Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Fiona
Satria dan Bima langsung menghampiri Fiona yang berdiri di teras rumah dengan wajah panik. Raut mukanya tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang ia rasakan dan berbagai macam dugaan dalam otaknya saat ini.
"Nyonya Madam, apa yang terjadi? Apa ada masalah serius?" tanya Bima dengan berusaha bersikap tenang meskipun nada bicaranya bergetar karena ikutan cemas.
"Iya, Nyonya Madam, apa terjadi sesuatu?" Satria juga ikut-ikutan cemas seperti mereka berdua.
"Dimana Komandan kalian? Dimana suamiku? Saat ini ada kejadian darurat dan aku harus bicara pada kalian semua!" tanya balik Fiona tanpa menjawab pertanyaan kedua ajudan suaminya.
"Siap, tidak tahu Nyonya Madam!" jawab Satria dengan tegas.
"Saya juga tidak tahu, Nyonya Madam. Hanya saja saya melihat sekilas Komandan pergi bersama Tuan besar dan tidak tahu kemana," sahut Bima juga dengan jujur.
Dirinya dan Satria ikut berkumpul bersama para bapak-bapak tetangga sekitar rumah orang tua Zion membantu mereka sambil mengakrabkan diri, sehingga mereka tidak terlalu mengikuti Zion saat bersama Papa nya.
Mereka tidak mau mengganggu kebersamaan anak dan ayahnya yang jarang bertemu.
"Astaghfirullah! Gimana ini? Masalah ini tidak bisa di biarkan saja," gumam Fiona dengan hati gusar.
Wanita blasteran itu mondar-mandir sambil menggigiti jempolnya dengan wajah yang cemas, khawatir dan tegang bercampur aduk.
"Laki-laki itu benar-benar aneh, bagaimana bisa kulit muka, leher dan kepalanya tidak memerah seperti Mbok Inem padahal saat itu ia tidak langsung mendapatkan pertolongan pertama setelah insiden itu terjadi. Ini benar-benar tidak masuk akal," gumamnya lagi berbicara sendiri sambil mondar-mandir.
Satria dan Bima saling berpandangan dan mengangkat bahu masing-masing melihat Fiona bergumam sendiri tanpa bisa mereka dengar karena suaranya begitu lirih.
"Nyonya Madam, kenapa tidak ditelpon saja Komandan nya?" celetuk Satria.
"Sudah, nih tidak dijawab!" jawab Fiona dengan menunjukkan ponsel yang dipengang ditangan kiri.
"Hehehehe, gak keliatan tadi ponselnya!" kekeh Satria dengan cengegesan.
Fiona sesekali melihat kearah gerbang kalau-kalau suaminya pulang bersama Papa mertuanya. Lagi-lagi tidak ada apa-apa, ia semakin gusar dan gelisah menunggu sang suami pulang. Terkadang ia duduk, lalu berdiri lagi, kemudian duduk dan berdiri lagi, sehingga membuat Satria dan Bima mendadak pusing dengan tingkah aneh istri Komandan nya.
"Nyonya Madam, kepala saya sakit lihat Nyonya Madam kayak ulat nangka yang gak mau diam!" celetuk Satria sambil memberikan dua jari tanda damai.
Fiona mendengkus sebel dan tidak menghiraukan protes Satria. Saat sebuah mobil Hummer H3 warna hitam memasuki halaman rumah, Fiona langsung berdiri karena yakin suaminya ada didalam mobil itu.
Zion yang melihat sang istri berdiri di teras rumah dari dalam mobil, tidak kuasa menyunggingkan senyuman nya karena mengira sang istri sengaja menungguin dirinya karena merasa kehilangan. Dih pede bener bapak Kapolres satu ini.
"Duh, anak muda zaman sekarang! Baru pergi sebentar aja udah ditungguin kayak gitu," sindir Papa Nugraha dengan pura-pura iri.
"Ya harus dong, Pa! Itu tandanya menantunya Papa gak bisa jauh-jauh dari anakmu ini!" jawab Zion dengan pedenya.
"Dih, narsis amat!" cibir Papa Nugraha dengan bibir manyun.
"Hahahaha," Zion tergelak kencang mendengar cibiran Papanya.
Laki-laki dengan muka datar itu keluar dari mobil dan langsung menuju sang istri dengan tersenyum lebar.
"Ayo, Mas! Ikut aku karena ada hal genting yang harus aku sampaikan! Kalian berdua juga ikut!" ajak Fiona langsung menarik tangan suaminya sebelum Zion membuka mulut untuk bertanya.
Satria dan Bima mengangkat kedua bahunya saat Zion menatap mereka dengan tatapan penuh tanda tanya. Laki-laki itu pasrah digeret sang istri memasuki rumah dengan dua curut yang mengikuti dengan patuh dibelakang mereka berdua.
Fiona membawa ketiganya di tempat minim orang lalu lalang atau lebih tepatnya di sisi timur teras samping yang dekat dengan kolam ikan dan taman kecil.
"Mas, Mas masih ingat gak laki-laki yang terkena tumpahan sop panas waktu peresmian kemarin?" tanya Fiona tanpa basa basi.
"Ingat, emangnya kenapa sayang?" jawab Zion dengan lembut.
Satria langsung memasang muka mau muntah mendengar suara lembut Komandannya yang mana membuat Bima gemes dengan menabok bahu rekannya itu.
"Kayaknya laki-laki itu bukan manusia biasa deh Mas," celetuk Fiona yang membuat ketiga laki-laki dihadapannya menjadi syok.
"Apa???" teriak ketiganya saling berpandangan.
"Kalau bukan manusia biasa berarti manusia jadi-jadian dong!" celetuk Satria yang mendapatkan toyoran dari Bima.
"Maksudnya kamu apa sih Yank? Aku kok gak ngerti? Masa iya laki-laki itu manusia jadi-jadian seperti kata Satria?" tanya Zion dengan lemah lembut.
"Hais, kamu kok mulai ngawur kayak ajudan sengklek mu! Maksud kau tuh bukan itu? Jika laki-laki itu manusia biasa kayak kita, sudah pasti saat terkena tumpahan sop panas itu ia langsung kesakitan dan kulit muka dan lehernya langsung memerah seperti yang dialami Mbok Inem!" jawab Fiona dengan menatap malas suaminya.
"Benarkah? Emangnya Mbok Inem juga terkena tumpahan air panas?" tanya Zion dengan wajah terkejut.
Fiona mengangguk, Zion langsung berpikir dan mondar-mandir dengan segala pertanyaan dikepalanya tentang masalah itu.
"Kalau gitu, ada kemungkinan sop itu tidak panas sama sekali?" tanya Zion dengan menatap lekat sang istri.
"Tidak, itu memang sop panas karena percikannya juga mengenai lengan ku, Mas! Tapi karena bahan bajuku tebal maka tidak ada bekas kemerahan karena panasnya hanya sesaat saja," jawab Fiona lagi.
"Satria, Bima! Saat kalian ingin membawa laki-laki itu ke rumah sakit untuk diobati apa yang kalian berdua lihat?" tanya Fiona menatap tajam dua ajudan suaminya.
"Tidak terjadi apa-apa, Nyonya Madam! Meskipun tidak memperhatikan secara detail, saya masih ingat jika laki-laki itu baik-baik saja. Laki-laki itu juga tidak bersuara dan yang bersikeras menolak untuk kami bawa kerumah sakit adalah pria yang mengaku saudaranya. Katanya tidak perlu karena lukanya tidak fatal," jawab Bima dengan jujur.
"Apa kau yakin sebagian kulit muka, dan leher laki-laki itu tidak memerah seperti orang terkena tumpahan air panas pada umumnya?" tanya Fiona lagi guna meyakinkan Bima.
"Sangat yakin, Nyonya Madam! Apalagi saat itu saya ingat betul posisi laki-laki itu berada persis didepan saya meskipun ia menunduk," jawab Bima lagi dengan mantap.
Mereka berempat saling berpandangan dengan berbagai macam dugaan dalam benak mereka akan keanehan tersebut.
"Sayang, apa kesimpulan kamu atas kejadian ini? Mas yakin jika kamu punya kecurigaan yang kuat akan laki-laki ini?" tanya Zion dengan tatapan yang sulit untuk diungkapkan.
"Aku curiga jika laki-laki ini memakai kulit palsu alias kulit sintesis!" jawab Fiona dengan sangat yakin.
"Apa????" teriak ketiganya dengan wajah syok.
Bersambung...