Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi balas dendam
Hening lagi. Hanya terdengar suara dari laptop dan detak jam di dinding
Selina menggigit bibirnya, menatap punggung Sargio yang masih fokus menatap layar
Wajahnya mulai memanas, tapi bukan karena marah, melainkan perasaan bersalah yang terus menghimpit dadanya
“Gio, aku janji bakal ganti celananya. Kamu juga bisa potong gaji aku, aku-”
Sargio berhenti mengetik. Bahunya sedikit menegang. Namun, ia tetap tidak menoleh. Hanya suaranya yang terdengar datar, nyaris tanpa emosi
“Lo nggak ngerti bahasa manusia ya?” katanya pelan, tapi setiap katanya terasa berat dan menusuk
Selina terdiam. Ia menatap lantai, matanya memanas. Rasa bersalahnya semakin menumpuk. Ia ingin bicara lagi, tapi suaranya tercekat
Akhirnya ia hanya mengangguk pelan, mengusap sudut matanya yang mulai basah “Baik… Aku ngerti, aku minta maaf” bisiknya hampir tak terdengar
Lalu perlahan ia berbalik, melangkah keluar dari kamar itu dengan langkah gontai.
Sebelum menutup pintu, ia sempat menatap punggung Sargio sekali lagi, pria yang bahkan tak menoleh sedikit pun
....
Pagi itu suasana sekolah masih sejuk. Embun belum sepenuhnya hilang dari dedaunan ketika mobil hitam mereka berhenti di area parkir khusus siswa elite. Begitu pintu mobil terbuka, tiga cowok kembar itu keluar lebih dulu, Sargio dengan wajah dinginnya, Sagara yang santai dengan tangan di saku dan Samudra yang sibuk dengan earphonenya
Selina turun terakhir, masih menggendong tasnya sendiri. Tapi belum sempat ia melangkah, Sargio menoleh sekilas dan tanpa banyak bicara menyorongkan tasnya yang berat dan memberikan beberapa tumpukan buku tebal ke pelukannya
“Bawa ini” ucapnya datar
Selina refleks menerima, wajahnya langsung menegang saat merasa betapa beratnya tas itu
Selina hanya diam tapi matanya menatap bingung pada pria itu. Ia ngin protes, tapi tak berani. Akhirnya ia hanya mengangguk pelan dan mengikuti ketiganya berjalan menuju kelas
Sargio, Samudra dan Sagara berjalan di depan dengan langkah tenang, kontras dengan Selina yang berjuang di belakang, memeluk tas Sargio di depan dan setumpuk buku tebal di dadanya
Samudra melirik Sargio dengan kening berkerut “Tumben banget lo bawa banyak buku gitu, mau jadi kutu buku?” nada suaranya menggoda, separuh heran separuh ingin tahu
Sagara ikut menimpali sambil menatap curiga “Gue tau nih…” ia menoleh ke arah belakang sekilas, ke arah Selina yang berjuang menyeimbangkan beban di tangannya “Lo sengaja bawa banyak biar Selina repotkan? Lo mau balas dendam ya?”
Sargio menoleh sedikit, senyum miringnya muncul “Hmm, bisa di bilang begitu... Lagian itu juga memang tugasnya dia sebagai pengasuh”
Samudra menggeleng “Parah lo Gio. Memanfaatkan keadaan”
Sargio tidak menanggapi. Ia kembali melangkah dengan tenang, jemarinya memasukkan tangan ke saku celana.
Sementara di belakang, Selina menunduk, wajahnya sedikit memerah karena malu dan lelah. Tapi ia tetap berjalan tanpa mengeluh, meski pundaknya terasa nyeri menahan beban
Sesekali beberapa siswa yang lewat melirik, beberapa berbisik bisik. Namun Selina pura pura tak mendengar. Yang penting, jangan sampai Sargio makin kesal
Mereka pun akhirnya sampai di depan kelas. Sargio berhenti, menoleh ke arah Selina yang masih berdiri di belakang dengan napas tersengal
“Taruh di meja” katanya pendek
Selina hanya mengangguk dan melangkah pelan ke dalam kelas, meletakkan buku buku itu di meja Sargio satu per satu lalu memastikan semuanya rapi dan tidak berantakan. Napasnya sedikit tersengal, pundaknya terasa berat setelah menahan beban dari parkiran hingga ke kelas
Ia menatap Sargio yang sudah duduk di kursinya, membuka buku tanpa menoleh sedikit pun ke arah Selina
“Umm…” suara Selina keluar pelan, nyaris seperti bisikan “Apa ada yang bisa aku bantu lagi?”
Sargio tidak langsung menjawab. Ia membalik halaman bukunya, menatap lembar itu beberapa detik sebelum akhirnya berkata datar tanpa mengangkat wajah
“Gak ada. Lo bisa balik ke kelas”
Nada bicaranya singkat, dingin dan tidak memberi ruang untuk perdebatan
Selina mengangguk cepat “O-oke” katanya lirih, lalu menunduk sopan sebelum berbalik
Ia melangkah keluar dari kelas itu dengan langkah pelan, tangan menggenggam ujung roknya agar tidak gemetar. Begitu pintu kelas tertutup di belakangnya, Selina menarik napas panjang antara lega dan… sedikit bingung
Hatinya campur aduk. Di satu sisi, ia merasa kesal karna Sargio benar benar memperlakukannya seperti bawahan tanpa sedikit pun rasa terima kasih. Tapi di sisi lain… ada sedikit perasaan lega
Setidaknya, Sargio masih memerintahnya.
Masih menyuruhnya dan itu artinya mungkin saja Sargio tidak jadi memecatnya
Senyum kecil tak sadar muncul di bibirnya “Berarti... aku masih punya kesempatan” gumamnya pelan
Ia mempercepat langkahnya menuju kelasnya sendiri, mencoba menepis sisa perasaan jengkel di dadanya, meski bayangan wajah dingin Sargio masih terus menari nari di pikirannya
Begitu bel istirahat berbunyi, suasana sekolah langsung ramai. Suara langkah kaki, tawa dan percakapan memenuhi koridor. Selina berdiri dari kursinya sambil memegang ponselnya, melihat kembali pesan dari grup chat mereka
Pesan terakhir dari Sargio kalau dia cuma mau makan sushi di restoran sushi depan sekolah, di tambah riquest yang super ribet
Sementara Samudra dan Sagara tidak riquest apa apa, mereka akan memakan makanan apapun yang di berikan Selina
Selina mendesah pelan, tersenyum tipis “Kayaknya cuma aku yang bener bener kerja di jam istirahat” gumamnya sambil meraih tas kecil dan keluar dari kelas
Langit siang itu sedikit mendung, tapi udara tetap terasa hangat. Suara tawa siswa lain terdengar di mana mana, sementara Selina berjalan cepat menuruni tangga sekolah, menyeberang jalan, lalu masuk ke restoran sushi yang letaknya tepat di depan gerbang sekolah
Begitu membuka pintu, aroma khas nasi cuka dan ikan segar langsung menyambutnya. Suasana restoran itu bersih dan tenang, dengan musik Jepang lembut yang mengalun pelan
Selina melangkah ke meja pesanan di depan kasir. Seorang pelayan perempuan dengan senyum sopan menyapanya “Selamat siang, silakan pesanannya Mbak?”
Selina mengangguk, mengeluarkan ponselnya dari tas, lalu membuka catatan yang tadi sempat ia salin dari pesan Sargio. Ia menatap layar itu sebentar, menarik napas panjang dan mulai membaca
“Ehm... Aku mau pesan satu paket sushi” ujarnya pelan
Pelayan itu langsung siap menulis di notanya “Baik, satu paket sushi. Ada tambahan Mbak?”
Selina tersenyum kikuk “Iya, banyak banget soalnya... Jadi katanya, jangan pakai wasabi. Terus jangan ada nori yang terlalu hitam. Terus nasinya jangan lembek...”
Pelayan itu berhenti menulis sebentar, mengangkat alis “Baik... Jadi tanpa wasabi, nori jangan terlalu hitam, nasi jangan lembek. Terus?”
Selina menelan ludah, melanjutkan “Terus... sushinya jangan yang dingin, tapi juga jangan terlalu anget. Soalnya kalau anget banget nanti katanya amis”
untuk menghadapi kelakuan 3 remaja