Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 7,part 3
Sudah dua hari dari kejadian laknat itu, ia tak dapat menemukan apapun pada dirinya selain ia merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa jiwa. Tangis itu, sudah sepantasnya mengering. Sakit itu sudah pada batas titik nadir, tak jarang dirinya tiba-tiba menyadari telah melukai dirinya sendiri.
Ia masih setia memperhatikan langit di sore hari saat pembantu rumah tangga dirumah itu mengetuk pintu, memberinya sepotong gaun berpotongan rendah, lalu membantunya untuk bersiap.
Ia tak bertanya, tak juga ingin tahu. Tapi, ia tak pernah benar-benar dapat menolak bagaimanapun keluarga itu memperlakukannya sebagai boneka. Ia sudah kehilangan jiwanya, dan keluarga itu terus memaksanya untuk terus bertahan hidup.
Semua mata menoleh pada Reka yang memasang wajah tak tahu malu, begitu ia telah berdiri didepan semua orang. Beberapa Jejak merah yang menghitam pada leher mengundang perhatian, namun dirinya masih berdiri tanpa ekspresi.
"Ada yang lain? sepertinya gaun ini kurang pantas untuknya!" Suara Erna yang menyelaraskan suaranya dengan berdehem kecil terdengar, ia dapat melihat sekilas bagaimana wanita itu memberi isyarat lewat tatapan matanya yang kesal pada Reka.
Bu Niar, menghela napas untuk menekan kesabarannya, pak Tias undur diri dan beralasan untuk menyalakan mesin mobil di garasi,sementara... Pria itu dengan wajah tanpa dosa mengambil tempat duduk dengan posisi melipat tangan didada.
Anja masih diam bahkan saat dirinya didudukan, diperhatikan dengan wajah sinis oleh lelaki yang ia benci.
Ia ingin sekali meneriakinya, hanya saja ia tak lagi punya kekuatan untuk itu. Katakan saja ia lelah, lelah yang benar-benar lelah.
"Untuk apa ditutupi? dia memang sengaja ingin memamerkannya!" suara Reka yang tajam terdengar ditengah Erna yang berusaha menutupi bekas merah dengan foundation.
"Kamu kan yang memaksanya?"timpal Erna tak kalah tajam.
"Dia diam, bagaimana mbak punya pikiran aku memaksanya? Melihat gaun yang dipilihnya saja, bukankah itu cukup membuktikan bahwa dia itu memang licik?"
"Diam kalau kamu tak tau apa-apa, gaun ini mbak yang pilihkan untuknya,"Erna menghentikan aktivitasnya untuk memberi tatapan peringatan pada adiknya itu. Reka mengedik dengan ekspresi jengah, sementara Erna kembali pada aktivitasnya.
"Apa susahnya menolak? Dia memang sengaja ingin memperlihatkannya, kalau tidak kenapa dia tidak menutupinya dengan foundation?"
Dua saudara itu terus saja berdebat dihadapannya, bahkan sampai tentang siapa yang akan menumpangi mobil antara Reka dan papinya. Perdebatan itu cukup lama, tapi tak dapat mengubah apapun selain Reka yang mengalah saat dipaksa membawa dirinya dalam mobil bersama Erna.
Sekali lagi pria itu menatapnya dengan tatapan menyalahkan.
"Mbak tau tidak mudah menjalani pernikahan diatas kesalah fahaman. Sebagai kepala keluarga, apa yang akan kamu rencanakan kedepannya?"tanya Erna ditengah heningnya perjalanan.
"Tidak tahu!" Jawab Reka sesaat sebelum membanting stir kearah kanan dan melewati truk pengangkut sampah didepannya.
"Aku tak menyukainya, tak juga tertarik dengan wanita banyak intrik sepertinya. Sementara mungkin akan menjalani kehidupan asing, setidaknya sampai dia menyerah dengan pernikahan ini,"
Reka melanjutkan seolah-olah dirinya tidak ada disana.
"Reka, perhatikan ucapanmu!"gerutu Erna dengan suara kesal, sementara perasaannya diliputi perasaan bersalah.
"Apa yang harus aku perhatikan, mbak? gak usah khawatir, dia memang tak tahu malu!"
"Reka!" Sela Erna setengah membentak. Bayi dalam pangkuannya merespon dengan gerakan kecil, tak lama bayi itu lelap kembali setelah suasana sedikit lebih tenang.
Reka mendengus, matanya mengintip sosoknya dibalik kaca kemudi. Anja membuang muka kearah jendela. Tatapannya tanpa arah, memindai burung pinai yang berjejer diatas kebel listrik. Kepalanya berisik, namun semua hinaan itu masih mampu ia dengar dengan baik.
semangat kak author 😍