Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32, mencari jejak bella
Pria itu dengan langkah mantap, menghampiri Bu Asih yang berdiri di depan pintu. Meski diselimuti rasa heran karena baru pertama kali melihat pria itu. Bu Asih tersenyum menyambut tamunya.
"Selamat sore, Bu, saya mau bertemu dengan pemilik panti asuhan ini." ucap Dokter Anwar," saya dokter Anwar." lanjutnya memperkenalkan diri.
"Saya sendiri, Pak. Asih Megawarni." sambut Bu Asih menyambut uluran tangan dokter Anwar.
"Saya membawa sedikit oleh-oleh untuk anak-anak asuh ibu. Semoga ibu berkenan dan bermanfaat untuk anak-anak." Dokter Anwar memandang satu persatu anak-anak panti itu. Dan membayangkan anaknya salah satu dari mereka.
Jadi seperti inilah kehidupan anak saya dulu berada di panti. Tidak mengetahui asal usul. Karena banyak dari mereka berada disini sejak kecil. Ketika mereka masih merah. Dibuang dan diletakkan begitu saja.
"Justru sayalah yang berterima kasih banyak untuk Bapak, karena telah memberi santunan untuk anak-anak disini." ucap Bu Asih penuh haru.
"Eh, sama-sama Bu." Dokter Anwar tersentak dari lamunannya saat mendengar sahutan Bu Asih.
"Bapak baik-baik saja?" selidik Bu Asih heran yang sempat melihat ekspresi tamunya, yang sepertinya menahan kesedihan.
"Eh, i-iya saya baik-baik saja." sahut dokter Anwar gugup. untuk menyembunyikan perasaannya,
Dokter Anwar memberi perintah pada supir untuk menurunkan barang-barang dari truk. Dibantu anak-anak panti, sebentar saja isi truk telah berpindah tempat.
Wajah mereka berbinar ceria. Karena barang-barang itu sangat mereka butuhkan. Ada selimut, peralatan sekolah juga beberapa alat permainan. Sepertinya mereka tidak sabar lagi untuk membuka isi berberapa kardus.
Beberapa karung beras, telor, dan indomie. Semua barang-barang hampir memenuhi ruang teras.
Sudah lama sekali tidak ada orang yang begitu perhatian pada panti asuhannya ini. Terakhir, adalah ketika Bella masih berada disini. Datang seorang pria juga membawa barang dan hadiah untuk anak-anak asuhnya.
Namun, sejak Bella pergi dari panti asuhan karena ingin hidup mandiri, bantuan untuk pantinya mulai sepi. Memang masih ada beberapa donatur yang tetap rutin memberi bantuan. Sehingga panti asuhan yang dia pimpin tetap bertahan hingga hari ini.
"Mari Pak, ke ruang kerja saya." Bu Asih mengajak Dokter Anwar ke ruangannya. Unyuk mengisi administrasi.
"Sebenarnya Bu, saya mau bertanya sesuatu tentang salah satu anak asuh, ibu." ucap dokter Anwar.
"Anak asuh saya? Bapak mau mengadopsi anak asuh saya?" Bu Asih salah mengerti.
"Bukan, Bu. Saya mau bertanya, apakah Bu Asih pernah memiliki anak asuh disini, bernama Bella.
"Bella ...." desis Bu Asuh lirih. Ada hubungan apa tamunya dengan Bella. Tapi Bella siapa yang dia cari. Hanya satu anak-anak asuh yang bernama Bella. Itu pun dia sudah pergi dan hampir lima tahun ini tidak pernah lagi datang ke panti.
Bu Asih memang sangat merindukan Bella. Tapi sudah lima tahun mereka putus kontak. Bu Asih hanya mampu mendoakannya agar baik-baik saja.
"Iya, Bu, namanya Bella."
"Ada masalah apa dengan Bella. Saya tidak tahu lagi kabar tentang dirinya, Pak. Lima tahun terakhir ini kami hilang kontak."
"Berapa usianya sekarang, Bu. Dan sejak umur berapa dia ibu asuh."
"Aduh Pak, kejadian itu sudah lama sekali. Saya juga heran orang tua mana yang tega membuangnya. Meletakkan Bella begitu saja di teras. Dalam keadaan tertidur. Ditengah hujan deras pula.
Waktu itu ... Bu Asih memulai ceritanya.
Saya tengah menunggu kepulangan suami saya karena tidak pulang malam itu. Saya mencemaskannya sehingga tidak bisa tidur. Lalu saya tertidur di kursi hingga menjelang subuh.
Tiba-tiba saya terjaga dari tidur, karena mendengar suara mobil. Saya kira suami saya pulang. Saya mengintip dari balik jendela. Sebuah mobil parkir tidak jauh dari halaman. Saya tidak mengenal mobil itu. Saya hanya sempat melihat bagian belakang tubuhnya. Dia pakai jaket yang menutup kepalanya.
Sepertinya dia barusan berteduh mungkin di teras rumah saya. Tapi yang membuat saya heran, siapa orang yang datang ketempat kami ditengah malam buta begini. Kami jauh dari jalan utama. Dan yang membuat saya lebih heran lagi, saat sebelum mobil itu pergi dia menatap rumah kami, seolah memastikan sesuatu. Lalu dia membuka penutup jaketnya. Ternyata dia seorang wanita. Saya sempat melihat dia tertawa. Namun, wajahnya tidak saya kenali karena dia pakai kacama mata hitam.
Setelah mobil itu pergi, suami saya pulang lalu saya beranikan membuka pintu. Saya sangat kaget saat melihat seorang anak perempuan tertidur di teras kami. Suani saya juga kaget.
Lalu kami bangunkan dia tapi tetap tidak mau bangun. Saya dan suami saya sangat panik waktu itu. Saat itu juga kami membawa anak itu ke bidan desa. Takut terjadi sesuatu pada anak itu.
Kami sangat kaget, ketika bidan itu menjelaskan kalau anak itu dalam pengaruh obat bius. Makanya dia pingsan. Saya kasihan sekali pada anak itu. Sejak itulah dia menghuni panti asuhan ini.
Saya tidak perbolehkan dia adopsi, karena takut dengan keselamatannya. Jadi dia tumbuh besar di panti ini. Usia sudah sekitar 25 tahun. Saya kurang jelas dia umur berapa waktu itu. Mungkin sekitar dua atau tiga tahun." Bu Asih menutup cerita panjangnya, dengan mengjela nafas panjang.
"Kalau boleh saya tau, Pak. Kenapa Bapak bertanya tentang Bella?" selidik Bu Asih, penasaran.
"Saat pertama dia sadar apakah dia menyebut siapa namanya dan orang tuanya?" ucap Pak Anwar mengabaikan pertanyaan Bu Asih.
"Dia tidak menjawab, dia hanya menangis ketakutan. Kami tidak tau apa yang dia lalui sebelum tergeletak di teras. Keadaan tubuhnya baik-baik saja. Tidak ada bekas penyiksaan, hanya obat bius itu saja. Ada bekas suntikan di lengan kirinya.
Mungkin orang yang meletakkannya tidak ingin Bella sadar, supaya lebih mudah meninggalkannya. Entah, karena pengaruh obat itu menghilangkan ingatannya kami tidak tau."
"Lalu kenapa dia diberi nama Bella."
"Dia punya boneka yang dia pegang erat waktu itu. Boneka itu tidak mau dilepasnya. Saat saya coba membersihkannya mana basah pula. Lantas dia berteriak ketakutan, ini punya Ella katanya. Itulah sebabnya kami memanggilnya Bella."
Dokter Anwar menarik nafas panjang saat mendengar penuturan Bu Asih. Dari cerita itu dia mencoba menghubungkan kaitannya dengan peristiwa hilangnya putrinya.
Memang aneh waktu itu, kenapa putrinya bisa hilang dari tempat yang ramai waktu itu. Tanpa membuat curiga orang lain. Ternyata putrinya dibius.Lalu dibawa pergi.
"Apakah ini wajah Bella setelah dewasa, Bu?" Dokter Anwar menyerahkan sebuah map berisi foto Bella.
"Eh, iya Pak, ini Bella. Bagaiamana kabarnya. Tidak terjadi sesuatu padanya 'kan Pak." Bu Asih membawa foto itu ke dalam pelukannya. ***