka berhamburan melayang-layang di udara.
"DOR... ! DOR... ! DOR... !" Rexton menembakkan pistolnya ke segala penjuru ruangan terutama ke arah barang-barang yang berterbangan di dalam ruangan rumah dukun tua itu.
Paul semakin menarik lengan Rexton kuat-kuat dan secepatnya pergi dari rumah dukun pintar.
"Ayo, kita pergi, tuan !" ucapnya yang terus menari Rexton menuju mobil daimler hitam.
Rexton hanya diam saja dan menuruti perintah Paul agar mereka segera menjauhkan diri mereka dari rumah mbah Surip.
Usaha pertama gagal, tanpa membawa hasil, dan mereka berdua memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah dukun pintar.
Mobil daimler hitam itu lalu bergerak pergi, kembali menuju kota Batavia.
Rexton terduduk termenung sedangkan dua tangannya terlipat di depan dadanya.
"Hufh.., benar-benar melelahkan...", ucapnya sembari menghela nafas panjang.
"Kita salah tempat, tidak seharusnya kita datang ke orang pintar", ucap Paul dari arah setir kemudinya.
"Yah, aku juga yang salah...", sahut Rexton.
"Bukan salah anda, kita sedang cari usaha kesembuhan nona Maria", kata Paul.
"Yah, kau benar, tapi tidak begini caranya juga", sahut Rexton dalam logat Inggrisnya.
"Sekarang tujuan kita kemana ?" tanya Paul.
"Ke kantor saja", sahut Rexton.
"Tidak melanjutkan mencari psikiater di rumah sakit jiwa", kata Paul.
"Tidak...", jawab Rexton tegas.
"Baik, kita menuju kantor sekarang", sahut Paul sembari menancap pedal gasnya agar mobil yang dia kendarai melaju kencang.