Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 32
Sementara pagi harinya, banyak sekali pasukan dari kerajaan yang memang bergegas menyisir semua tempat bahkan di pelosok hutan untuk mencari keberadaan para pencuri yang telah mencuri harta kerajaan di dalam gua di gunung Candra Naya.
Hingga para prajurit berkuda dan tanpa kuda itu melewati tempat dimana kepala prajurit Arga dan keluarga Wiratama berada.
"Kepala prajurit Arga! apa mereka benar-benar tidak melihat kita?" tanya Simin yang mulai gemetaran tangan dan kakinya karena banyaknya prajurit yang melewati mereka begitu saja.
Kepala prajurit Arga melihat tanda batas yang kemarin memang di buat oleh Wiratama.
"Sepertinya selama kita tidak melewati tanda batas itu kita benar-benar akan aman dan tidak terlihat!" kata kepala prajurit Arga.
Segeralah setelah kepala prajurit Arga mengatakan itu. Santo dan Badrun langsung bergerak ke tengah tanda batas yang dibuat oleh Warren.
Nyonya Wulandari menggenggam erat tangan kedua cucunya.
"Kalian berdua, ingat ya. Jangan keluar dari tanda batas yang dibuat oleh Paman Wiratama kalian!" katanya pada Ken Rinasih dan Ajeng.
Kedua anak perempuan itu segera mengangguk. Mereka memang anak yang penurut.
Sementara itu Ratna dan Ken Sulastri yang memang sedang menyiapkan perapian untuk membuat makanan tadi segera mematikan perapian itu.
"Apa akan ada perang kepala prajurit Arga?" tabya Kartika Sari.
Masalahnya prajurit yang diturunkan dari kerajaan hanya untuk menyisir hutan itu terlalu banyak. Bahkan semuanya menggunakan peralatan perang lengkap. Kartika Sari yang memang berasal dari keluarga prajurit bisa mengetahui hal itu, makanya dia bertanya kepada kepala prajurit Arga apakah akan terjadi perang.
"Sepertinya tidak nyonya, tapi aku juga tidak tahu. Untuk apa kerajaan menurunkan prajurit sebanyak ini" kata kepala prajurit Arga.
"Terserah mereka mau perang atau apa? yang penting kita tidak terlihat oleh mereka. Kerajaan juga sangat jahat pada kita. Kita menjalankan tugas kita dengan benar tapi mereka malah mengirim pembunuh untuk menghabisi kita!" keluh Badrun.
Semua orang segera menoleh ke arah Badrun. Rasanya kalau prajurit itu mengeluh seperti itu sangat wajar. Dia kesal, karena bahkan setelah semua pengabdiannya pada kerajaan. Dia malah di anggap tidak penting. Bahkan nyawanya tidak berharga sama sekali.
"Sudah, sudah! jangan berisik. Nanti mereka dengar!" kata kepala prajurit Arga yang tidak ingin semua bertambah emosi lagi.
Karena sebenarnya mau mereka membuat suara apapun, mau membuat suara gaduh sebesar apapun tidak akan pernah terdengar dari luar lapisan pelindung yang dibuat oleh Warren itu.
Dan seperti kata Wiratama kepada Ki Sura Bajing dan semua penduduk yang ada di desa Bromocorah. Prajurit dari istana pasti akan memeriksa desa mereka.
Benar saja, matahari baru saja terbit beberapa waktu yang lalu dan puluhan prajurit sudah sampai di depan gerbang desa Bromocorah.
Komandan Jagabaya menemui kepala prajurit Damar.
Pria dengan perawakan gahar itu segera meminta masuk ke desa Bromocorah.
"Ada apa? apa kalian aku menyerbu desa ini? yakin kalian akan menang?" tanya komandan Jagabaya yang memang selalu bersikap seperti itu kepada prajurit dari kerajaan.
Karena memang prajurit dari kerajaan tidak pernah menang melawan mereka. Mereka punya puluhan orang dengan tingkat bela diri tingkat level 9. Bahkan ada tiga orang yang berada di level di bawah Bragandala yang memang sudah memasuki tingkat menengah.
Apalagi, komanda Jagabaya memiliki Wiratama di desa mereka. Semakin tidak merasa takut lah dia pada para prajurit istana itu.
"Harta kerajaan Suranegara telah dicuri! kami datang untuk menggeledah!" kata kepala prajurit Damar.
Komandan Jagabaya mengangguk paham ternyata benar seperti yang apa dikatakan oleh Wiratama, benar-benar sama persis.
"Silahkan!" kata komandan Jagabaya sama sekali tidak membantah ataupun memberikan penolakan terhadap penggeledahan itu.
Karena memang dia yakin, para prajurit itu tidak akan menemukan apapun.
Sementara, kepala prajurit Damar cukup terkejut dengan betapa mudahnya dia bisa berhasil masuk ke dalam pintu gerbang desa Bromocorah. Padahal, selama ini beberapa prajurit sangat kesulitan untuk bisa menerobos masuk ke dalam pintu gerbang desa Bromocorah itu.
"Jangan berpikir macam-macam. Ini karena kami ingin membuktikan bahwa kami bukan pencuri harta kerajaan!" tegas komandan Jagabaya.
Kepala prajurit Damar mendengus pelan. Dan segera memberi perintah kepada semua prajurit untuk menggeledah desa itu dengan sangat teliti. Mereka menggeledah satu persatu rumah penduduk dan juga ruangan apapun yang ada di sana bahkan kandang kuda, dan kandang hewan peliharaan lainnya pun tidak luput dari penggeledahan para prajurit itu.
Matahari sudah hampir naik tinggi. Dan mereka tidak mendapatkan apapun.
"Tidak ada!" kata prajurit yang datang satu persatu menghadap kepala prajurit Damar setelah memeriksa semua tempat dan juga ruangan yang ada di desa Bromocorah itu.
Kepala prajurit Damar mendengus kesal. Dia sudah pergi sejauh ini dan tidak menemukan apapun. Hal ini, pasti akan membuat Panglima Timena marah padanya. Lagipula siapa yang telah mencuri harta kerajaan sebanyak itu dan dengan apa dia melakukannya dalam semalam. Sementara butuh berbulan-bulan untuk para prajurit bisa memasukkan semua harta dari kerajaan ke tempat persembunyian itu.
Komandan Jagabaya yang melihat kepala prajurit Damar terlihat begitu marah hanya terkekeh pelan.
"Sudah periksa kan? silahkan pergi!" kata komandan Jagabaya.
Kepala prajurit Damar mengepalkan tangannya tapi karena memang dia tidak menemukan apapun di tempat ini, dia harus pergi. Karena alih-alih membuat keributan di desa ini dia harus mencari lagi ke desa-desa berikutnya yang ada di sekitar gunung Candra Naya.
Semua pasukan kepala prajurit Damar sudah pergi dari desa Bromocorah. Pintu gerbang yang sangat besar dan tinggi itu pun kembali ditutup oleh enam orang seperti biasanya.
Ki Sura Bajing yang memang melihat para prajurit itu memeriksa kediamannya tadi juga hanya bisa menunggu Wiratama yang sedang tidur di atas dipan di depan ruang pertemuan para tertua.
"Hoaammm"
Warren baru terbangun. Tentu saja, dia kan memang habis begadang untuk menguras semua harta yang ada di gunung Chandra Naya. Wajar dia bangun kesiangan.
"Akhirnya kamu bangun! baru saja puluhan prajurit dari kerajaan datang menggeledah desa!" kata Bragandala.
"Aku kan sudah katakan pada kalian! baiklah sekarang aku akan ajak kalian melihat dimana aku memindahkan semua harta yang aku curi dari kerajaan Suranegara!" kata Warren sambil tersenyum senang.
***
Bersambung...