Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh dua
Usia kandungan Aruna kini sudah menginjak usia delapan bulan, yang mana artinya tinggal menunggu sebulan lagi Aruna akan segera menjalani proses persalinan itu sendiri. Di temani dengan Tama hari ini, Aruna kini tengah berjalan di taman dekat apartemen mereka, ngomong-ngomong ini masih sekitar pukul setengah tujuh pagi.
"Udah capek? "
Aruna menoleh, melirik ke arah Tama yang berjalan beriringan disampingnya. Aruna menggelengkan kepalanya, dirinya hanya berjalan santai saja, ya meskipun memang Aruna tidak bisa berjalan terlalu lama karena kondisinya kini yang membuatnya mudah sekali merasa kelelahan.
"Duduk dulu yuk, nanti kita lanjut lagi jalan-jalannya. " kata Tama, dia menarik pelan tangan Aruna menuju salah satu bangku kosong. Aruna hanya menurut, mengikuti ajakan Tama untuk duduk terlebih dahulu, sesampainya mereka di bangku kayu tersebut. Tama menyodorkan sebotol air minum yang dibawanya dari apartemen kepada Aruna di sampingnya.
"Kalau capek bilang, ya? "
Aruna lagi-lagi hanya mengangguk, dia melirik kepada Tama yang tengah meneguk minuman bekasnya tadi. Aruna tersenyum tipis, laki-laki yang sebulan lagi akan resmi menjadi seorang ayah itu terlihatnya begitu sangat tampan di lihat Aruna, terhitung sudah berapa bulan ini Aruna sudah kembali tinggal bersama Tama di apartemen mereka.
Laki-laki itu benar-benar membuktikan janjinya, yaitu memperlakukan Aruna dengan lebih baik dan penuh perhatian. Ya, Tama melakukan semua itu, dan soal untuk mencintai Aruna tidak begitu memusingkan akan hal itu, di terima dengan hati terbuka dalam hidup seorang Tama saja Aruna sudah amat sangat bersyukur, lama Aruna memperhatikan sampai dia tak sadar bahwa kini Tama sudah memperhatikannya juga.
"Kenapa lihatin aku gitu banget? Ada sesuatu di muka aku? "
Aruna sontak melirik samping, ketahuan memperhatikan suami sendiri untuk saat ini rasanya masih sangat memalukan. Dan sialnya, Tama sendiri malah terkekeh, lalu mengusap pelan pipi Aruna menggunakan ibu jarinya.
"Lucu banget sih. " katanya dengan gemas, mencubit pelan ujung hidung Aruna tak kalah gemasnya.
"Enggak kok, biasa aja. " ujar Aruna mengelak, menjauhkan tangan Tama dari hidungnya.
Tama lagi-lagi terkekeh mendengar perkataan Aruna barusan, "Kok bisa gitu? Lucu begini malah bilang gak lucu. "
"Aku emang gak lucu. " bantah Aruna lagi, dia mengerutkan bibirnya, memang benar kan? Dirinya ini tidak ada lucu lucunya, bahkan Aruna pernah mendapatkan kata-kata cemooh dari orang-orang kepadanya.
"Hei, kamu mikirin apaan, hmm? " tanya Tama, sebab dirinya lihat perubahan wajah Aruna yang tiba-tiba saja murung seperti kepikiran sesuatu.
Aruna mengangkat kepalanya menatap Tama dengan sorotan mata yang tidak bisa di jabarkan, kemudian Aruna menggelengkan kepalanya, dan setelahnya tersenyum manis ke arah Tama.
"Gapapa, kok. Ayok kita lanjut jalan lagi. "
Belum sempat Tama mengiyakan ajakan Aruna, Aruna sudah lebih dulu berdiri dan berjalan sambil mengusap pelan perut buncitnya. Tama sendiri masih diam memperhatikan belakang punggung Aruna yang terlihat begitu rapuh seperti memikul banyak masalah.
"Tama, ayok. Kamu kok malah bengong di situ? "
Tama tersentak, dia lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri Aruna yang posisinya lumayan jauh dari tempatnya duduk tadi, dengan berlari kecil untuk menghampiri sang istri, dirinya tersenyum lebar saat sudah sampai di tempat Aruna berdiri menunggunya.
"Lucu banget sih istri aku. " ujar Tama lagi dengan tiba-tiba, yang mana berhasil membuat Aruna menjadi malu sendiri, perempuan hamil itu memukul pelan dada Tama dengan wajah salting yang memerah.
Dan Tama, dia hanya tersenyum menanggapinya. Di dalam hatinya dia berjanji kembali untuk terus mencoba memberikan Aruna yang terbaik. Sebab, karenanya Aruna kehilangan kebebasannya untuk menjalani masa muda yang indahnya luar biasa.
••••••••
"Kamu kenapa, hei? "
Aruna mencebikkan bibirnya, dia meletakkan ponselnya begitu saja setelah tadi sibuk menonton film, dirinya tiba-tiba saja memeluk erat tubuh Tama, dan kemudian lelehan air mata tiba-tiba saja membanjiri membasahi pipinya. Hal itu juga menyebabkan Tama kebingungan karena Aruna yang tiba-tiba saja menangis.
"Filmnya sedih. "
Tama memejamkan matanya, gemas sekali rasanya. "Kenapa di tonton, nanti anak kita ikutan sedih juga. "
Aruna menggelengkan kepalanya, "Tadi lewat di beranda sosmed, aku lihat kayak seru gitu filmnya, eh ujung-ujungnya malah sedih. " katanya masih dengan wajah yang bersembunyi di ceruk leher Tama.
Tama terkekeh, dirinya mencium gemas rambut Aruna. "Udah malam, udahan ya nangisnya, sekarang kita tidur, istirahat. "
Aruna mengangguk, membenarkan posisi baringnya di atas kasur agar nyaman. "Kamu nyayi ya? "
Tama menganggukkan kepalanya, mulai menyanyikan lagu apapun yang dia bisa untuk mengantarkan Aruna menuju mimpi indahnya. Kebiasaan entah sedari kapan dia lakukan, menyayikan Aruna sebuah lagu agar istrinya itu bisa tertidur dengan lelap.
Beberapa menit beberlalu Aruna kini sudah terlelap dengan nyenyak, Tama yang melihatnya tersenyum tipis menatapi wajah manis sang istri dengan seksama, mengambil ponsel milik Aruna yang tergeletak begitu saja di samping bantal perempuan itu tertidur. Tama yang hendak meletakkan benda pipih itu di atas meja nakas harus terhenti saat melihat layar ponsel tersebut masih menyala, menampilkan salah satu room chat dari seseorang di aku sosmed pribadi Aruna.
Tama tidak sengaja membacanya, membaca kata-kata yang begitu menyakitkan hati, ini baru satu. Dengan ragu Tama menekan tombol kembali, melihat-lihat kembali pesan pesan cemoohan yang di kirim oleh seseorang yang Tama tau adalah orang yang mungkin mendukung hubungannya dengan Alana.
Tama tercekat, dia tidak menyangka bahwa kata kata yang orang-orang ini kirimkan begitu menyakitkan sekali, da Tama paham kenapa Aruna menjadi sosok yang pendiam dan sering melamun selama ini. Tama memejamkan matanya, dadanya terasa sesak sekarang, teringat bagaimana waktu itu dia juga banyak sekali menyakiti hati Aruna yang kini tengah tertidur pulas dan terlihat begitu polos.
Satu lagi yang Tama sadari, Aruna bukan menangis karena menonton film atau apapun itu, Aruna menangis karena tak sengaja membaca pesan tersebut, hingga beberapa menit berlalu Tama meletakkan kembali ponsel tersebut di atas meja nakas, ikut membaringkan tubuhnya di samping Aruna. Memeluk istrinya itu dengan penuh akan kasih sayang.
Untuk kesekian kalinya Tama berjanji pada sang kuasa, berjanji bahwa dia akan mencintai Aruna dengan sepenuh hati. Sebelum tidur, Tama menyempatkan diri untuk mengusap perut Aruna yang mana di dalamnya terdapat buah hati mereka.