Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh satu
Hari ini mungkin adalah hari yang paling mengejutkan bagi seorang Aruna, hal itu karena dirinya di kagetkan dengan kehadiran Tama yang kini tengah berdiri di depan pintu rumah Aretha dengan wajah canggung, Aruna bingung kenapa laki-laki yang statusnya masih suaminya itu bisa ada di sini? Apa dirinya tidak takut bila nanti bertemu dengan Arjun?
Sedangkan Tama- yang ditatap hanya bisa menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, ekspresi kaget Aruna yang melihat kehadirannya seperti melihat hantu, membuatnya sedikit canggung dan tidak enak hati.
"Tama? "
"Aruna."
Aruna mengangkat satu alisnya, menatap bingung pada Tama yang tadi ikut memanggil namanya.
"Ada apa? " tanya Aruna setelah keterdiaman yang terjadi di antara dua manusia itu.
Sedangkan yang ditanya menampilkan wajah bingung, tidak tau harus menjawab apa. Wajahnya menampilkan kecanggungan dan kikuk, tidak tau harus memulainya seperti apa.
"I- itu, gua, eh? Aku mau bahasa soal kita. "
"Kita? "
Tama mengangguk cepat kepalanya, "Iya, kita. Rumah tangga kita, keluarga kecil kita. "
Aruna tercekat, kenapa kata kata 'kita' menjadi sangat sensitif di telinganya? Apalagi di depan kata Tama menyebutkan kata Rumah tangga dan Keluarga kecil.
"Boleh, Aruna? "
Aruna menganggukan kepalanya, tentu saja boleh, dia juga butuh sebuah kejelasan, jika memang hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan. Aruna tidak keberatan untuk menyiapkan surat cerai mereka dengan segera, masa bodo tentang pengorbanan siapapun itu, yang dirinya tau jika memang semuanya sudah tidak bisa dilanjutkan, untuk apa di teruskan, iya kan?
"Masuk, kita bahas di dalam gapapa kan? " tanya Aruna, dirinya takut Tama tidak nyaman bila masuk ke dalam rumah Arjun, walau tau laki-laki itu tidak ada karena berada di cafenya.
"Senyaman kamu aja, aku ikutin. "
Aruna lagi-lagi tercekat, kata 'kamu' yang lagi dilontarkan Tama kepadanya membuatnya sedikit berdebar. Dirinya tidak salah mendengar kan? Tama menggunakan kata kamu untuk menyebut dirinya, kan? Ah, benar. Mungkin saja Tama keceplosan berkata demikian, Aruna jadi bisa menetralisir detak jantungnya yang tadi sempat berdebar.
"Yaudah, ayo masuk, kamu mau sekalian aku buatkan minuman? "
"Gak usah. " tolak Tama langsung.
Dan setelahnya, keduanya masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu, posisi duduk keduanya berpisah dengan Aruna yang duduk di sofa single, sedangkan Tama duduk di sofa panjang dihadapannya yang dibatasi dengan meja kaca ditengahnya.
"Aku, jadi bingung dan sedikit gugup untuk memulai pembicaraan. " ujar Tama setelah keduanya terdiam cukup lama.
Aruna terkekeh mendengarnya, mengelus sebentar pada perut buncitnya sebelum menjawab. "Santai aja, kamu mulai bicara pelan pelan aja, aku gak gigit kok. " ujarnya sedikit dengan candaan untuk mencairkan suasana yang sedikit terasa canggung diantara keduanya.
"Atau gini aja, intinya kamu datang ke sini ingin membahas soal pernikahan kita bagaimana? Kamu mau bercerai atau tidak? Atau kamu ada rencana lainnya?" lanjut Aruna. "Tentang Alana, kamu udah tau kan? "
Pertanyaan Aruna tidak di jawab sedikitpun oleh Tama, laki-laki itu hanya dia membisu sambil menundukkan kepalanya.
"Apa karena kepergian Alana kamu mau memperbaiki pernikahan kita? Iya? Kalau seandainya Alana gak pergi, apa kamu juga gak bakal datang kayak gini? "
"Aruna.... "
"Apa benar karena itu kamu mau memperbaiki semua ini? "
"Aruna... Bukan gitu. "
Aruna menggelengkan kepalanya, pemikirannya tadi bisa saja benar, kan? Karena mau bagaimana pun caranya, setulus apapun Aruna mencintai Tama, kalau hanya Alana yang ada dihati laki-laki itu maka semuanya hanya sia-sia saja.
Karena pasal mencintai, jika saingannya adalah masa lalu. Bukankah kita lebih baik mundur saja?
Tama menggeleng kuat kepalanya, menyangkal semua perkataan Aruna. Apa yang dikatakan Aruna tadi tidaklah benar, Tama memang ingin memperbaiki semuanya, dan itu hanya kebetulan semata dengan kepergian Alana.
"Gak, semua yang kamu bilang tadi gak benar. Aruna, kamu dengerin dulu penjelasan aku. " sangkal Tama dengan cepat, takut Aruna kembali melalang buana dengan pikiran negatifnya sendiri.
Aruna terdiam sejenak sambil menatap wajah panik Tama, sebelum mengangguk mengerti dan membiarkan Tama untuk menjelaskan semuanya.
"Gini, saat kejadian kamu masuk rumah sakit itu, tante Aretha pernah ngomong sama aku, kalau kamu dia bawa pulang ke rumahnya. Kamu gak dibolehin sama aku dulu karena takut kamu kenapa-kenapa seperti kejadian di rumah sakit, tante Aretha bilang, dia bakal ngelepasin kamu kalau aku udah benar-benar bisa lepas dari Alana. Dan, kamu tau? Selama kamu gak sama aku sejak hari itu, aku selalu berusaha untuk move on dan menghilangkan Alana dari pikiran aku meskipun itu susah, kamu tau kan itu kenapa? "
Aruna mengangguk sebagai jawabannya, dan Tama kembali melanjutkan kalimatnya. "Dan untuk sekarang, aku yakin kalau aku udah bisa untuk menerima kamu, kamu yang ada sekarang, kamu yang terikat pernikahan dengan aku sekarang. Untuk Alana, dia hanya masa lalu aku, makanya sekarang aku berani datang untuk jemput kamu kembali ke apartemen kita. Karena aku yakin, aku bisa bahagiakan kamu dan menerima kamu di hidup aku. " ujar Tama panjang lebar, dia bangkit dari duduknya dan menghampiri Aruna, berjongkok di depan Aruna sambil memegang erat tangan Aruna penuh keyakinan.
Aruna menundukkan kepalanya, menatap pegangan tangannya dan Tama dengan bibir yang melengkung ke bawah, tidak bisa, Aruna tidak bisa di perlakukan seperti ini, ini terlalu mengharukan! Aruna memegang bahu Tama, meremas pelan bahu kokoh itu hingga suara tangisannya terdengar. Membuat Tama yang mendegar panik sendiri, apa dirinya ada salah bicara atau bagaimana?
Hingga tiba-tiba datanglah Aretha yang memang sedari tadi tau akan kehadiran Tama dirumahnya, dia sengaja berdiam di kamar saat dirinya tadi hendak keluar ingin memanggil Aruna. Wanita baya itu mendekat dan memeluk tubuh Aruna yang juga memeluknya tak kalah eratnya.
"Ma.... " lirih Aruna memanggil Aretha, Tama yang menyingkir dan berdiri tidak jauh dari posisi Aruna dan Aretha menggaruk kepalanya yang tidak gatal, apa rencananya yang ingin membawa Aruna kembali ke apartemennya gagal?
"Iya, kamu kenapa, heumm? "
"Kalau aku baikan sama Tama, mama setuju? " Aruna melepaskan pelukan keduanya, mengangkat kepalanya untuk menatap Aretha.
Aretha tersenyum mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Aruna, dia mengelus dengan sayang rambut Aruna dan setelahnya mengusap wajah Aruna yang penuh dengan air mata. "Itu semua keputusan kamu, kalau kamu mau baikan sama Tama, itu hak kamu. "
"Kalau mama setuju kalau kamu baikan lagi sama Tama, dia sekarang udah berubah, kan? "
Mendengar ucapan Aretha membuat Tama menyunggingkan senyum lebarnya, itu berarti Aruna setuju kan untuk balikan dengannya? Tama berjanji, kali ini dirinya akan benar-benar membahagiakan dan memperlakukan Aruna dengan baik dan penuh kasih sayang, berdoa juga semoga langkah baru dan kehidupan baru mereka ini akan selalu berjalan dengan baik dan lancar.
•
•
•